Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Temuan Baru Komnas HAM dalam Tragedi Kanjuruhan

Kompas.com - 13/10/2022, 06:04 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan setidaknya ada tujuh temuan atas hasil investigasi yang mereka lakukan setelah tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada 1 Oktober lalu.

Pada saat menyampaikan keterangan saat konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Rabu (12/10/2022) kemarin, mereka menegaskan bahwa tragedi yang mengakibatkan 132 orang nyawa melayang ini diakibatkan oleh tembakan gas air mata polisi ke arah suporter.

Baca juga: Komnas HAM Tegaskan Gas Air Mata Jadi Pemicu Jatuhnya Ratusan Korban Tragedi Kanjuruhan

Berikut temuan mereka yang dirangkum Kompas.com:

1. Pintu stadion terbuka

Komnas HAM mengonfirmasi bahwa seluruh pintu stadion, termasuk pintu di sisi selatan, terbuka ketika para suporter berlari tunggang-langgang untuk menyelamatkan diri setelah polisi menembak gas air mata.

Adapun pun yang terbuka hanya berukuran 1,5 x 1,8 meter atau cukup untuk dilalui dua orang, dari lebar maksimal 2,7 x 1,8 meter.

Komisioner bidang Penyelidikan dan Pemantauan Komnas HAM Choirul Anam menyebutkan, tragedi di Kanjuruhan selama ini tidak pernah terjadi, meskipun pintu terbuka dengan ukuran yang sama. 

Namun, karena adanya tembakan gas air mata polisi, para suporter berlari berhamburan dalam jumlah besar pada saat yang sama, sehingga mereka berdesakan dan kehabisan oksigen.

Baca juga: Komnas HAM: Pintu 13 Stadion Kanjuruhan Terbuka Saat Gas Air Mata Ditembakkan, tapi Kecil

2. Gas air mata ditembak pukul 22.08

Setelah laga Arema kontra Persebaya berakhir, situasi sempat kondusif. Sekalipun dalam pertandingan itu, Arema harus kalah dari tim tamu.

Para aremania yang turun ke lapangan pun hanya untuk menyemangati para pemain jagoan mereka, alih-alih berbuat rusuh.

Situasi kondusif itu berlangsung kurang lebih selama 14-20 menit, sebelum akhirnya gas air mata ditembakkan pertama kali oleh polisi pukul 22.08.59 WIB.

Gas air mata yang ditembakkan terdiri dari beragam jenis, dari mulai warna biru, kuning, hijau, merah, dan dilontarkan sampai ke tribun selatan yang cukup tinggi.

Anam mengaku pihaknya telah mengantongi karakteristik senjata yang dipakai polisi malam itu dan sedang menguji selongsong gas air mata yang mereka temukan ke laboratorium.

"Dengan menguji gas air mata, kita ingin melihat apa yang terkandung, zat kimia yang terkandung di sana, dan bagaimana efeknya terhadap kesehatan," kata Anam.

Baca juga: Temuan Komnas HAM: 14-20 Menit Pasca-Laga, Stadion Kanjuruhan Masih Terkendali

3. Botol miras merupakan obat sapi

Setelah kerusuhan terjadi, aparat kepolisian sempat mengklaim menemukan dua dus botol minuman yang diduga berisi minuman keras di Stadion Kanjuruhan.

Namun, dari hasil penelusuran Komnas HAM, mereka menyimpulkan bahwa botol yang diduga berisi minuman keras itu rupanya adalah obat sapi.

"Memang itu (diproduksi) semacam UMKM yang memproduksi untuk pengobatan sapi," kata Anam.

Anam mengonfirmasi bahwa botol-botol tersebut ditemukan di Stadion Kanjuruhan, tepatnya di kantor Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) yang memang terletak di gedung stadion tersebut.

Menurut pihak Dispora dan pemilik produk yang disebut ditemui Komnas HAM, dua dus botol obat sapi itu memang diletakkan di sana untuk dititipkan sementara karena hendak diboyong ke Jakarta.

"Ini kata mereka ini, bahkan, kalau teman-teman Komnas HAM mau melihat, itu masih banyak barangnya. Nah itu ditunjukkan ke kami, dia jelasin ke kami bahkan dengan botol yang berbeda-beda," jelasnya.

Baca juga: Komnas HAM: 2 Kardus Botol Miras di Stadion Kanjuruhan Obat Sapi

4. Kantongi video kunci kronologi peristiwa

Suara Anam mendadak tercekat, matanya pun sedikit berkaca-kaca ketika menjelaskan kronologi peristiwa terjadinya tragedi itu secara utuh.

Sebab, salah satu kunci temuan Komnas HAM justru berasal dari sebuah video yang direkam oleh seorang aremania.

Anam menyebut, perekam itu sangat detail menggambarkan situasi sejak dirinya berada di tribun penonton hingga akhirnya berada di pintu yang diduga menjadi tempat banyaknya korban berjatuhan.

Ironisnya, perekam video kunci itu justru menjadi satu dari 132 aremania yang tak selamat dalam tragedi kelam tersebut.

"Jadi memang video ini sangat krusial. Dia bisa merekam dari sejak di tribun sampai di titik pintu itu, dan merekam banyak hal, dan, dia sendiri bagian dari yang meninggal," ujar Anam dengan suara tercekat.

Anam menyebut bahwa video itu sejauh ini baru hanya dikantongi oleh pihaknya. Komnas HAM pun berencana akan menampilkan sebagian video itu setelah laporan akhir Tragedi Kanjuruhan selesai.

Baca juga: 2 Komisioner Komnas HAM Hampir Menangis saat Paparkan Investigasi Tragedi Kanjuruhan

5. Kantongi dokumen rencana pengamanan laga

Komnas HAM juga mengaku telah mengantongi rencana pengamanan, termasuk analisis prakondisi, dari persiapan laga Arema vs Persebaya yang berakhir dengan tragis.

Rencana pengamanan dan analisis prakondisi ini mencakup soal permintaan postur keamanan di Stadion Kanjuruhan, termasuk kebutuhan personel dan persenjataan yang dibutuhkan, 10 hari sebelum Tragedi Kanjuruhan terjadi.

"Termasuk permintaan PHH (Pasukan Huru-hara). Nanti kami sampaikan ketika laporan akhir," sebut Anam.

Baca juga: Komnas HAM Sebut Kapolres Malang Sempat Usul LIB Ubah Jadwal Arema Vs Persebaya Jadi Sore

6. Suporter lempar sepatu sebagai perlawanan terakhir

Komnas HAM menemukan banyak sepatu bertebaran di Stadion Kanjuruhan setelah tragedi terjadi.

Mereka menyampaikan, berdasarkan hasil investigasi sementara, sepatu-sepatu itu merupakan sepatu suporter yang dilempar setelah mereka dalam keadaan panik karena ditembaki gas air mata.

Pelemparan sepatu itu sebagai upaya balasan dalam ketidakberdayaan atas tindakan polisi.

"Di laporan akhir kami jelaskan titik krusial kok jatuh korban di pintu-pintu krusial," ujar Anam.

Baca juga: Saat Temuan Komnas HAM Runtuhkan Narasi Miras di Tragedi Kanjuruhan

7. Tiket dicetak overkapasitas, PT LIB tolak majukan laga

Anam juga mengonfirmasi bahwa tiket Stadion Kanjuruhan untuk partai akbar tersebut dicetak melebihi kapasitas stadion yang hanya 38.054 orang.

Eks Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat disebut meminta agar kapasitas penonton yang datang ke stadion dikurangi, namun sudah 42.516 tiket yang dipesan dari 43.000 tiket yang bakal dicetak.

Komnas HAM juga mengaku telah mengantongi jejak komunikasi di balik batalnya usul memajukan jadwal laga Arema versus Persebaya dari semula malam menjadi sore.

"(Eks) Kapolres Malang mengajukan perubahan jadwal pertandingan semula jam 20.00 menjadi jam 16.00 namun ada penolakan dari PT LIB (Liga Indonesia Bersatu) sehingga dilaksanakan sesuai jadwal semula," kata Anam.

"Kami tahu apa yang terjadi, termasuk kenapa (jadwal pertandingan) tidak bisa diubah walaupun salah satu alasannya (perubahan jadwal) soal keamanan. Nanti poin itu kami akan buat di laporan akhir," pungkasnya.

Baca juga: Komnas HAM Bakal Periksa PSSI soal Tragedi Kanjuruhan, Singgung Pertanggungjawaban

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com