Mungkin kalau perbedaan pilihan politik hanya sampai pada tataran beda sudut pandang atau argumentasi, masih bisa dimaklumi. Karena memang demokrasi menginginkan adanya diskursus dewasa oleh setiap warga negara.
Tetapi kalau sampai terjadi kekerasan, itu yang berbahaya bagai keberlangsungan demokrasi itu sendiri.
Sikap fanatisme tidak hanya fanatik kepada tokoh atau partai tertentu, untuk kasus Indonesia fanatisme lebih cenderung dilakukan karena agama.
Amanah Nurish (LIPI,2019) menyebutkan bahwa fenomena keagamaan masyarakat Indonesia yang semakin hari cenderung semakin bersifat sektarianisme dan hal itu berdampak pada aksi intoleransi hingga aksi kekerasaan atas nama agama.
Artinya bisa saja dalam ruang-ruang kampanye politik, agama dipergunakan sebagai jembatan untuk menarik simpati publik.
Sebenarnya elite politik tahu bahwa agama adalah bingkisan istimewa bagi publik. Sehingga bingkisan itu mudah untuk dibeli dan dipertaruhkan di ruang-ruang publik.
Hasilnya memang sangat menguntungkan jika agama dijadikan bingkisan jualan untuk mendapat kekuasaan.
Kalau elite tetap memakai agama untuk meningkatkan fanatisme publik, kita perlu melawan itu dengan cara menolak diskursus agama dalam setiap tindakan politik.
Agama di satu sisi memang bisa menyelesaikan masalah publik, tetapi tidak berarti agama menjadi panglima untuk menyelesaikan setiap persoalan publik.
Kita jangan terjebak lagi pada orientasi-orientasi sektarianisme yang pada akhinya meremukkan semangat demokrasi.
Fanatisme sebaiknya difokuskan kepada adu data dan gagasan. Di satu titik, cara ini lebih moderat dalam menumbuhkan partisipasi politik rasional.
Isu-isu sosiologis dan emosional sebaiknya dijauhkan dulu dalam momen pemilu untuk mencegah terjadinya konflik horizontal.
Refleksi agar tidak terjebak pada fanatisme terhadap tokoh dan partai atau fanatisme sektarianisme perlu dilakukan oleh elite dalam kampanye-kampanye politiknya.
Elite politik jangan hanya menggunakan demokrasi saat ini untuk menggendutkan rekening pribadi, tetapi harus sampai pada titik menyadarkan masyarakat Indonesia.
Boleh berkompetisi, asalkan masyarakat tercedaskan. Dengan begitu negara Indonesia mampu eksis tanpa lagi terjebak pertengkaran di ruang-ruang privat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.