JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan saat ini lebih dari 70 persen penjual rokok batangan atau ketengan berada di sekitar kawasan sekolah.
Hal itu yang menjadi salah satu alasan Kemenkes memprakarsai revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan buat menekan tingkat perokok remaja.
Nadia menjelaskan, prevalensi merokok pada remaja usia 10-18 tahun terus meningkat.
Saat ini, terjadi peningkatan sebesar 9 persen dan diperkirakan akan kembali meningkat sebesar 15 persen pada tahun 2024.
Baca juga: Wapres Sebut Rokok Batangan Banyak Dibeli Anak-anak
Remaja usia 10-18 tahun ini banyak membeli rokok ketengan.
Berdasarkan penjelasan Nadia, sebanyak 71 persen remaja membeli rokok ketengan. Saat membeli pun, mayoritas tidak ada larangan untuk membeli rokok ketengan.
"78 persen terdapat penjualan rokok di sekitar sekolah dan mencantumkan harga (jual) ketengan," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi, kepada Kompas.com, Selasa (27/12/2022).
Nadia mengatakan, revisi dilakukan untuk menekan tingkat perokok remaja yang terus meningkat.
Baca juga: Jokowi: Larangan Jual Rokok Batangan untuk Jaga Kesehatan Masyarakat
Adapun Kemenkes merupakan kementerian yang memprakarsai revisi PP 109/2012 tersebut.
"Semua ini (untuk) menurunkan upaya merokok pada usia 10-18 tahun yang terus meningkat," kata Nadia.
Nadia menyebut, upaya pengendalian zat tembakau melibatkan lintas sektor.
Nantinya, revisi PP akan meliputi pelarangan penjualan rokok batangan; pelarangan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi; dan penegakan penindakan.
Baca juga: Pemerintah Bakal Larang Jual Rokok Ketengan, Kemenkes: Untuk Tekan Perokok Usia 10-18 Tahun
Kemudian, pengawasan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang, dan media teknologi informasi; ketentuan mengenai rokok elektrik; dan penambahan luas persentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau.
"Juga termasuk kebijakan fiskal terkait kenaikan cukai rokok," jelas Nadia.
Saat ini kata Nadia, persentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk rokok mencapai 40 persen.
Sedangkan di luar negeri, luas peringatan mencapai 80 persen.
Baca juga: Pemerintah Akan Revisi PP untuk Larang Jual Rokok Batangan dan Atur Rokok Elektrik
"Di negara lain 80 persen. Harapan kita (iklan rokok tidak ditampilkan di TV), seperti itu," jelas Nadia.
Sebagai informasi, rencana perubahan revisi PP 109/2012 itu tertuang dalam lampiran Keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 yang diteken Presiden Joko Widodo pada Jumat (23/12/2022).
Pada 2021, Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia pernah menyampaikan usul agar pemerintah melarang penjualan rokok secara ketengan alias batangan demi menekan tingkat prevalensi perokok aktif di Indonesia.
Berdasarkan hasil kajian PKJS UI, intensitas merokok tidak berkurang selama pandemi, bahkan di kalangan keluarga berpendapatan rendah yang terdampak Covid-19.
Baca juga: Rokok Ketengan Dilarang, Omzet Pedagang Kecil Bisa Turun 30 Persen
Hasil penelitian menemukan, 50,8 persen laki-laki dewasa atau suami responden yang mengikuti survei mengaku beralih (shifting) ke rokok dengan harga yang lebih murah alih-alih mengurangi intensitas.
(Penulis : Fika Nurul Ulya | Editor : Dani Prabowo)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.