JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat intelijen dan terorisme Stanislaus Riyanta menilai pelaku pengeboman di Mapolsek Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, bukan lone wolf atau bergerak seorang diri, melainkan bentuk adaptasi kelompok teroris yang memecah diri menjadi unit kecil.
Menurut Riyanta, aksi pengeboman yang dilakukan Agus diyakini tidak lepas dari bantuan kelompoknya yang diduga Jamaah Ansharut Daulah (JAD), setelah dia bebas dari penjara pada September 2021.
Agus merupakan mantan narapidana terorisme kasus bom Cicendo pada 2017.
"Itu bukan lone wolf. Ada jaringannya, itu JAD. Maka kita harus hati-hati. Dia jelas JAD ini yang perlu dipahami," kata Riyanta dalam program Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, seperti dikutip pada Kamis (8/12/2022).
Baca juga: Pelaku Bom Bunuh Diri di Bandung Pakai Bom Panci, Diduga Berisi Proyektil Paku
Riyanta mengatakan, kelompok teroris saat ini memecah diri menjadi lebih kecil buat menghindari pengawasan aparat penegak hukum.
Maka dari itu, menurut Riyanta, dengan strategi itu ada kelompok teroris yang terbentuk dari satu keluarga.
"Perlu dilihat sekarang ini ada adaptasi kelompok radikal. Bahkan memecahkan diri jadi kelompok-kelompok kecil, bahkan jadi sel keluarga," ujar Riyanta.
"Agus kemarin itu memecah dari jaringan, adaptasi. Jadi ini Ini bukan lone wolf, tapi bentuk adaptasi gerakan," lanjut Riyanta.
Baca juga: Bom Bunuh Diri di Astanaanyar, Pelaku Bawa Dua Bom, yang Meledak Ditempel di Tubuh
Riyanta menilai dugaan alasan Agus melakukan aksi pengeboman dengan alasan menolak Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bukan yang utama.
Pada sebuah sepeda motor yang diduga dikendarai Agus menuju tempat kejadian perkara terpampang tulisan yang menyatakan tidak sepakat dengan KUHP dan ajakan untuk memerangi aparat penegak hukum.
DPR mengesahkan RKUHP yang sudah dibahas selama 59 tahun melalui rapat paripurna di Jakarta pada Selasa (6/12/2022).
Menurut polisi, Agus yang sudah selesai menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan terkait kasus bom Cicendo pada 2017 masih berstatus risiko tinggi.
Baca juga: Bom Bunuh Diri Astanaanyar Bandung, BNPT Lakukan Evaluasi
Sebab, Agus dinilai masih bersikap keras dan memegang teguh prinsip kelompok radikal.
Menurut Riyanta, mantan narapidana terorisme yang masih dianggap berisiko tinggi ketika bebas dan kembali ke masyarakat seperti Agus seharusnya pergerakannya diawasi sangat ketat.
"Biar tidak kembali ke kelompoknya. Karena pelaku keras itu, kalau dia dikembalikan ke masyarakat dan ditolak, kembali ke kelompoknya," kata dia.