Penggunaan kekerasaan dan senjata tajam untuk pembunuhan, judi online, narkotika, gas air mata dan berbagai perilaku anarki Polisi merupakan persoalan besar yang dihadapi oleh negara.
Hal ini dikarenakan Polisi merupakan simbol konstitutional dari rasa aman bagi warga negara. Ketika Polisi telah menggunakan kekerasan dengan sewenang-wenang, maka di sanalah kedaulatan warga negara dengan status civilisnya menjadi terancam.
Di sinilah konsep perlindungan hak asasi manusia sebagai bagian dari hak naturalis menjadi perlu untuk dipertahankan.
Polisi telah diberikan mandat sebagai satu-satunya entitas yang dapat berkeliaran membawa senjata dan kekerasan di lingkungan warga.
Polisi telah diberikan beragam keistimewaan oleh konstitusi dan perundangan untuk melakukan represi dengan imunitas.
Hak atas Rasa Aman ini yang dijamin dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”
Dalam pemenuhan hak ini, negara harus secara aktif dalam menjamin hak terhadap rasa aman, dengan memberikan perlindungan kepada warga negara.
Absennya negara dalam memberikan rasa aman merupakan pelanggaran HAM. Terlebih, anarkisme Polisi sebagai perwakilan negara yang mempertontonkan ancaman kekerasaan demi kepentingan pribadi dan kelompok dapat dimaknai sebagai bentuk dari penyimpangan terhadap amanah konstitusi.
Amanah besar yang dimiliki institusi kepolisian dan kekuasaan besar yang dimilikinya terhadap kekerasan dan alat kekerasan seharusnya berimplikasi terhadap jelas dan tegasnya pembatasan serta kontrol terhadap berbagai aktivitasnya.
Apalagi pascaamandemen UUD 1945, polisi semakin mendapatkan posisi tinggi dan strategis. Maka pembatasan dan kontrol terhadap institusi ini harus semakin efektif.
Pembatasan dan kontrol ini secara konteks sosial juga menjadi sangat relevan, karena perubahan zaman yang semakin kompleks.
Perubahan nilai-nilai yang ada di masyarakat serta kemajuan teknologi informasi membuat semua proses pelayanan mau tidak mau menjadi sangat terbuka.
Semua peristiwa yang melibatkan Kepolisian dengan cepat akan menarik perhatian dan penilaian publik.
Sehingga tidak ada ruang bagi Polri untuk tidak transparan, karena publik sudah memiliki akses dan cara tersendiri dalam mengevaluasi Polri.
Fenomena mengagetkan terhadap berbagai penyimpangan yang dilakukan polisi memberikan sinyal kepada semua elemen bangsa bahwa pembatasan dan kontrol yang terjadi selama ini memiliki masalah dan bolong di banyak tempat.