JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari bersama puluhan tokoh nasional mengimbau agar Pemilu tahun 2024 tidak boleh dicurangi.
Sebab, asas konstitusional Pemilu berdasarkan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 adalah pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Dalam penyelenggaraan asas konstitusional Pemilu itu, KPU, Bawaslu, dan DKPP harus menjalankan prinsip penyelenggaraan Pemilu berdasarkan Pasal 3 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Prinsip itu adalah mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, akuntabel, proporsional, profesional, dan efisien.
"Pemilu tidak boleh dicurangi. Saat berita kecurangan verifikasi faktual partai politik yang melibatkan penyelenggara Pemilu menyeruak, maka asas dan prinsip penyelenggaraan Pemilu telah ternodai," kata Feri Amsari dalam siaran pers, Selasa (13/12/2022).
Baca juga: MK Atur Masa Jeda 5 Tahun bagi Eks Napi Nyaleg, KPU: Kami Belum Masukkan di Syarat Caleg DPD
Feri mengungkapkan, tahapan verifikasi faktual ini penting dalam menata partai jadi lebih baik dan berkualitas. Sebab, verifikasi merupakan tahapan yang memastikan kebenaran administrasi terpenuhinya syarat menjadi peserta Pemilu.
Jika syarat tidak terpenuhi, maka partai tetap diberikan waktu untuk mengikuti Pemilu berikutnya.
"Selain itu, verifikasi berguna membatasi secara konstitusional peserta Pemilu. Sehingga saat sudah siap mengikuti kontestasi Pemilu, maka pemilih sudah memilih partai yang berkualitas," ujarnya.
Feri mengatakan, kecurangan dalam verifikasi faktual dan administrasi dapat menimbulkan kerugian yang luas. Setidaknya, terdapat tiga kerugian dari praktik curang verifikasi tersebut.
Baca juga: Anggota KPU Daerah Layangkan Somasi ke KPU Pusat, Menduga Ada Kecurangan
Kerugian pertama adalah merusak bangunan demokrasi dan ketatanegaraan. Sebab, Pemilu adalah proses demokrasi penyerahan kedaulatan kepada pemenang, dengan memberikan kewenangan melaksanakan kekuasaan negara.
Tanpa proses yang jujur, maka kekuasaan yang diperoleh dapat dipastikan juga akan menyimpang.
"Orang yang menduduki kekuasaan sesungguhnya bukanlah figur yang sesungguhnya layak berkuasa. Akibatnya, pelaksanaan kekuasaan juga akan penuh kecurangan dan manipulatif," kata Feri.
Kerugian kedua adalah merusak sistem kepartaian. Padahal, partai merupakan wadah mendidik masyarakat dalam memperjuangkan kepentingan politiknya.
Jika partai dikelola secara curang dan tidak profesional, maka pendidikan politik terhadap masyarakat juga akan rusak. Ujungnya, partai gagal jadi wadah demokrasi yang baik.
Baca juga: Jokowi Tolak Usul Penyeragaman Jabatan KPU Daerah pada 2023
Selain itu, menurut Feri, kecurangan itu juga akan merusak sistem penyederhanaan partai.
"Jika kelulusan verifikasi dapat dicurangi, maka tidak dibutuhkan lagi cara-cara yang benar dalam melaksanakan proses demokrasi. Pada titik ini lah kecurangan verifikasi dipastikan berimbas pada tatanan demokrasi kepemiluan kita," ujar Feri.