Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Sebut Pengawasan Pengelolaan Dana Haji Lemah, Penunjukkan BPS BPIH Rentan Konflik Kepentingan

Kompas.com - 06/01/2023, 21:54 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan potensi konflik kepentingan dan rawan korupsi dalam penunjukkan Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH) serta pengelolaan dana jemaah.

Mereka pun meminta Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) segera mengambil langkah perbaikan terkait simpul permasalahan pengelolaan haji.

“Dari seluruh pihak pengelola dana publik adalah masalah etik dan conflict of interest. Kredibilitas ini dilihat publik bagaimana (BPKH) menjalankan baik yang kelihatan maupun yang secara terukur telah dijelaskan,” kata Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam keterangannya pada Jumat (6/1/2023), seperti dikutip dari Tribunnews.com.

Temuan celah rawan korupsi itu didapat dari hasil kajian Direktorat Monitoring KPK bertajuk “Pengelolaan Keuangan Haji” tahun 2019 yang dipaparkan pada Kamis (5/1/2023) kemarin.

Baca juga: Bertolak ke Arab Saudi, Menag Yaqut Minta Kuota Haji Indonesia Ditambah

Pahala mengatakan, terdapat masalah terkait kinerja penempatan dan investasi yang belum terlalu optimal sehingga perolehan nilai manfaat dana haji belum optimal.

Selain itu, kata Pahala, pemilihan BPS BPIH pengelola nilai manfaat berpotensi rawan korupsi karena tidak semuanya melalui proses lelang, tetapi berdasarkan permohonan dari BPS BPIH.

Pahala mengatakan, KPK juga menyoroti pengawasan yang masih lemah dalam penyaluran dana kemaslahatan karena dilaksanakan tanpa tahapan sehingga rawan penyimpangan dan tidak sesuai dengan proposal yang diajukan.

Selain itu, kata Pahala, dari kajian KPK terungkap diperlukan harmonisasi regulasi dan hubungan kelembagaan antara BPKH dan Kementerian Agama (Kemenag).

Baca juga: Kemenag Buka Pendaftaran Petugas Haji Tahun 2023, Seluruhnya Online

Menurut Pahala saat ini perlu ada penyelarasan substansi antara Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.

Disharmoni ini dapat dilihat dari perbedaan definisi BPIH, mekanisme penetapan BPIH, serta pelaporan pertanggungjawaban PIH antara kedua beleid tersebut.

Jika ditelaah, UU No. 8 Tahun 2019 dinilai mengabaikan fungsi dari BPKH dalam pengendalian dan pengawasan keuangan haji.

Oleh karena itu, KPK merekomendasikan BPKH untuk menginventarisir masalah dengan segera memperbaiki tata kelola dan menutup celah-celah permasalahan dimaksud.

Baca juga: Travel Haji Bodong di Bandung Rugikan Jemaah hingga Rp 4,6 Miliar, Beroperasi sejak 2014

Seperti menyusun SOP penyaluran dana kemaslahatan secara bertahap untuk yang bernilai signifikan serta memperbaiki kinerja investasi dan penempatan dalam rangka peningkatan nilai manfaat.

Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah mengucapkan terima kasih kepada KPK karena melalui kajian ini pihaknya dapat mengetahui pos-pos yang harus diperbaiki.

Meskipun begitu, BPKH berkomitmen untuk menjadi lembaga antikorupsi dimana saat ini BPKH telah menggunakan whistleblowing system (WBS).

Halaman:


Terkini Lainnya

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com