JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Majelis Hakim kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menanggapi keberatan yang disampaikan tim penasihat hukum terkait tidak seimbangnya alokasi waktu bertanya yang diberikan oleh majelis hakim kepada jaksa penuntut umum (JPU) dan tim penasihat hukum.
Tim penasihat hukum Sambo dan Putri itu menyampaikan keberatan karena menilai kesempatan menggali informasi kepada saksi yang dihadirkan jaksa tidak seimbang.
Keberatan itu disampaikan melalui surat kepada ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
“Terdapat ketidakseimbangan dalam persidangan klien kami tanggal 1 November dalam hal alokasi yang diberikan oleh Majelis Hakim kepada jaksa penuntut umum dan penasihat hukum,” ucap Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa membacakan keberatan dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2022).
“Saya sampaikan di sini kepada rekan-rekan JPU maupun penasihat hukum sekali lagi kita menggali kebenaran materiil di persidangan ini,” kata dia.
Baca juga: Pengacara Ferdy Sambo Protes Kesaksian Susi Disiarkan Langsung, Hakim: Kami Tidak Tahu Menahu
Hakim Ketua pun memperingati jaksa penuntut umum maupun penasihat hukum dari dua terdakwa itu untuk tidak mengulangi pertanyaan yang sudah ditanyakan.
Hakim Wahyu meminta jaksa dan tim penasihat hukum untuk menggali pertanyaan yang terkait dengan pembuktian dalam dakwaan terhadap para terdakwa.
“Apa yang sudah ditanyakan, mohon tidak ditanyakan berulang. Mohon JPU maupun penasihat hukum pelajari apa yang perlu ditanyakan, silakan tanyakan,” ujar hakim Wahyu.
Dalam kasus ini, Sambo dan Putri didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama dengan Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
“Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja, dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,” papar jaksa saat membacakan dakwaan Eliezer di PN Jakarta Selatan, Selasa (18/10/2022).
Dalam dakwaan disebutkan, Eliezer menembak Brigadir J atas perintah mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) kala itu, Ferdy Sambo.
Baca juga: Gaya Ferdy Sambo saat Sidang Pembunuhan Brigadir J, Pakai Kacamata dan Kemeja Putih
Peristiwa pembunuhan Yosua disebut terjadi akibat cerita sepihak istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi yang mengaku dilecehkan Yosua di Magelang.
Kemudian, Ferdy Sambo marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Yosua yang melibatkan Richard, Ricky, dan Kuat.
Akhirnya, Brigadir J tewas di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.
Atas peristiwa tersebut, Eliezer, Sambo, Putri, Ricky dan Kuat didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Kelimanya terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.
Baca juga: Sidang Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, 10 Orang Saksi Dihadirkan
Khusus Sambo, jaksa juga mendakwa eks Kadiv Propam itu terlibat obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan pengusutan kasus kematian Brigadir J.
Ia dijerat dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.