Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan, sistem tersebut hanya semacam monitor yang memantau perlintasan manusia. Namun, data tersebut terbatas.
“Ini sebenarnya untuk mengetahui perlintasan saja. Hanya saja data-data ini sangat minim,” kata Karyoto dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Rabu (2/11/2022).
Pernyataan ini Karyoto sampaikan guna menanggapi keterangan Polri yang menyatakan adanya sistem 1-24/7. Sistem itu disebut menjadi salah satu alat untuk memantau buron KPK sekaligus politikus PDI-P, Harun Masiku.
Lebih lanjut, Karyoto mengklaim pihaknya juga tidak akan tinggal diam. Ia mengaku KPK memiliki sejumlah informasi terkait keberadaan politikus PDI Perjuangan itu.
Hanya saja, KPK perlu memastikan apakah informasi tersebut bisa dipercaya atau tidak.
“Kami sudah ada info hanya tinggal, ya paling tidak kita mau cari pendukung-pendukung lain,” ujarnya.
Sebelumnya, Mabes Polri menyatakan masih terus mencari orang-orang yang masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO). Termasuk di antaranya adalah DPO yang ditetapkan lembaga hukum lain seperti Harun Masiku.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, pencarian ini dilakukan menggunakan struktur Polri dan bantuan stakeholder terkait di dalam negeri.
Selain itu, Polri juga memanfaatkan jaringan di luar negeri. Termasuk di antaranya adalah menggunakan sistem 1-24/7 yang dikemukakan Kadiv Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Brigjen Krishna Murti).
“Polri sampai dengan saat ini secara aktif masih konsisten dan tetap melakukan pencarian terhadap DPO yang dikeluarkan penegak hukum lain, termasuk HM (Harun Masiku) yang DPO-nya diterbitkan oleh KPK,” Dedi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (3/11/2022).
“Termasuk dengan menggunakan sistem sebagaimana yang disampaikan oleh Kadivhubinter (Brigjen Krishna Murti),” tambahnya.
Sebagai informasi, Harun Masiku masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) KPK pada 26 Januari 2021.
Harun merupakan tersangka dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.
Politikus PDIP ini diduga menyuap Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta. Suap diberikan agar ia ditetapkan sebagai anggota DPR.
Harun Masiku merupakan caleg PDI-P dari Sumatera Selatan. Dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 itu Harun menempati urutan keenam.
Caleg urutan nomor satu, Nazarudin Kiemas meninggal dunia.
Harun kemudian diduga menyuap agar diajukan sebagai anggota DPR menggantikan adik Taufik Kiemas, suami Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Saat ini, Wahyu Setiawan telah dijatuhi vonis 6 tahun penjara yang kemudian diperberat menjadi 7 tahun oleh hakim Mahkamah Agung (MA).
Sementara, keberadaan Harun Masiku belum diketahui.
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/03/15412021/kpk-sebut-sistem-yang-dipakai-polisi-buru-harun-masiku-minim-data