Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Tolak Debat Isu Muslim Uighur di Dewan HAM PBB, Ini Alasannya

Kompas.com - 07/10/2022, 20:55 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI menolak usulan penyelenggaraan debat tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) kepada muslim Uighur di Xinjiang, China, di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Debat itu merupakan usulan Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya. Sejauh ini, AS dan China dikenal sebagai rival dan menciptakan ketegangan di beberapa aspek.

Sementara Indonesia, kerap bersuara mendukung muslim yang tertindas di dunia. Namun untuk kali ini, RI menolak pembahasan tentang Muslim Uighur di Dewan HAM PBB.

Direktur Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kemenlu RI, Achsanul Habib menyampaikan, penolakan Indonesia bukan tanpa sebab. Indonesia tidak ingin Dewan HAM PBB dipolitisasi oleh negara yang berkepentingan.

Baca juga: PBB Rilis Laporan Pelanggaran HAM terhadap Uighur, AS Minta China Tanggung Jawab

"Mengapa kita posisi no (tidak/menolak) adalah karena kita tidak ingin adanya politisasi Dewan HAM yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang terkait, misalnya dengan rivalitas politik," kata Habib dalam konferensi pers secara daring, Jumat (7/10/2022).

Habib menuturkan, sesuai mandat, pembentukan Dewan HAM PBB bertujuan untuk mengampu dialog yang konstruktif bagi setiap negara secara imparsial. Dewan ini juga berfungsi membangun hasil kesepakatan yang baik dibarengi dengan kemajuan nyata (meaningful progress).

Dengan kata lain, Dewan HAM sesuai mandatnya tidak boleh digunakan untuk tujuan-tujuan politis.

Sementara Indonesia memandang, pendekatan yang diajukan oleh AS dan sekutunya sebagai negara pengusung tidak akan menghasilkan kemajuan yang berarti, utamanya karena tidak mendapat persetujuan dan dukungan dari negara yang berkepentingan.

Baca juga: Isi Laporan PBB tentang Pelanggaran HAM China terhadap Uighur di Xinjiang

"Kita harapkan Dewan HAM tidak pilih-pilih atau tidak selektif dalam memilih isu-isu yang akan dibahas. Sebagai contoh misalnya (sekarang) kita diajukan isu (Muslim Uighur) Xinjiang, mungkin nanti di pilih-pilih lagi dengan isu-isu yang lain," tutur Habib.

Terkait aksi penolakan ini, Indonesia juga telah berkoordinasi dan berkonsultasi dengan semua pihak, baik negara-negara pengusul, negara-negara Barat dengan China, maupun dengan negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI)

Lewat koordinasi itu, negara-negara OKI, utamanya yang menjadi anggota Dewan HAM PBB sepakat dengan keputusan Indonesia.

"Dengan perkembangan tadi, OKI pun sepakat bahwa Dewan HAM sesuai mandatnya tidak boleh digunakan untuk tujuan-tujuan yang politis," ucap Habib.

Baca juga: Kepala HAM PBB: China Melakukan Pelanggaran HAM Serius Terhadap Muslim Uighur di Xinjiang

Kendati begitu, kata Habib, Indonesia memastikan akan terus memberikan perhatian serius terhadap pelanggaran HAM kepada muslim Uighur di Xinjiang maupun kelompok lainnya.

Caranya dengan melakukan dialog-dialog dan engagement kepada berbagai pihak, terutama China secara bilateral maupun dengan negara-negara OKI.

Dengan demikian, pembahasan di Dewan HAM PBB bukan satu-satunya jalan.

"Yang paling penting sejalan dengan semangat yang dibangun oleh PBB bahwa penyelesaian isu-isu yang terkait HAM atau konflik misalnya, itu harus ada national effort (upaya nasional) yang diutamakan secara inklusif dengan melibatkan para pihak yang ada di negara tersebut," jelas Habib.

"Ini yang terus di kedepankan dan didorong. Yang kemarin juga pada akhirnya mereka (negara OKI) enggak sepakat sejalan apabila harus mendukung inisiatif yang masih diragukan kepengurusannya dalam proses pembahasan isu ini," sambung Habib.

 

Sebelumnya diberitakan, Indonesia menolak debat isu soal muslim Uighur di Xinjiang, China, yang diajukan negara-negara barat dalam Dewan HAM PBB.

"Indonesia tidak dalam posisi untuk mendukung rancangan keputusan mengenai penyelenggaraan debat tentang situasi HAM di Wilayah Otonomi Xinjiang Uyghur," sebut Kemenlu.

Teranyar pada Kamis (6/10/2022), Dewan HAM PBB menolak mosi yang dipimpin negara-negara Barat untuk menggelar debat mengenai dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di wilayah Xinjiang, China.

Kekalahan atas mosi tersebut, dengan hasil 19 suara menentang, 17 mendukung dan 11 absen, baru kedua kalinya terjadi dalam sejarah Dewan HAM PBB selama 16 tahun berdiri.

 

AS, Kanada dan Inggris termasuk ke dalam negara-negara yang mengajukan mosi tersebut.

Dalam kesempatan yang langka, tepuk tangan menggema ketika hasil pemungutan suara terhadap mosi itu diumumkan di ruangan dewan yang bermarkas di Jenewa itu.

Duta besar China memberikan peringatan sebelum pemungutan suara bahwa mosi itu akan menciptakan “jalan pintas bebahaya” untuk memeriksa catatan HAM negara-negara lain.

“Sekarang China yang disasar. Besok negara berkembang lain yang akan disasar,” kata Duta Besar China Chen Xu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Nasional
Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Nasional
Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Nasional
Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com