JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus gangguan ginjal akut misterius yang menimpa anak-anak di Indonesia kian meningka.
Kementerian Kesehatan melaporkan, pada September lalu, kasus ini baru mencapai 78 kasus. Namun pada Jumat (21/10/2022) kemarin, Kemenkes melaporkan ada 241 kasus yang tersebar di 22 provinsi.
Dari data terbaru, 133 anak atau sekitar 55 persen di antaranya meninggal dunia setelah didiagnosis mengidap penyakit tersebut.
Baca juga: UPDATE: 86 Anak di Jakarta Alami Gagal Ginjal Akut, 47 di Antaranya Meninggal Dunia
Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mendorong pemerintah agar menetapkan peristiwa ini sebagai kejadian luar biasa (KLB).
"Ini kejadiannya, apa ini biasa? Enggak biasa, ini luar biasa. Jadi jangan sampai ada tindakan-tindakan ataupun respons-respons yang juga biasa," ujar Dicky saat dihubungi Kompas.com, Jumat (21/10/2022).
Ketua DPR Puan Maharani pun turut menyampaikan hal serupa. Sebab, menurutnya, sudah banyak masyarakat yang resah atas kasus ini.
Baca juga: Waspada Gangguan Ginjal Akut, Ini Cara Ukur Pipis Anak yang Normal
“Kasus gagal ginjal akut pada anak sudah cukup mengkhawatirkan. Kalau dari data-data yang ada sudah memenuhi syarat, segara tetapkan penyakin ini sebagai KLB,” papar Puan dalam keterangannya, Jumat.
Namun demikian, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menilai, bahwa melonjaknya kasus gagal ginjal akut pada anak ini belum bisa masuk kategori KLB. Hal itu, kata dia berdasarkan kajian yang pihaknya lakukan bersama dengan epidemiolog dan sejumlah pakar.
"Status KLB kita sudah diskusi belum masuk KLB," ucap Budi dalam konferensi pers di Kemenkes, Jakarta, Jumat (21/10/2022).
Baca juga: 2 Balita Dirawat RSAM Bandar Lampung karena Alami Gejala Gagal Ginjal Akut
Sejauh ini, pemerintah telah melarang tenaga medis dan apoteker untuk meresepkan obat sirup kepada masyarakat.
Langkah itu diambil setelah pemerintah meneliti pasien yang dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangungkusumo (RSCM) Jakarta. Dari 11 pasien, tujuh di antaranya memiliki zat kimia berbahaya di dalam tubuhnya, meliputi etilen glikol, dietilen glikol, dan etilen glikol butyl ether/EGBE.
Senyawa kimia ini mampu membuat ginjal rusak. Pasalnya, ketiga senyawa tersebut memicu adanya kalsium oksalat dalam tubuh dan selanjutnya menjadi kristal-kristal di dalam ginjal.
Baca juga: Apa yang Harus Dilakukan Saat Anak Menunjukkan Gejala Gagal Ginjal Akut Misterius?
"Kalau masuk ke ginjal jadi kristal kecil tajam-tajam sehingga rusak ginjalnya. Nah, 7 dari 11 balita (di RSCM) ternyata ada senyawa kimia. Ternyata ginjal-ginjalnya rusak karena adanya kalsium oksalat," beber Budi.
Tak sampai di sana, Kemenkes juga turut mendatangi rumah 156 pasien serta mencari obat-obatan yang mereka konsumsi. Obat-obatan tersebut lantas langsung diteliti oleh Badan Penelitian Obat dan Makanan (BPOM).
"Kita datangi semua rumah-rumah tersebut. Dari 241 (pasien), kita sudah datang ke 156. Dari 156 itu kita sudah menemukan obat-obat yang ada di lemari keluarga ini yang jenisnya sirup," jelasnya.
Baca juga: Kontaminasi Etilen Glikol Sebabkan Gagal Ginjal Akut Misterius? 4 Hal yang Harus Diketahui
Menurut Dicky, langkah pemerintah yang melarang sementara waktu pemakaian obat-obatan sirup merupakan langkah yang luar biasa. Namun, jika langkah itu tidak didukung regulasi yang tegas, maka hal itu bisa saja sia-sia.
"Terjadi enggak kepatuhan di lapangan? Efektif enggak imbauan ini? Nyampe enggak? Jalurnya sudah dibuat lebih cepat dan efektif enggak komunikasi ini?" kata Dicky.
Sejauh ini, Budi menyatakan bahwa dirinya telah melaporkan kepada Presiden Joko Widodo tentang obat-obatan yang dikonsumsi pasien serta diteliti BPOM.
"Pak Presiden bilang, 'Pak Menkes dibuka saja biar tenang masyarakat'. Dan kita lakukan transparansi ke publik," ucapnya.
Baca juga: Kini Ada 86 Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak di Jakarta, Bertambah 15 dalam 3 Hari
Nantinya, obat-obat yang ditemukan itu akan dikerucutkan lagi, termasuk jika perusahaan yang memproduksi obat mampu membuktikan bahwa tidak ada senyawa/zat kimia berbahaya dalam kandungannya.
Daftarnya pun bisa saja bertambah, mengingat baru 156 rumah pasien yang didatangi dan ditemukan obat tersebut. Jika ada obat baru yang belum ada dalam daftar, pihaknya bakal mendaftarkan obat tersebut ke dalam daftar.
"Ini list-nya sementara, nih. Kalau nanti mereka bisa buktikan bahwa ini impurities-nya (cemaran etilen glikol-nya) mereka di bawah ambang batas, silakan. Kita harap dengan adanya list ini, sehingga kita bisa lebih pasti penyebabnya kira-kira di mana," beber dia.
Baca juga: Menkes Sebut Ada Kristal Kecil Tajam di Ginjal Pasien Gagal Ginjak Akut Misterius
Selain obat-obat yang tengah diteliti, pihaknya pun bakal membuka daftar obat-obatan sirup yang aman kepada publik.
Keputusan ini sudah disetujui oleh Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), ahli farmakologi, hingga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Saat ini kata Budi, BPOM tengah menyisir puluhan ribu obat-obat sirup tersebut.
"BPOM nanti akan lihat dari sekian ribu atau sekian puluh ribu ini obat-obatan sirup, mana yang tidak ada polietilen glikol-nya. Itu nanti akan dibuka. Jadi harapan weekend ini, ya," jelas Budi.
Sementara itu, Inspektur Utama BPOM Elin Herlina menyampaikan, masifnya kasus gagal ginjal akut misterius ini merupakan pelajaran berharga bagi institusinya.
Baca juga: Kemenkes Periksa 102 Obat yang Dikonsumsi Pasien Gangguan Ginjal Akut
Inspektur Utama BPOM Elin Herlina memastikan, pihaknya akan mengintensifkan pengawasan, khususnya pada bahan cemaran yang berbahaya bagi manusia, yaitu etilen glikol dan dietilen glikol (DEG).
"Tentu dengan adanya kejadian ini merupakan pembelajaran bagi kami terus mengintensifkan pengawasan khususnya terhadap bahan cemaran yang berpotensi menyebabkan gagal ginjal ini yaitu EG dengan DEG sebagai cemaran dalam produk obat," kata Elin di kesempatan yang sama.
Sejauh ini kata Elin, pihaknya bertugas mengawasi obat-obatan dan makanan yang beredar di seantero Indonesia.
Baca juga: Cegah Gagal Ginjal Akut, Dinkes Medan Minta Apotek Tak Jual 5 Obat Sirup Ini
Mekanisme pengawasan yang dilakukan BPOM umumnya sama, yaitu dengan melakukan pengujian atau analisis terhadap produk untuk memastikan bahwa produk tersebut bermutu dan aman.
Pada saat yang sama, ia juga meminta agar industri farmasi juga turut bertanggungjawab atas keamanan produk mereka sesuai dengan UU yang berlaku.
"Kemudian melaporkan kepada kami dan kami berikan batas waktu. Kami nanti akan petakan seperti apa petanya, dan kemungkinan nanti kita akan melakukan juga tindak lanjut dari peta tersebut," jelas Elin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.