SAYA tidak tahu persis apa alasan PGI dan KWI mengambil tema Natal tahun ini dari potongan kalimat, "pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain" (Mat 2:12b).
Potongan itu diambil dari kisah Matius yang masyhur mengenai kedatangan orang Majus dari Timur.
Tak perlu mengulang cerita Matius itu, karena kisahnya sudah sangat terkenal dan menginspirasi banyak lukisan maupun karya sastra. Juga menggelitik imajinasi ilmiah soal "bintang Betlehem" yang konon menandai tempat di mana keluarga kudus Nazaret bermukim, sehingga para Majus dapat menemukan mereka.
Imajinasi yang dikembangkan Matius memang luar biasa. Dan sampai sekarang banyak orang masih terpesona dengannya.
Misalnya, ketika Universitas Groeningen merayakan dies natalis-nya ke-400 tahun, mereka menyelenggarakan tiga hari seminar khusus soal bintang Betlehem yang mengundang para ahli astronomi maupun sejarawan.
Konon itu dilakukan sembari merayakan buku Johannes Kepler, terbit pada 1614, berjudul "De vero anno quo aeternus deus filius humanam naturam in utero benedictae Virginis Mariae assumpsit", yang memberi tebakan ilmiah soal bintang Betlehem!
Seberapa benar tebakan ilmiah tadi sama sekali tidak menarik perhatian saya. Sebab, saya yakin, Matius tidak bermaksud membuat laporan jurnalistik soal kedatangan para Majus. Bahkan sampai sekarang kita tidak tahu persis siapa para Majus yang dimaksud Matius.
Bagi saya, kisah Matius itu justru membuka alternatif pemaknaan lain yang lebih gayut, jika kita memperhatikan beberapa rinciannya. Saya ingin melihatnya sebagai pewartaan "subversif" Matius.
Tanpa perlu masuk ke dalam rinciannya, tiga hal ini dapat membantu kita menemukan sifat "subversif" dalam kisah Matius.
Pertama, perhatikan bagaimana Matius mengisahkan justru orang asing, yakni para Majus yang non-Yahudi, yang dapat memahami makna bayi yang baru dilahirkan.
Melalui kepekaan membaca tanda-tanda alam, mereka paham siapa sesungguhnya "raja orang Yahudi" (istilah yang hanya dipakai Matius!) yang baru dilahirkan.
Dan berkaitan dengan itu, kedua, orang-orang Yahudi sendiri, terutama para ahli agama dan pemegang kuasa, justru ingin menyingkirkan bayi Yesus yang dianggap jadi ancaman status quo.
Bagi Herodes, pertanyaan para Majus jelas memukul posisinya sebagai penguasa, sehingga ia merasa perlu mengundang para imam kepala dan ahli-ahli Taurat.
Mereka sadar, melahiran bayi yang disebut "raja orang Yahudi" itu akan mengguncang ke(ny)amanan yang selama ini dinikmati.
Akhirnya, ketiga, Matius mengisahkan para malaikat yang memberi tahu para Majus (non-Yahudi!) untuk mengambil "jalan lain", dan mereka mematuhinya.