Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah 12 Pelanggaran HAM Berat yang Disesalkan Jokowi, Tragedi 65-66 hingga Petrus

Kompas.com - 11/01/2023, 13:30 WIB
Achmad Nasrudin Yahya

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo sangat menyesalkan terjadinya 12 pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu yang terjadi di Tanah Air.

Bahkan, Jokowi tak menampik bahwa peristiwa pelanggaran HAM berat benar-benar pernah terjadi di Indonesia.

"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa, dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat," ujar Jokowi usai menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Baca juga: Jokowi Akui Pelanggaran HAM Berat Terjadi di Indonesia

Adapun 12 pelanggaran HAM berat yang disesalkan Jokowi mencakup, Peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius (Petrus) 1982-1985, Peristiwa Talangsari, Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.

Selanjutnya, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999, Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

Jokowi juga secara terang-terangan menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban atas belasan tragedi kelam tersebut.

Oleh karenanya, Jokowi berjanji akan melakukan berbagai langkah.

Baca juga: Mahfud: Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial Jalan Terus

Pertama, Jokowi memastikan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian lewat jalur yudisial.

"Yang kedua, saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran HAM yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang," kata Jokowi.

Jokowi juga meminta kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD untuk mengawal upaya-upaya konkret pemerintah agar kedua rencana tersebut bisa terlaksana dengan baik.

"Semoga upaya ini menjadi langkah yang berarti bagi pemulihan luka sesama anak bangsa guna memperkuat kerukunan nasional kita dalam negara kesatuan Republik Indonesia," imbuh Jokowi.

Berikut sejarah singkat 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang disesalkan Jokowi:

1. Tragedi 1965-1966

Tragedi 1965-1966 berkelindan dengan peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dianggap sebagai pemicu meletusnya tragedi berdarah.

Dalam peristiwa yang dikenal dengan istilah G30S PKI, enam jenderal dan satu perwira TNI Angkatan Darat menjadi korbannya. Setelah terkuaknya peristiwa G30S PKI, memicu kemarahan bangsa Indonesia.

Aksi demonstrasi muncul di berbagai daerah menuntut agar pemerintah bersikap tegas membubarkan PKI dan organisasi sayapnya.

Dari kemarahan inilah selanjutnya meletus Tragedi 1965-1966 dengan terjadi pembantaian terhadap mereka yang dituduh sebagai anggota maupun yang terlibat dengan PKI.

Lebih dari dua juta orang diduga mengalami berbagai tindakan kekerasan dalam peristiwa tersebut. Mulai dari penangkapan sewenang-wenang, penahanan tanpa proses hukum, penyiksaan, perkosaan, kekerasan seksual, kerja paksa, pembunuhan, penghilangan paksa, wajib lapor dan lain sebagainya.

Dikutip dari kontras.org, hasil penyelidikan Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) mencatatkan, 32.774 orang hilang dan beberapa tempat diketahui menjadi lokasi pembantaian para korban.

Di sisi lain, sejumlah riset mengemukakan jumlah korban meninggal dalam tragedi tersebut tercatat sangatlah fantastis, yakni mencapai 2 juta orang, bahkan lebih.

2. Petrus

Tragedi Petrus pernah mewarnai jejak kelam kekuasaan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto yang terjadi pada periode sekitar 1983 hingga 1985.

Korban Tragedi Petrus yakni orang-orang yang masuk dalam daftar gali atau preman, maupun pelaku kriminal oleh negara.

Pada 1983, tercatat sebanyak 532 orang tewas, di mana 367 di antaranya tewas karena luka tembak karena Petrus.

Setahun berikutnya, pada 1984, ada 107 tewas dan pada 1985 sejumlah 74 orang tewas, 28 di antaranya tewas karena ditembak.

3. Tragedi Talangsari

Tragedi Talangsari tak bisa dilepaskan dari penerapan asas tunggal Pancasila di era Orde Baru yang termanifestasi dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.

Prinsip yang diterapkan Soeharto dalam asas ini disebut dengan Eka Prasetya Panca Karsa dengan pedoman program bernama Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4).

Program P-4 ini banyak menyasar kelompok Islamis yang saat itu bersikap kritis terhadap pemerintah Orde Baru. Akibatnya, aturan ini membuat sekelompok orang di Lampung melakukan pemberontakan yang dipimpin oleh Warsidi.

Tragedi ini pecah bermula dari rombongan tentara menuju kompleks kediaman Anwar, salah satu pengikut Warsidi.

Rombongan yang berangkat berjumlah sekitar 20 orang, dipimpin oleh Kepala Staf Kodim Lampung Tengah May Sinaga, termasuk Komandan Koramil Way Jepara, Kapten Soetiman.

Sesaat setelah Kapten Soetiman sampai di sana, ia langsung dihujani panah dan perlawanan golok.

Dalam bentrokan ini, Kapten Soetiman tewas. Tewasnya Kapten Soetiman lantas membuat Komandan Korem 043 Garuda Hitam Lampung Kolonel AM Hendropriyono bertindak melawan Warsidi.

Pada 7 Februari 1989, tiga peleton tentara dan sekitar 40 anggota Brimob menyerbu Cihiedung, pusat gerakan. Menjelang subuh, keadaan di Cihiedung sudah berhasil dikuasai oleh ABRI. Dalam bentrokan ini, sedikitnya 246 penduduk sipil tewas.

4. Tragedi Rumah Geudong 

Tragedi Rumah Geudong adalah peristiwa penyiksaan terhadap masyarakat Aceh yang dilakukan oleh aparat TNI selama masa konflik Aceh pada 1989-1998.

Tragedi Rumah Geudong terjadi di sebuah rumah tradisional di Aceh yang dijadikan sebagai markas TNI di Desa Bili, Kabupaten Pidie.

Dalam Rumah Geudong, para TNI melakukan misi dan pengawasan terhadap masyarakat dan memburu pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Ketika sedang menjalankan misi, tidak sedikit juga pasukan Kopassus melakukan tindakan di luar perikemanusiaan.

Mereka melakukan penyekapan, penyiksaan, pembunuhan, dan pemerkosaan terhadap rakyat Aceh atau yang diduga anggota GAM di Rumah Geudong. Akhirnya, pada 20 Agustus 1998, massa membakar Rumah Geudong.

5. Penghilangan Paksa

Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998 merujuk kasus penculikan aktivis pro-demokrasi yang terjadi antara Pemilu Legislatif Indonesia 1997 dan jatuhnya kekuasaan Soeharto pada 1998.

Kasus penculikan aktivis 1997-1998 dilakukan oleh tim khusus bernama Tim Mawar, yang dibentuk oleh Mayor Bambang Kristiono.

Total ada 22 aktivis yang ditangkap, di mana 13 di antaranya ditahan oleh Tim Mawar di Markas Kopassus Cijantung, salah satunya adalah Wiji Thukul.

Ketiga belas aktivis tersebut sampai saat ini masih belum diketahui keberadaannya, sedangkan sembilan aktivis yang lain dipulangkan ke rumah mereka.

Desmond Junaidi Mahesa, Pius Lustrilanang, Haryanto Taslam, Rahardjo Waluyo Djati, dan Faisol Riza yang disekap selama kurang lebih 1,5 - 2 bulan dipulangkan ke kampung halamannya.

Sedangkan Aan Rusdianto, Mugiyanto, dan Nezar Patria, yang disekap selama tiga hari diserahkan oleh Tim Mawar ke Polda Metro Jaya pada 15 Maret. Ketiganya baru dibebaskan 5 Juni 1998.

Adapun 13 aktivis yang hilang, yakni Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Mundandar Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser.

6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998

Pada 13 Mei hingga 15 Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta yang dikenal dengan Kerusuhan Mei 1998. Penyebab pertama yang memicu terjadinya Kerusuhan Mei 1998 adalah krisis finansial Asia yang terjadi sejak 1997.

Saat itu, banyak perusahaan yang bangkrut, jutaan orang dipecat, 16 bank dilikuidasi, dan berbagai proyek besar juga dihentikan.
Krisis ekonomi yang tengah terjadi kemudian memicu rangkaian aksi unjuk rasa di sejumlah wilayah di Indonesia.

Dalam unjuk rasa tersebut, ada empat korban jiwa yang tewas tertembak. Mereka adalah mahasiswa Universitas Trisakti, yakni Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendiawan Sie.

Tewasnya keempat mahasiswa tersebut pun menambah kemarahan masyarakat yang saat itu sudah terbebani dengan krisis ekonomi.

Singkatnya, setelah itu terjadi pembakaran, perusakan, serta penjarahan toko dilakukan oleh massa. Kota Bogor, Tangerang, dan Bekasi saat itu sudah lumpuh total.

Angka resmi menunjukkan sebanyak 499 orang tewas dalam peristiwa Kerusuhan Mei 1998.

Selain itu, lebih dari 4.000 gedung juga hancur atau terbakar. Kerugian fisik yang ditanggung oleh pemerintah Indonesia sendiri adalah sebesar Rp 2,5 triliun.

7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II

Demonstrasi besar-besaran menentang pemerintahan Orde Baru terjadi pada 12 Mei 1998.

Kejadian tersebut lalu dikenal dengan Tragedi Trisakti, karena terdapat empat mahasiswa dari Universitas Trisakti yang meninggal dunia dalam peristiwa itu.

Keempat mahasiswa tersebut tewas tertembak di dalam kampus saat mengikuti demonstrasi yang menuntut turunnya Soeharto dari jabatan presiden.

Sedangkan, Tragedi Semanggi I merupakan bentuk pelanggaran HAM berat yang terjadi pada 11-13 November 1998.

Tragedi Semanggi merujuk pada dua aksi protes masyarakat dan mahasiswa terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa MPR di awal pemerintahan Presiden BJ Habibie.

Aksi tersebut mengakibatkan 17 warga sipil tewas setelah terlibat bentrokan dengan aparat.

Namun, hingga lebih dari dua dekade kemudian, upaya penyelesaian kasus Tragedi Semanggi I guna memberi keadilan bagi korban dan keluarganya belum juga menemui titik terang.

Sementara, Tragedi Semanggi II bermula dari keputusan DPR mengesahkan Undang-undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB).

Beberapa saat setelah DPR menyetujui RUU PKB, ribuan mahasiswa, buruh, aktivis partai politik, lembaga non-pemerintah dan profesi serentak menuju Senayan. Mereka menuntut pembatalan UU PKB tersebut.

Tekanan demonstran yang begitu tinggi dan sengit untuk menolak RUU itu mengakibatkan bentrokan berdarah. Puluhan mahasiswa terluka akibat tembakan, injakan, pukulan dan gas air mata.

Itu bukan demonstrasi pertama, tetapi puncak dari serangkaian demonstrasi mahasiswa menentang pengesahan RUU PKB sejak awal September.

Unjuk rasa bukan hanya di Jakarta, tetapi terjadi juga di beberapa daerah seperti Lampung, Medan dan beberapa kota lainnya.

KontraS menyebut sebanyak 11 warga sipil tewas dan 217 lainnya luka-luka akibat tragedi tersebut. Salah satu warga sipil yang tewas dalam peristiwa tersebut merupakan mahasiswa Universitas Indonesia bernama Yap Yun Hap. Ia meninggal akibat tertembak.

8. Pembantaian Dukun Santet

Pembantaian Dukun Santet Banyuwangi atau yang juga dikenal sebagai Pembantaian Banyuwangi 1998, adalah sebuah peristiwa berdarah dalam sejarah Indonesia.

Ratusan orang menjadi korban dalam Pembantaian Dukun Santet Banyuwangi yang berlangsung pada Februari hingga September 1998.

Pembantaian Dukun Santet Banyuwangi termasuk salah satu kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia yang belum terselesaikan hingga kini.

Meski sudah puluhan tahun berlalu, belum diketahui secara pasti motif dan siapa dalang di balik peristiwa berdarah yang juga dikenal dengan sebutan Geger Santet Banyuwangi ini.

9. Tragedi Simpang KKA

Pada 3 Mei 1999, terjadi sebuah konflik di Aceh yang disebut nama Tragedi Simpang KKA (Simpang Kraft) atau yang juga dikenal dengan nama Insiden Dewantara atau Tragedi Krueng Geukueh.

Tragedi Simpang KKA yang terjadi di Kecamatan Dewantara, Aceh, bermula dari kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI.

Kala itu, aparat TNI menembaki para warga yang sedang berunjuk rasa memprotes insiden penganiayaan warga yang terjadi tanggal 30 April 1999 di Cot Murong, Lhokseumawe.

Peristiwa tragedi Simpang KKA mengakibatkan 23 orang meninggal dunia dan 30 orang luka-luka.

10. Tragedi Wasior

Tragedi Wasior terjadi pada 13 Juni 2001. Saat itu, terduga aparat Korps Brigade Mobil (Korps Brimob) melakukan penyerbuan kepada warga sipil di Desa Wondiboi, Wasior, Manokwari, Papua.

Dikutip dari BBC Indonesia, laporan Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) perusahaan kayu PT VPP dianggap warga mengingkari kesepakatan yang dibuat untuk masyarakat.

Masyarakat lantas mengekspresikan tuntutan mereka dengan menahan speed boat milik perusahaan sebagai jaminan, setelah memberikan toleransi sekian waktu lamanya.

Aksi masyarakat ini dibalas oleh perusahaan dengan mendatangkan Brimob untuk melakukan tekanan terhadap masyarakat.

Masyarakat lantas mengeluhkan mengenai perilaku perusahaan dan Brimob yang lantas disikapi oleh kelompok TPN/OPM dengan kekerasan.

Saat PT VPP tetap tidak menghiraukan tuntutan masyarakat untuk memberikan pembayaran pada saat pengapalan kayu, kelompok TPN/OPM menyerang sehingga menewaskan lima orang anggota Brimob dan seorang karyawan perusahaan PT VPP.

Serta membawa kabur enam pucuk senjata milik anggota Brimob bersama peluru dan magazennya.

Saat aparat setempat melakukan pencarian pelaku, terjadi tindak kekerasan berupa penyiksaan, pembunuhan, penghilangan secara paksa hingga perampasan kemerdekaan di Wasior.

Tercatat empat orang tewas, satu orang mengalami kekerasan seksual, lima orang hilang dan 39 orang disiksa.

11. Peristiwa Wamena

Dikutip dari Kontras.org, Peristiwa Wamena berawal ketika masyarakat sipil Papua, dikejutkan dengan penyisiran terhadap 25 kampung dan desa pada 2003.

Penyisiran dilakukan akibat dari sekelompok massa tak dikenal yang membobol gudang senjata Markas Kodim I 1702/Wamena dan menewaskan dua anggota Kodim.

Hasil penyelidikan Komnas HAM atas peristiwa ini menyatakan bahwa terdapat dugaan pelanggaran HAM yang berat yang mengakibatkan warga sipil menjadi korban.

Sedikitnya 4 (empat) orang tewas, 39 orang terluka akibat penyiksaan, sebanyak 5 (lima) orang menjadi korban penghilangan paksa dan satu orang menjadi korban kekerasan seksual.

12. Tragedi Jambo Keupok

Tragedi Jambo Keupok adalah peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di Jambo Keupok, Aceh Selatan, tanggal 17 Mei 2003.

Dari tragedi Jambo Keupok, sebanyak 16 orang penduduk sipil mengalami penyiksaan, penembakan, pembunuhan, dan pembakaran.

Selain itu, lima orang lainnya juga mengalami kekerasan oleh para anggota TNI, Para Komando (Parako), dan Satuan Gabungan Intelijen (SGI).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com