JAKARTA, KOMPAS.com - Judicial review atau uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka tengah diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Apabila judicial review itu dikabulkan oleh MK, maka sistem pemilu pada 2024 mendatang akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.
Sistem proporsional tertutup memungkinkan para pemilih hanya disajikan logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pemilihan legislatif (pileg).
Baca juga: Saat Nasdem Bantah Ikut Ajukan Gugatan Uji Materi Sistem Pemilu di MK...
Adapun gugatan uji materi terhadap sistem pemilu teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.
Uji materi ini diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).
Keenamnya didampingi oleh Sururudin dan Maftukhan selaku kuasa hukum mereka.
Gugatan uji materi terhadap sistem proporsional terbuka pun menuai pro-kontra.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa pihaknya mendukung pemilu dengan sistem proporsional tertutup.
Ia mengungkapkan berbagai alasannya. Pertama, sistem proporsional terbuka yang mulai diterapkan dalam Pemilu 2004 membawa dampak liberalisasi politik.
“Bagaimana liberalisasi politik mendorong partai-partai menjadi partai elektoral dan kemudian menciptakan dampak kapitalisasi politik, munculnya oligarki politik, kemudian persaingan bebas dengan segala cara,” ujar Hasto dalam konferensi pers virtual refleksi akhir tahun secara daring, Jumat (30/12/2022).
Alasan kedua, lanjut dia, Kongres V PDI-P memutuskan pemilu dengan sistem proporsional tertutup sesuai dengan amanat konstitusi.
"Di mana peserta pemilihan legislatif adalah partai politik,” ucap dia.
Baca juga: PDI-P Dukung jika Pemilu Dilakukan dengan Sistem Proporsional Tertutup
Ketiga, mendorong proses kaderisasi di internal parpol dan meminimalisasi kecurangan pemilu.
“Selanjutnya juga memberikan insentif terhadap kinerja di DPR, dan pada saat bersamaan, karena ini adalah pemilu serentak antara pileg dan pilpres, maka berbagai bentuk kecurangan itu bisa di tekan,” ungkap Hasto.
Terakhir, ia menganggap bahwa sistem proporsional tertutup dapat mengurangi biaya pemilu secara signifikan.
“Di tengah berbagai persoalan perekonomian kita, biaya pemilu bisa jauh ditekan,” kata Hasto.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya menuturkan, sistem proporsional terbuka adalah bentuk kemajuan dalam praktik berdemokrasi.
Sistem ini merupakan antitesis dari sistem yang sebelumnya, yakni sistem proporsional tertutup yang digunakan saat Orde Lama dan Orde Baru.
"Proporsional terbuka memungkinkan beragam latar belakang sosial seseorang untuk bisa terlibat dalam politik elektoral. Dengan sistem semacam ini pula, warga bisa turut mewarnai proses politik dalam tubuh partai,” katanya.
Willy lantas membantah Nasdem ikut mengajukan gugatan uji materi itu ke MK.
Baca juga: KPU Bantah Dorong Sistem Proporsional Tertutup untuk Pemilu 2024
Willy mengatakan, Yuwono Pintadi yang ikut melakukan uji materi UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu ke MK sudah bukan kader Nasdem sejak 2019.
Dengan demikian, kata Willy, gugatan tersebut sifatnya pribadi dan bukan atas nama Partai Nasdem.
Willy menegaskan, Nasdem menolak sistem proporsional tertutup diberlakukan kembali.
"Jika ada hal-hal strategis dan politis secara garis partai sudah jelas, kami menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Oleh karenanya, jika ada orang yang mencatut Partai Nasdem atas kepentingan tertentu, jelas ini melanggar kebijakan partai," ujar Willy.
Pada Oktober 2022, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyatakan dukungannya terhadap sistem proporsional tertutup.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari tak menampik jika pemilihan legislatif dengan sistem proporsional tertutup memiliki beberapa nilai lebih, ketimbang sistem proporsional terbuka.
Salah satu dampak positifnya termasuk bagi kinerja KPU dalam mencetak surat suara.
"Kalau KPU ditanya, lebih pilih proporsional tertutup karena surat suaranya cuma satu dan berlaku di semua dapil, itu di antaranya," kata Hasyim di kantor KPU RI, Jumat (14/10/2022).
"Situasinya pasti ada kekuranngan dan kelebihan, ada keunggulan, ada kelemahan. Kalau sistem di KPU, kalau sistem proporsional data calon tertutup, desain surat suaranya simpel," jelas dia.
Baca juga: Nasdem Bantah Ikut Ajukan Uji Materi Sistem Pemilu ke MK
Namun, teranyar, Hasyim menyatakan bukan berarti Pemilu 2024 sudah pasti digelar dengan sistem proporsional tertutup.
Hasyim mengaku hanya menyampaikan bahwa ada pihak yang sedang mengajukan uji materi ke MK soal UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka.
"Saya tidak mengatakan bahwa arahnya sistem proporsional tertutup. Bahwa sedang ada gugatan terhadap ketentuan pemilu proporsional terbuka di MK,” ujar Hasyim di kantor KPU RI, Kamis (29/12/2022).
Hasyim menyebutkan, dengan adanya proses uji materi itu, maka terbuka dua kemungkinan dalam pelaksanaan pemilu nanti.
Jika MK mengabulkan gugatan pemohon, maka Pemilu 2024 bisa dilakukan dengan sistem proporsional tertutup.
“Kalau ditolak, masih tetap (proporsional) terbuka,” kata Hasyim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.