Polri tidak bisa bekerja sendiri. Polri memerlukan saran, nasihat, dan dukungan luas dari masyarakat.
Kedua, kedatangan Kapolri ke pesantren dengan mengenakan peci mengandung makna tersendiri.
Mengenakan peci ketika menemui ulama bukan saja soal etika kunjungan. Sebagai seorang Nasrani, “peci kapolri” seakan mengirim pesan keterbukaan. Kapolri ingin menghilangkan sekat-sekat primordial dan prasangka yang tak berdasar.
Posisinya sebagai non-Muslim tidak memengaruhi profesionalisme Kapolri dalam menjalankan tugas negara.
Di Indonesia, peci memang menjadi simbol keagamaan Islam. Orang biasa mengenakannya ketika beribadah dan melakukan aktivitas keagamaan.
Namun peci juga telah menjadi simbol nasional dan kebangsaan. Di dalam berbagai kegiatan resmi kenegaraan, peci digunakan tidak hanya oleh Muslim, tetapi juga oleh non-Muslim.
Dalam konteks ini, peci telah menjadi simbol nasionalisme. Simbol kebersamaan bagi setiap anak bangsa yang mencintai negerinya.
Di luar makna positif silaturahmi ini, Kapolri tetap harus melangkah beyond simbol. Langkah-langkah yang lebih kongkret perlu dilakukan untuk membenahi instusi Kepolisian.
Apa yang menimpa Polri beberapa bulan terakhir, mencerminkan belum tuntasnya reformasi birokrasi di tubuh Kepolisian.
Kapolri dituntut untuk mengembalikan marwah dan martabat Kepolisian, sebagai ujung tombak tegaknya negara hukum yang demokratis dan berkeadilan.
Hal ini sangat penting agar jargon Polri Presisi tidak berjalan jauh panggang dari api. Mari kita dukung bersama!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.