Bermodalkan rekomendasi Syahrir, Frank menugaskan Sudarso meminta surat ke Andi Putra. Mereka meminta kebun kemitraan PT AA di Kampar bisa disetujui sebagai kebun kemitraan.
Sudarso kemudian menemui Andi Putra dan permohonan itu pun disetujui. Namun, Andi menyatakan terdapat kebiasaan memberikan uang sebesar Rp 2 miliar.
Baca juga: Kasus Korupsi, Mantan Bupati Kuansing Andi Putra Divonis 5,7 Tahun Penjara
Bayaran itu untuk pengurusan surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan terhadap 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA).
“Untuk perpanjangan HGU yang seharusnya di bangun di Kabupaten Kuantan Singingi dibutuhkan minimal uang Rp 2 miliar,” kata Firli.
Sudarso dan Andi kemudian diduga menyepakati pemberian uang Rp 2 miliar tersebut.
Sudarso kemudian menyerahkan uang Rp 500 juta kepada Andi pada September 2021 sebagai tanda kesepakatan.
“Pada 18 Oktober 2021, SDR diduga kembali menyerahkan kesanggupannya tersebut kepada Andi Putra dengan menyerahkan uang sekitar Rp 200 juta,” ujar Firli.
Baca juga: Usut Dugaan Suap HGU, KPK Geledah Kanwil BPN Provinsi Riau
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Sudarso dan Frank Wijaya sebagai tersangka pemberi suap. Sementara itu, Syahrir menjadi tersangka penerima suap.
Saat ini, Sudarso dan Andi Putra tengah menjalani masa hukuman di Lapas Kelas I A Sukamiskin, Bandung Jawa Barat.
KPK telah menahan Frank Wijaya selama 20 hari ke depan, terhitung 27 Oktober hingga 15 November di Rutan Polres Jakarta Selatan.
Sementara itu, Syahrir belum ditahan karena tidak memenuhi panggilan penyidik KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.