Tampaknya, mitigasi bencana—termasuk gempa dan tsunami—memang harus diakui belum menjadi frasa keseharian apalagi praktik yang tertib dijalankan di Nusantara, sebuah negeri yang berada tepat di atas sejumlah patahan lempeng bumi dan memiliki banyak gunung api aktif.
Baca juga: Lagu Pelangi sampai Legenda Nyi Roro Kidul demi Mitigasi Bencana
Pada setiap kali gempa terjadi, hanya keterkejutan yang selalu mengemuka bersama duka mendalam atas jatuhnya korban jiwa dan warga yang terluka serta kerugian harta benda.
Gempa dan mega-tsunami yang meluluhlantakkan Aceh pada 2004, gempa Yogyakarta pada 2006, gempa Padang pada 2009, lalu gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada pengujung Juli 2018 dan berentet sepanjang Agustus 2018, adalah di antara sekian gempa besar dalam abad millenial yang cukup dalam mengguratkan duka bangsa.
Bahkan, belum reda duka dan nestapa atas rentetan gempa di Negeri Seribu Masjid—salah satu julukan untuk NTB—, gempa besar meluluhlantakkan Palu dan Donggala di Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9/2018).
Baca juga: JEO - Esai Foto: Dampak Gempa di Palu dan Donggala dalam Gambar
Sudah begitu, "jeda" sekitar tiga jam dari gempa berkekuatan magnitudo 5,4 yang melanda Palu pada Jumat siang hingga gempa bermagnitudo 7,4 pada Jumat petang di wilayah yang sama seolah tak jadi peringatan bagi jatuhnya ratusan korban jiwa.
Dengan sederet panjang bencana-bencana besar yang pernah terekam dan menggurat duka di Nusantara, terasa sungguh klise ketika jatuhnya begitu banyak korban jiwa di Cianjur akibat gempa pada Senin (21/11/2022) dinyatakan tersebab pusat gempa yang dangkal, struktur bangunan yang tak aman dari gempa, serta permukiman di daerah tanah lunak dan tak stabil.
Baca juga: Mengapa Gempa M 5,6 di Cianjur Sangat Merusak? Ini Penjelasan BMKG
Dengan segenap bela sungkawa dan empati untuk para korban dan keluarganya, literasi dan mitigasi bencana terasa sudah waktunya dinyatakan sebagai kebutuhan darurat yang menjadi prioritas kerja bagi negara dan aparatur pemerintahannya.
Sejatinya, tak hanya Indonesia yang punya tantangan besar alam yang retas dan rawan bencana. Jepang, Amerika Serikat, dan Selandia Baru adalah sebagian contoh negara yang punya masalah sama besarnya soal ini.
Namun, soal kewaspadaan dan upaya meminimalkan korban, Indonesia harus mengakui ketertinggalan. Perbaikan, pembenahan, dan upaya berkelanjutan untuk serius dan nyata menggarap literasi dan mitigasi bencana masih menjadi pekerjaan rumah besar negara ini.
Tentu, ini bila melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia sebagaimana mandat dalam pembukaan UUD 1945 adalah sumpah dan amanah yang disadari akan dituntut pertanggungjawaban.
Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI
Catatan:
Seluruh artikel harian Kompas yang dikutip di tulisan ini dapat diakses publik melalui layanan Kompas Data.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.