Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Sebut Sistem yang Dipakai Polisi Buru Harun Masiku Minim Data

Kompas.com - 03/11/2022, 15:41 WIB
Syakirun Ni'am,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut data yang disuguhkan sistem 1-24/7 yang digunakan polisi sangat minim.

Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan, sistem tersebut hanya semacam monitor yang memantau perlintasan manusia. Namun, data tersebut terbatas.

“Ini sebenarnya untuk mengetahui perlintasan saja. Hanya saja data-data ini sangat minim,” kata Karyoto dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Rabu (2/11/2022).

Pernyataan ini Karyoto sampaikan guna menanggapi keterangan Polri yang menyatakan adanya sistem 1-24/7. Sistem itu disebut menjadi salah satu alat untuk memantau buron KPK sekaligus politikus PDI-P, Harun Masiku.

Baca juga: KPK Ngaku Punya Info soal Jejak Harun Masiku

Lebih lanjut, Karyoto mengklaim pihaknya juga tidak akan tinggal diam. Ia mengaku KPK memiliki sejumlah informasi terkait keberadaan politikus PDI Perjuangan itu.

Hanya saja, KPK perlu memastikan apakah informasi tersebut bisa dipercaya atau tidak.

“Kami sudah ada info hanya tinggal, ya paling tidak kita mau cari pendukung-pendukung lain,” ujarnya.

Sebelumnya, Mabes Polri menyatakan masih terus mencari orang-orang yang masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO). Termasuk di antaranya adalah DPO yang ditetapkan lembaga hukum lain seperti Harun Masiku.

Baca juga: Harun Masiku Disebut Bisa Jadi Pintu Masuk untuk Jerat Politisi Lain

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, pencarian ini dilakukan menggunakan struktur Polri dan bantuan stakeholder terkait di dalam negeri.

Selain itu, Polri juga memanfaatkan jaringan di luar negeri. Termasuk di antaranya adalah menggunakan sistem 1-24/7 yang dikemukakan Kadiv Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Brigjen Krishna Murti).

“Polri sampai dengan saat ini secara aktif masih konsisten dan tetap melakukan pencarian terhadap DPO yang dikeluarkan penegak hukum lain, termasuk HM (Harun Masiku) yang DPO-nya diterbitkan oleh KPK,” Dedi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (3/11/2022).

“Termasuk dengan menggunakan sistem sebagaimana yang disampaikan oleh Kadivhubinter (Brigjen Krishna Murti),” tambahnya.

Baca juga: Daftar Buronan KPK, Mardani Maming, dan Jejak Harun Masiku

Sebagai informasi, Harun Masiku masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) KPK pada 26 Januari 2021.

Harun merupakan tersangka dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.

Politikus PDIP ini diduga menyuap Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta. Suap diberikan agar ia ditetapkan sebagai anggota DPR.

Harun Masiku merupakan caleg PDI-P dari Sumatera Selatan. Dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 itu Harun menempati urutan keenam.

Baca juga: 900 Hari Harun Masiku Buron, Upaya Apa Saja yang Dilakukan KPK untuk Menangkapnya?

Caleg urutan nomor satu, Nazarudin Kiemas meninggal dunia.

Harun kemudian diduga menyuap agar diajukan sebagai anggota DPR menggantikan adik Taufik Kiemas, suami Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Saat ini, Wahyu Setiawan telah dijatuhi vonis 6 tahun penjara yang kemudian diperberat menjadi 7 tahun oleh hakim Mahkamah Agung (MA).

Sementara, keberadaan Harun Masiku belum diketahui.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com