Kebebasan yang sejati adalah bebas untuk, ketika seseorang masih berkutat dengan bebas dari maka sejatinya belum merdeka.
Pertanyaannya adalah apakah kemudian sebagai bangsa kita sudah sungguh-sungguh bebas untuk melakukan apapun atau masih dibayangi dengan kapitalisme global dan kekuatan asing lainnya yang mengendalikan kebijakan-kebijakan dalam negeri?
Kebebasan menjadi pilar utama demokrasi. Ketika dalam praktik berdemokrasi masih kita dapati ada orang atau kelompok tertentu mendominasi kebenaran dan memaksakan kebenaran yang diyakininya kepada orang lain, maka sesungguhnya demokrasi sudah mati.
Bahkan yang memprihatinkan kemudian adalah ketika ada komunitas keagamaan yang begitu bersemangat melakukan takfirisasi (mengkafirkan yang lain) dan menganggap sesat bagi yang tidak sejalan, maka sejatinya mereka sudah mengambil otoritas Tuhan. Ya, banyak orang dan barangkali golongan hari ini sudah pada berebut jadi Tuhan.
Atau setidaknya kita dalam banyak hal sudah terjebak dan bahkan menjebakkan diri bertindak laiknya malaikat pencatat amal bagi orang lain.
Idealnya kita disibukkan dengan muhasabah atau introspeksi diri, bukan justru kepo menilai dan menghakimi yang bukan menjadi kewenangan dan otoritasnya.
Semangat kebersamaan dan kebebasan yang digelorakan oleh para Pemuda 94 tahun yang lalu hendaknya harus kita pupuk terus menerus agar menjadi energi positif untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang bermartabat dan disegani dalam dunia global internasional.
Sudah saatnya kita berpikir untuk kemajuan bangsa dan tidak menjebakkan diri ke dalam kubangan sentimen mayoritas minoritas atau politik belah bambu yang berusaha untuk membelah rakyat.
Masyarakat sudah cukup lelah menghadapi berbagai beban kehidupan, janganlah dihadapkan dengan persoalan-persoalan politik rendahan dengan membuat polarisasi di tengah masyarakat dengan politik identitas dan semacamnya.
Pluralitas dan keberagaman identitas merupakan keniscayaan. Yang perlu kita lakukan bersama adalah saling menghormati apapun keputusan politik yang diambil oleh pemilik otoritas.
Tidak elok saling menilai antarkompetitor, fokuslah dengan apa keunggulan masing-masing karena menurut hemat saya anak bangsa negeri ini sudah semakin cerdas dan hendaknya marilah kita bangun dan hadapi tahun politik ke depan dengan politik yang beradab.
Berbeda adalah keniscayaan, ada Jong Java, Jong Soematra, Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten, Jong Batak Bond, Jong Celebes, Pemoeda Kaum Betawi dan Perhimpoenan Peladjar Indonesia. Karena keberagaman itulah lahir Indonesia.
Dan hendaknya Indonesia harus kita rawat menjadi negara bangsa yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darahnya dengan semangat keadilan tanpa diskriminasi dan tirani dan intimidasi oleh kelompok tertentu atas yang lain, apalagi dilakukan oleh negara–dan semoga tidak akan terjadi– yang mestinya menjadi pelindung dan pemersatu bagi segenap anak bangsa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.