Kredibilitas putusan semacam ini menjadi tanda tanya sebagaian masyarakat, dan bahkan masyarakat menjadi skeptis atas putusan mahkamah.
Mahkamah Konstitusi telah mengakomodasi conflict of interest antara kepentingan negara dan kepentingan politik kekuasaan.
Mahkamah mencoba menciptakan harmonisasi jabatan dan kepentingan (baca: jabatan untuk kepentingan). Para petualang capres atau cawapres setuju atau tidak, menjadikan instrumen kekuasaan untuk memuluskan tujuannya.
Beberapa Ketua umum Partai juncto menteri Kabinet era Jokowi-Ma'ruf, langsung atau tidak langsung dapat menggunakan instrumen jabatan untuk menggalang dukungan politik tahun 2024.
Pergerakan menteri yang juga bakal calon presiden atau wakil presiden akan menimbulkan abuse of power. Akan terjadi penyelewenangan, penyimpangan pelanggaran hukum yang dilakukan dengan kapasitas resmi.
Mobilisasi kementerian bisa terjadi secara besar-besaran dalam pemilu 2024 dengan putusan Mahkamah ini.
Dengan rendahnya moralitas elite dan tingginya nafsu kekuasaan, tidak akan menutup kemungkinan Kementerian akan menjadi lembaga untuk memuluskan jalanya pencapresan para menteri.
Akhirnya kita akan menyaksikan pertarungan pilpres 2024 akan lahir faksi baru, yaitu kementerian atau dalam bahas Koran Tempo (2/112022) "Calon Presiden Jalur Menteri".
Jabatan menteri akan menjadi batu loncatan bagi ketua umum parpol untuk mendapatkan mewujudkan keinginannya menjadi calon presiden.
Juga, faksi jalur menteri ini bukan tidak mungkin seperti dissenting opinion Hakim Mahkamah Saldi Isra dalam putusan Nomor 68/PUU-XX/2022, mengenai pengujian pasal 170 ayat (1) tersebut.
Saldi dalam pendapatnya yang berbeda dengan putusan Mahkamah itu melihat anomali kalau menteri tidak mundur dari jabatannya ketika mencalonkan diri sebagai presiden.
Bagi Saldi, akan terjadi rivalitas yang cukup serius apabila menteri tidak berhenti jabatannya. Rivalitas antara presiden dan menteri, maupun rivalitas antarkementerian.
Kekhawatiran akan munculnya faksi antarkementerian, dengan alasan terjadinya mobilisasi Vs mobilisasi dalam internal menteri kabinet dengan menggunakan jabatan kementrian yang mereka kuasai.
Hal ini dapat menciptakan instabilitas pemerintahan, bahkan kementrian Vs kementerian akan membelah pemerintah (divided goverment).
Karena itu, putusan mahkamah konstitusi bukan hanya tunggangan partai politik, tetapi juga akomodasi dalam arti menghalalkan adanya kemungkinan penggunaan jabatan untuk kepentingan politik electoral (konflik kepentingan).
Pada akhirnya terjadilah abuse of power, lembaga kementerian menjadi kendaraan politik para kandidat yang mengakibatkan pilpres berjalan tidak adil (unfair election).
Pada akhirnya, dengan putusan MK ini, rakyat yang dirugikan. Kementerian yang seharusnya berpikir bagaimana melayani rakyat, akhirnya melayani kepentingan dan hasrat politik para menteri yang ingin menjadi presiden dan wakil presiden.
Pembangunan akan terhenti, program presiden melalui kementerian terkait tidak jalan.
Lalu siapa yang rugi? Kita semua akan mengalami kerugian. Bangsa ini tidak pernah lagi punya kesempatan untuk memikirkan pembangunan. Para elite akan sibuk memikirkan kekuasaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.