JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria membantah keterangan saksi AKBP Ari Cahya (Acay) yang mengaku tak mendengar perintah keduanya untuk melakukan "skrining" CCTV sekitar rumah dinas Ferdy Sambo.
Keduanya diketahui menjadi terdakwa dalam perkara obstruction of justice/perintangan penyidikan pembunuhan berencana Brigadir J dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2022).
Sebelumnya dalam persidangan, Acay berulang kali mengaku lupa dan tidak tahu soal instruksi itu, yang sebelumnya diungkapkan Hendra kepada penyidik dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Baca juga: AKBP Acay Ngaku Tak Tahu Rumah Eks Kasatreskrim Polres Jaksel, Jaksa: Jangan Bohong
"Di tanggal 9 (Juli 2022) itu, menggunakan handphone terdakwa Agus, dengan kata-kata yang jelas saya sampaikan skrining itu," ungkap Hendra kepada majelis hakim.
Menurut Hendra, instruksi itu sudah didengar oleh Acay yang saat itu mengaku sedang berada di Bali, sebab Acay menanggapi dengan mengatakan akan menyiapkan anggotanya untuk itu.
Hendra lalu menanggapi jawaban itu dengan meminta Acay berkoordinasi dengan Agus.
"Kalau dikoordinasikan berarti kan sudah ada perintah itu. Perintah yang saya jelaskan tadi, bahwa sudah dilaksanakan belum perintah Pak FS?" kata dia.
Baca juga: Acay Mengaku Tak Mendengar Permintaan Hendra soal Cek CCTV di Rumah Dinas Sambo
Acay merupakan Kepala Unit I Sub Direktorat III Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal (Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim) Polri yang mengakui sempat diminta datang oleh Sambo pada hari yang sama setelah Brigadir J dibunuh.
Ia juga mengakui sempat bertemu dengan Hendra di rumah dinas Sambo itu.
Acay mengaku memang banyak berurusan dengan CCTV dalam perkara-perkara pidana yang ditangani polisi.
Pernyataan Hendra juga dikonfimasi Agus. Ia bersikeras, bahwa perintah kepada Acay sudah jelas dan tersampaikan.
Baca juga: Di Sidang Kasus Sambo, AKBP Acay Bantah Jadi Penyidik Kasus Km 50
"Saya cuma menyatakan, 'Cay, perintahnya sudah jelas belum?'" ujar Agus.
"Saksi (Acay) mengatakan, 'Siap, sudah, Bang. Nanti ada anggota kami berkoordinasi'," sambungnya.
Sementara itu, Acay yang berstatus saksi itu mengaku tetap pada keterangannya semula.
Acay mengaku sedang berada di Tol Bali Mandara ketika dihubungi Hendra dan Agus, sehingga suara yang ia dengar saat dihubungi tak begitu jelas karena sinyal yang cukup sulit.
Ia tak menepis kemungkinan bahwa Hendra ataupun Agus sempat menyampaikan instruksi itu, namun ia tak mendengar karena faktor kesulitan sinyal.
Baca juga: Ekspresi Tak Biasa Sambo Usai Brigadir J Tewas, AKBP Acay: Wajahnya Memerah, Merokok Sendirian
Acay mengeklaim bahwa ia mengirim anggotanya, Irfan Widyanto, untuk berurusan dengan Hendra dan Agus karena ia sedang berhalangan untuk hadir.
Sebagai informasi, Hendra dan Agus didakwa jaksa telah melakukan perintangan proses penyidikan pengusutan kematian Brigadir J bersama Ferdy Sambo, Arif Rahman, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Irfan Widyanto.
Tujuh terdakwa dalam kasus ini dijerat Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Mereka disebut jaksa menuruti perintah Ferdy Sambo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri untuk menghapus CCTV di tempat kejadian perkara (TKP) lokasi Brigadir J tewas.
Baca juga: Ferdy Sambo Telepon Ari Cahya Usai Brigadir J Tewas, Minta Bantu Angkat Jenazah
“Perbuatan terdakwa mengganggu sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya,” papar jaksa membacakan surat dakwaan dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Rabu lalu.
Selanjutnya, para terdakwa juga dijerat dengan Pasal 48 jo Pasal 32 Ayat (1) UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Para terdakwa sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik,” lanjut jaksa.
Selain itu, sejumlah anggota polisi yang kala itu merupakan anak buah Sambo juga dijerat dengan Pasal 221 Ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Para terdakwa turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang- barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang,” tutur jaksa.
Jaksa memaparkan, perintangan proses penyidikan itu diawali adanya peristiwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022. Akibat kejadian di rumah Dinas itu, Sambo menghubungi Hendra Kurniawan yang merupakan anak buahnya untuk datang ke rumah dinasnya dengan niat menutupi fakta yang sebenarnya.
Berdasarkan dakwaan yang dibacakan jaksa, Sambo lantas merekayasa cerita bahwa terjadi tembak menembak antara Richard Eliezer atau Bharada E dengan Brigadir J di rumah dinasnya yang menyebabkan Brigadir J tewas. Singkatnya, Sambo memerintahkan Hendra Kurniawan untuk melakukan segera menghapus dan memusnahkan semua temuan bukti CCTV yang dipasang di lingkungan Komplek Polri, Duren Tiga, setelah pembunuhan Brigadir J.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.