JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, sudah seharusnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) melepaskan diri dari relawan ketika sudah terpilih.
Menurutnya, Jokowi selaku presiden juga tak perlu melibatkan diri dengan kegiatan relawan.
"Sudah waktunya Presiden memisahkan diri dari relawan sejak terpilih, dan tidak melibatkan diri pada aktifitas relawan. Itu seharusnya aktivitas yang cukup dilakukan kader partai, bukan Presiden," ujar Dedi kepada Kompas.com, Selasa (6/12/2022).
Selain itu, menurutnya, Presiden juga seharusnya tidak memiliki relawan dari sisi etika politik. Terlebih sampai memberikan restu keberadaan relawan.
"Atau bahkan lebih jauh dari itu ikut terlibat dalam kegiatan relawan secara berulang. Itu jelas anomali. Penanda Jokowi tidak memahami posisinya sebagai Presiden," kata Dedi.
Baca juga: Ketua Joman: Relawan Jokowi Terbelah Beberapa Faksi, Ada yang Cari Uang dan Incar Kursi Menteri
"Selain memprihatinkan, ini kemunduran etika kepala negara terburuk sepanjang sejarah Indonesia," ujarnya lagi.
Dedi lantas memberikan contoh saat Presiden ke-2 RI Soeharto berkuasa.
Meskipun Soeharto ketika itu diketahui menguasai Golkar di masanya, tetapi tidak intens bersama Golkar.
"Soeharto pun tidak berkampanye saat masih berstatus Presiden RI," kata Dedi.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, bagi pemilih yang membawa nama besar Jokowi, relawan tidak terbukti efektif.
"Bahkan dalam catatan IPO pada bulan November, hanya 19 persen publik yang akan ikuti pilihan Jokowi. Artinya, relawan hanya soal industri politik, orientasinya ekonomi, bukan perjuangan politik," ujarnya.
Baca juga: Saat Relawan Jokowi Saling Kritik
Oleh karena itu, menurut Dedi, tidak mengherankan jika akhirnya banyak faksi muncul di kalangan relawan.
"Karena memang setiap kelompok akan mencari keuntungan dan kepentingan sendiri-sendiri," kata Dedi.
Sebelumnya, Ketua DPP PDI-P Said Abdullah menganggap relawan yang meminta Presiden Jokowi agar pihak oposisi diserang lewat jalur hukum menakutkan.
Said Abdullah lantas mendesak Jokowi untuk segera meninggalkan relawan yang seperti itu.
Dalam hal ini, Said merespons pernyataan viral Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani yang meminta Jokowi menggunakan jalur hukum untuk pihak yang suka menyerang pemerintah.
Permintaan Benny kepada Jokowi itu disampaikan dalam kegiatan temu kangen relawan Gerakan Nusantara Bersatu di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, pada Sabtu (26/11/2022) lalu.
"Kalau ada relawan yang seperti itu, menakutkan bagi saya. Kalau ada 'relawan' yang seperti itu, tinggalkan saja," ujar Said saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (28/11/2022).
Baca juga: Ketua Jokowi Mania soal Relawan Terbelah: Tadinya Volunteer Sekarang Avonturir
Said kemudian meminta kepada para relawan agar tidak mendorong Jokowi ke tempat yang tidak semestinya.
Ia mengatakan, Jokowi sebagai Presiden punya tugas untuk merawat NKRI dan menyatukan seluruh rakyat Indonesia.
"Kalau ada perbedaan, ada kemudian mengkritik Bapak Presiden, selagi kritiknya proporsional, tidak menghina Bapak Presiden, itu harus diterima," kata Said.
"Tidak bisa relawan meminta Bapak Presiden, atau dia sendiri melawan atau meminta Presiden membikin undang-undang untuk mengkriminalisasi orang yang berbeda. Maka sebenarnya kalau itu dilakukan akan menjerumuskan Bapak Presiden kita," ujarnya lagi.
Untuk itu, Said menekankan bahwa relawan yang meminta izin agar menggempur oposisi itu bukanlah relawan yang pro Jokowi. Sebab, mereka ingin menjerumuskan Jokowi.
Menurutnya, kritik adalah hal yang biasa dalam negara demokrasi. Jika menghina, maka ada jalur hukum yang bisa ditempuh tanpa perlu mendorong Jokowi.
Baca juga: Relawan Jokowi Sodorkan Nama Capres, Immanuel Ebenezer: Ini Relawan atau Calo Ya?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.