Jika Anies hanya sebagai pelanjut pembangunan karena tanggungjawab yang telah disematkan publik dalam sebuah elektoral, maka menjadi kewajibannya melanjutkan pembangunan yang tersisa, tertunda atau tak pernah terealisasi untuk dilanjutkan, diwujudkan atau diulang kaji mengikut perubahan sikon.
Padahal kritik nol itu adalah bagian dari kritik atas diri sendiri dari partai lain yang sebelumnya menjadi pengusung jawaranya—dalam hal ini Jokowi yang sebelumnya adalah Gubernur Jakarta yang tidak lain diusung oleh partainya Gembong Warsono.
Ada baiknya untuk berusaha bersikap bijak sebagai politisi, untuk mau berendah hati mengakui apa yang telah diupayakan oleh orang lain sekalipun dalam konteks rivalitas.
Bagaimanapun pencapaian pembangunan Jakarta adalah demi publik. Sekecil apapun hasilnya tetap saja sebuah hasil bukan preseden atau keburukan. Kecuali jika “prestasinya” adalah kejahatan semuanya.
Tentu saja kita berharap, setelah Anies, para pelanjutnya akan melengkapi kerja-kerja yang kurang, tertinggal, belum selesai atau harus dikaji ulang untuk kebaikan semuanya.
Jakarta adalah Indonesia mini, segala persoalan politiknya pun telah menjadi ajang gladi resik bagi pertarungan para parpol sebelum bisa masuk ke pilpres—termasuk 2024 yang akan begitu hot!
Jadi kita maklum pastilah panas kompor gas Pilpres 2024 yang menjadi pemicu makin panasnya persaingan menuju kursi 2024.
Apalagi PDIP-nya Gembong Warsono sedang ngotot mengincar kursi RI 1, sedangkan rivalitas utamanya tidak lain adalah mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan yang belum lama ini dinobatkan oleh Nasdem secara resmi sebagai calon kuatnya.
Ayolah, berusaha berkokok lebih keras, asah taji intelegensianya.
Saya tidak tahu apakah di akhir tulisan ini, saya masih netral atau ada tendensi mengarah ke satu titik pilihan politik tertentu. Anggaplah itu pilihan politik semu.
Namun itulah realitas yang mestinya harus disikapi dengan bijak secara politik. Jika sebenarnya kita yakin suara kriris kita bertendesi sesuatu, akan lebih baik jika diam atau berpolitiklah santun dan bijak.
Itu akan bisa mendulang elektabilitas, bukan menjatuhkan marwah sendiri.
Waspadalah rakyat makin cerdas—sekalipun tengah begitu rapuh setelah hantaman pandemi dan transisi ekonomi setelahnya, apalagi jika benar resesi 2023 akan menghantui kita.
Keep Clean Government, tetaplah damai, jaga demokrasi prosedural sebagai patron politik kita.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.