Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Larangan Jual Rokok Ketengan Diyakini Turunkan Angka Perokok Remaja

Kompas.com - 28/12/2022, 13:38 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari yakin rencana pemerintah melarang penjualan rokok batangan/ketengan mampu menurunkan prevalensi perokok anak dan remaja usia 10-18 tahun.

Rencana ini tertuang lampiran Keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 yang diteken Presiden Joko Widodo pada Jumat (23/12/2022).

Dalam Keppres tersebut, salah satu program yang tertuang adalah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Meski demikian, proses revisi akan memakan waktu yang sangat panjang.

Baca juga: Kemenkes Ungkap 78 Persen Penjual Rokok Batangan Dekat Sekolah, Revisi PP Tembakau Dinilai Penting

"Apakah itu dari pengalaman negara lain, dari berbagai studi yang telah kami lihat itu berhasil (menurunkan prevalensi perokok anak). Memang untuk menurunkannya enggak dalam waktu 1-2 tahun," kata Lisda kepada Kompas.com, Rabu (28/12/2022).

Adapun revisi PP akan meliputi pelarangan penjualan rokok batangan; pelarangan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi; dan penegakan penindakan.

Kemudian, pengawasan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang, dan media teknologi informasi; ketentuan mengenai rokok elektrik; dan penambahan luas prosentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau.

Lisda menyebut, strategi-strategi itu sudah berhasil dilakukan di negara tetangga, seperti Thailand, Vietnam, maupun negara-negara yang tergabung dalam ASEAN lainnya.

Baca juga: Wapres Sebut Rokok Batangan Banyak Dibeli Anak-anak

Strategi tersebut juga merupakan rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk menekan prevalensi perokok anak dan remaja, dibarengi dengan kenaikan cukai yang diputuskan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Ada pelarangan iklan rokok, pembesaran peringatan tulisan bergambar, kenaikan cukai, dan kawasan tanpa rokok. Itu adalah pengalaman-pengalaman beberapa negara seperti Thailand, Vietnam juga melakukan itu," beber Lisda.

Kenaikan harga rokok tak mampu tekan angka anak perokok

Lisda memandang revisi PP 109/2012 sangat perlu menyusul belum ada aturan yang melarang penjualan rokok batangan. Dengan kenaikan cukai pun, rokok selalu mudah diakses anak-anak dan remaja karena bisa dibeli secara ketengan.

Revisi juga dianggap perlu karena Keppres yang dikeluarkan presiden sebelumnya tak kunjung merevisi PP 109/2012 sampai habis masa. Padahal, revisi PP ini sudah pernah dibahas sebanyak 8 kali antar kementerian pada tahun 2018-2019.

Di tahun yang sama, prevalensi perokok anak naik menjadi 9,1 persen. Dengan demikian, target menurunkan prevalensi perokok anak menjadi 5,4 persen dalam RPJMN 2015-2019 menjadi gagal.

Oleh karena itu, perlu ada keinginan kuat pemerintah agar PP 109/2012 cepat direvisi.

Baca juga: Jokowi: Larangan Jual Rokok Batangan untuk Jaga Kesehatan Masyarakat

"Yang menjadi sangat penting adalah ada keinginan pemerintah untuk melindungi anak-anak, untuk menurunkan prevalensi perokok anak. Karena kalau niatnya cuma sebelah, hanya Kemenkes saja yang berniat tapi kementerian lain tidak mendukung, ya tidak akan pernah terjadi," ungkap Lisda.

Di sisi lain Lisda tidak memungkiri, akan ada tarik ulur ada kementerian/lembaga dalam proses revisi PP.

Halaman:


Terkini Lainnya

Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com