Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moh. Suaib Mappasila
Staf Ahli Komisi III DPR RI / Konsultan

Sekjen IKAFE (Ikatan Alumni Fak. Ekonomi dan Bisnis) Universitas Hasanuddin. Pemerhati masalah ekonomi, sosial dan hukum.

Mencermati Pro-Kontra Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Kompas.com - 05/01/2023, 15:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Akan mengherankan bila nanti keputusan MK justru membatalkan putusan sebelumnya, meski hal itu bisa saja terjadi karena pertimbangan konteks yang mengubah tafsir atas pasal tersebut.

Ketiga, dinilai dari konteksnya, putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 dikeluarkan ketika sistem pemilu belum dilangsungkan secara serentak. Karena itu sistem proporsional terbuka bisa dilaksanakan secara ideal.

Namun saat ini, pemilu dilakukan secara serentak (lima kotak). Dalam pemilu serentak mekanisme ini tidak memungkinkan tujuan ideal dari Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 tahun 2017 bisa tercapai. Alih-alih, pemilu lima kotak yang kita selenggarakan pada tahun 2019 justru melahirkan bencana yang mengakibatkan jatuhkan korban jiwa lebih dari 800 orang.

Sebagai catatan, korban gempa Cianjur yang baru-baru ini terjadi, mengakibatkan korban jiwa kurang dair 300 orang. Pemilu ini memiliki resiko setara bencana alam. Hal ini, bisa menjadi salah satu pertimbangan dalam putusan MK.

Keempat, bila ditinjau secara teknis, mekanisme pemilu lima kotak akan jauh lebih efektif dan efisien bagi pihak penyelenggara (KPU, Bawaslu dan DKPP) bila dilakukan dengan sistem proporsional tertutup. Bagi pemilih juga akan lebih ringkas. Sebab masyarakat cukup memilih gambar, tanpa harus meneliti lebih jauh caleg yang diinginkan, yang pasti akan menyulitkan dan memakan banyak waktu.

Kelima, jika MK nantinya memutuskan sistem proporsional terbuka inkonstitusional, maka sistem pemilu akan kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Hal itu akan berdampak pada perubahan atas banyak pasal di dalam UU Pemilu, UU Pilkada, PKPU, dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Jika itu terjadi, hal tersebut akan menguras banyak energi pengambil kebijakan untuk mengadaptasikannya.

Kelima point di atas, hanya secuil dari isu krusial yang muncul dalam perdebatan di tengah masyarakat yang terjadi saat ini. Bagaimanapun, dikabulkannya uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang tengah diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK), akan memiliki dampak besar – tidak hanya terhadap pemilu – tapi juga terhadap keseluruhan sistem demokrasi di Indonesia.

Meski begitu, keputusan untuk menetapkan sistem pemilu dengan sistem proporsional terbuka atau tertutup saat ini tergantung pada hasil putusan MK yang sifatnya final dan mengikat. Oleh sebab itu, penting bagi semua pihak untuk mengantisipasi hasil putusan MK tersebut.

Kita berharap, apapun putusan MK akan memberi dampak yang baik bagi upaya menyempurnakan demokrasi kita dan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com