Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Habis Ferdy Sambo Terbitlah Teddy Minahasa

Kompas.com - 15/10/2022, 05:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERTUMBUHAN rambut di kepala para sahabat Irjen Teddy Minahasa yang tergabung ke dalam Sobatku 87 sepertinya belum normal kembali.

Usai Teddy Minahasa ditunjuk Kepala Kepolisian Republik Indonesia sebagai Kepala Polda Jawa Timur, kebanggaan alumni SMP Negeri 1 Kota Pasuruan, Jawa Timur seakan membuncah.

Puluhan sahabat Teddy Minasa semasa bersekolah, menggelar acara syukuran dengan menggunduli rambut mereka.

Bahkan ada satu perempuan, yang juga ikut “menghabisi” rambutnya karena merasa bangga teman satu sekolahnya didapuk menjadi orang nomor satu di Polda Jawa Timur (Rri.co.id, 11 Oktober 2022).

Ke 30 teman Teddy yang telah berkepala botak merasa bersyukur karena Teddy kembali ke daerah asalnya di Jawa Timur setelah mengemban amanah sebagai Kapolda Sumatera Barat.

Mantan ajudan Wakil Presiden Jusuf Kalla itu ditunjuk menjadi pengganti Irjen Pol. Nico Afinta usai “geger” dengan tragedi kelam Kanjuruhan yang memakan korban tewas hingga 132 jiwa usai pertandingan sepakbola Arema FC melawan Persebaya.

Nasib dan perjalanan karir Irjen Teddy Minahasa layaknya permainan komedi putar. Dari bawah melesat ke atas dan kembali dihempaskan ke bawah, hingga titik nadir terjerembab di kubangan.

Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan teman-teman Teddy Minahasa yang kadung berkepala plontos.

Dari yang semula bangga tak terkira, mungkin saja berbalik menjadi kecewa dan memalukan nama almamaternya.

Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan jajaran perwira tinggi dan perwira menengah, mulai dari pejabat utama di Mabes Polri, seluruh kepala Polda serta semua kepala kepolisian kota besar (kapoltabes) dan kepala kepolisian resor (kapolres) seluruh Indonesia di Istana Negara Jakarta kemarin (Jumat, 14 Oktober 2022), memang terlihat “aneh”.

Pertama terkesan aneh karena jadwal pertemuan itu terbilang mendadak dan pesertanya sungguh kolosal.

Kedua, seluruh tamu yang hadir dilarang membawa tongkat komando, alat komunikasi serta membawa ajudan pendamping. Seluruh polisi yang hadir juga wajib membawa buku catatan, lengkap bersama alat tulisnya.

Presiden Jokowi di dalam acara itu bukan ingin memberikan kuliah umum atau membagi-bagikan sepeda, tetapi menyampaikan taklimat “kekecewaan” terhadap institusi yang citranya di mata masyarakat semakin merosot.

Jokowi begitu kecewa dengan masih adanya personel Polri bersentuhan dengan pelanggaran hukum.

Jokowi wanti-wanti agar institusi Polri terus berbenah dan mereformasi kultural dari kinerja penegakan hukum hingga gaya hidup “kebablasan” sebagian personel dan keluarga polisi.

Jika acara pertemuan Presiden Jokowi dengan 24 pejabat utama di Mabes Polri, 490 Kapoltabes dan kapolres serta 33 kepala polda minus Polda Sumatera Barat berlangsung siang, maka sorenya pada hari yang sama, Kepala Kepolisian RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengumumkan pengungkapan keterlibatan Kapolda Sumatera Barat Irjen (Pol) Teddy Minahasa dengan penggelapan barang bukti narkoba.

Bagai “petir” di siang hari bolong, kasus yang menjerat Teddy Minahasa semakin menguatkan pernyataan Presiden Jokowi bahwa ada oknum di jajaran kepolisian yang memang “brengsek”.

Betapa tidak, kasus-kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oknum polisi tidak selalu terkait dengan attitude polisi yang rendah karena seperti yang disinyalir masyarakat.

Tidak selalu juga berkorelasi dengan polisi “buruk” karena buruknya rekrutmen polisi yang bisa “kongkalingkong”.

Kasus yang menjerat Teddy Minahasa semakin menguatkan argumen gaya polisi hedonis yang memuja harta serta menerabas hukum dan mengesampingkan tugas pokoknya yang begitu luhur sebagai personel korps kepolisian.

Apa yang kurang dari seorang Teddy Minahasa? Dipilihnya Teddy sebagai ajudan Wakil Presiden Jusuf Kalla bahkan didapuk menjadi Staf Ahli Wakil Presiden, tentu bukan “kaleng-kaleng”.

Personel Polri atau TNI yang terpilih menjadi ajudan RI-1 dan RI-2 memiliki rekam akademis dan prestasi yang bagus. Intelektualitas Teddy pasti di atas rata-rata.

Terbukti Teddy pernah menyabet penghargaan Seroja Wibawa Nugraha sebagai lulusan terbaik Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXI – TA 2017 Lemhanas RI.

Penghargaan Seroja Wibawa Nugraha begitu prestis karena hanya diberikan kepada peserta yang mendapat nilai akademis terbaik dan kertas karya perseorangan (taskap) terbaik pula.

Teddy juga pernah mendapat tanda kehormatan Bintang Bhayangkara Nararya dari Presiden Jokowi.

Ditunjuknya Teddy Minahasa sebagai Kapolda Jawa Timur tentu juga bukan tanpa sebab. Mantan Kapolres Malang ini dianggap layak mengepalai teritorial level A karena rentang pengalamannya yang panjang dan sukses.

Menjadi kapolda di wilayah-wilayah kelas utama seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah obsesi dari seorang jenderal.

Selain peluang “bertambahnya” bintang, potensi menapak jabatan yang lebih tinggi juga semakin terbuka lebar.

Bahkan ada sahabat saya yang berprofesi sebagai polisi juga menyebut, kapolda di Jawa begitu “basah”.

Hampir sebagian besar masyarakat mahfum, di luar gaji dan tunjangan resmi maka seorang kepala hampir dipastikan mendapat upeti, setoran dan komisi dari pihak-pihak lain seperti pengusaha bahkan dari kalangan “hitam” sekalipun.

Tetapi setidaknya, terbongkarnya kasus patgulipat barang bukti narkoba yang diotaki Teddy Minahasa semakin menguatkan sinyalemen lama – hampir mirip dengan bau kentut yang begitu mudah tercium, tetapi sulit untuk memastikan siapa yang kentut – kalau oknum polisi kerap “tipu-tipu” dalam penyimpanan barang bukti termasuk saat penghancurannya.

Saat saya menjadi pekerja media periode 1994 - 2003 dan diminta koordinator liputan menghadiri acara seremonial penghancuran barang bukti narkoba, saya dan para wartawan yang meliput kerap menduga-duga apa betul yang dibakar itu barang bukti narkoba?

Jangan-jangan yang dimusnakan hanyalah sebagian dari hasil penyitaan, sementara yang lebih besar lagi dimanfaatkan oleh petugas.

Teddy Minahasa begitu paham dengan nilai kapital 5 kilogram narkoba hasil “tilepan” barang bukti tetapi melupakan dampak destruktifnya bagi para pengguna terutama anak-anak muda.

Pasti Teddy Minahasa “lupa” kalau dirinya memiliki anak atau teman-temannya di komunitas Sobatku 87 SMPN 1 Pasuruan yang juga memiliki putra-putri.

Dari 5 kilogram narkoba yang diambilnya, Teddy memerintahkan anak buahnya untuk menggantinya dengan tawas agar saat pemusnahan barang bukti terlihat barang sitaan tetap tidak berkurang jumlah beratnya.

Dari 5 kilogram yang “diembat” Teddy, sekitar 1,7 kilogram narkoba sudah terjual dan tersebar oleh bandar dan pengedar tengik.

Rontoknya kredibiltas Polri

Wajah kepolisian kita saat ini terus diderah berbagai ragam kasus hingga terlihat babak belur. Wajah korps Bhayangkara bukan lagi “bonyok”, tetapi juga rusak dan memalukan.

Belum selesai dengan kasus menghebohkan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat atas perintah bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Ferdy Sambo kini muncul kasus Teddy Minahasa.

Dalam rentang waktu Juli hingga Oktober 2022 ini saja, turbulensi di tubuh korps kepolisian begitu maha dasyat. Ada dua jenderal bintang dua dinyatakan sebagai tersangka yang hina dina.

Sambo dijerat karena kasus pembunuhan dan Teddy Minahasa memperjualbelikan barang bukti narkoba.

Ada satu jenderal bintang satu yang turut merusak jalannya penyelidikan, puluhan perwira dan bintara serta tamtama yang terseret kasus Sambo dan Teddy Minahasa.

Jika ingin mengulik lagi daftar kasus-kasus pelanggaran hukum yang melibatkan personel Polri di rentang waktu yang sama dengan yang di atas, juga tidak kalah mirisnya.

Ambil contoh, tiga personel Polrestabes Medan, Sumatera Utara masing-masing Bripka Ari Galih Gumilang, Briptu Haris Kurnia Putra dan Bripka Firman Bram Sidabutar alih-alih menangkap penjahat begal motor yang masih marak di Medan, tetapi justru mau membegal kendaraan milik warga asal Pancur Batu, Deli Serdang awal Oktober lalu (Kompas.com, 14/10/2022).

Dua personel Direktorat Lalu Lintas Polda Papua Barat terang-terangan memposting video kelakuannya menjilat kue ulang tahun TNI dan menghina institusi TNI di lini masa, tepat di hari TNI, 5 Oktober lalu (Kompas.com, 07/10/2022).

Bulan September 2022, anggota polisi lalu lintas Polsek Cijeruk, Bogor memaksa meminta uang tilang kepada sopir angkutan penumpang di pintu keluar Tol Ciawi – Sukabumi.

Layaknya bergaya preman “pasar”, polisi tersebut tidak mau tahu dengan kondisi keuangan sopir yang diperasnya (Kompas.com, 29/09/2022).

Jika saya mau lacak dan telusuri data polisi-polisi “brengsek” di periode singkat tersebut tentu akan semakin menambah panjang daftar polisi bermasalah.

Benahi Fit & Proper calon pejabat Polri

Kasus Sambo dan Teddy Minahasa semakin menunjukkan kurangnya prinsip kehati-hatian (prudent) dan tidak berjalannya fungsi inspektorat serta pengawasan di Mabes Polri dalam menseleksi personel Polri untuk jenjang jabatan tinggi.

Profiling harta kekayaan yang dimiliki Teddy Minahasa sangat “membelalakkan” mata siapa saja. Berdasar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2022 yang diserahkan Teddy ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 26 Maret 2022 saat menjabat Kapolda Sumatera Barat, diketahui harta yang dilaporkan Teddy “hanya” berjumlah Rp 29 miliar.

Publik pun sudah paham, nilai aset yang ditulis di LHKPN hampir semuanya ditulis para pejabat dengan prinsip “minimalis”. Artinya nilai kekayaan riil jauh di atas yang dilaporkan.

Kekayaan materi yang dimiiliki Teddy disebut sebagai Kapolda “terkaya” di tanah air mengingat LHKPN yang disetor 33 kapolda lain, nilai kekayaannya jauh di bawah milik Teddy (Detik.com, 14 Oktober 2022).

Ketidakwajaran yang terjadi pada aset yang dipunyai Teddy harusnya bisa “diendus” oleh pengawasan internal Polri sejak dini.

Saya sulit membayangkan beban mental dan tugas berat yang disandang Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam menertibkan anak buahnya dan mengembalikan marwah kepolisian ke jalan yang benar dalam beberapa bulan terakhir ini.

Jenderal Listyo seakan membersihkan lantai kotor yang luasnya “sebagong”, tetapi dengan menggunakan kain pel yang masih kotor. Akibatnya lantai masih terlihat jorok dan masih butuh kain pel baru.

Langkah tegas Jenderal Listyo yang kerap memerintahkan pecat dan copot bawahanya yang terbukti bersalah, harus terus didukung. Kita tidak perlu polisi brengsek, tetapi hanya butuh polisi yang baik dan jujur.

Masih jauh lebih banyak personel polisi yang baik dan dicintai masyarakat. Hanya gara-gara segelintir ulah “oknum” maka nama institusi menjadi terimbas karena kelakuan dan perbuatan polisi tengik.

Masih ada sosok bukan jenderal berbintang dua seperti Aipda Sopyan Sahuri anggota Bhabinkamtibnas Polsek Cugenang, Cianjur, Jawa Barat yang iklas membangun sekolah di lahan milik keluarganya.

Hebatnya, polisi “wangi” ini juga mengajar menjadi guru untuk mendidik anak-anak putus sekolah usai waktunya berdinas.

Untuk mendukung jalannya proses mengajar, Aipda Sopyan Sahuri yang tidak memiliki harta fantastis seperti milik Teddy Minahasa atau Ferdy Sambo itu, malah menyisihkan sebagian gajinya yang tidak seberapa (Kompas.com, 29/09/2022).

Andai saja Jenderal (Pol) Hoegeng Imam Santoso yang pernah menjabat Kapolri era 1968 – 1971 masih ada, tentu dirinya akan kecewa setengah mati melihat ada personel polisi seperti Ferdy Sambo, Teddy Minahasa dan polisi-polisi tengik lainnya.

“Memang baik menjadi orang penting tetapi akan lebih penting menjadi orang baik. Janganlah menjadi polisi yang mudah dibeli.” – Hoegeng Imam Santoso.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com