Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TGIPF Diminta Periksa Kapolda Jawa Timur Buntut Tragedi Kanjuruhan

Kompas.com - 05/10/2022, 13:50 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah elemen masyarakat sipil menduga bahwa tembakan gas air mata yang dilontarkan Brimob ke tribun penonton Stadion Kanjuruhan, Malang, dilakukan atas komando atasan.

Tembakan ini mengakibatkan ribuan suporter tunggang-langgang mencari pintu keluar, menyebabkan overkapasitas di beberapa pintu, sehingga terjadi kekacauan.

Para suporter berdesakan, terinjak-injak, dan kehabisan napas karena gas air mata, berujung pada sedikitnya 131 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka pada Sabtu (1/10/2022) lalu itu.

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan, Saat Penempatan Polisi dan Tentara di Stadion Dinilai Tak Relevan

Peneliti Imparsial, Hussein Ahmad, menyoroti Kapolda Jawa Timur Nico Afinta yang memberi komentar tak lama setelah tragedi terjadi, bahwa penggunaan gas air mata "sudah sesuai prosedur".

Hussein menilai, Nico patut diperiksa oleh Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang baru dibentuk pemerintah, terlebih Polda Jawa Timur yang membawahi Brimob yang ditugaskan di Stadion Kanjuruhan.

"Kapolda kan harus diperiksa itu. Brimob kan anak buah dia semua. Bagaimana mungkin anak buahnya brutal, komandannya bilang sesuai prosedur," kata Hussein dalam jumpa pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Rabu (5/10/2022).

Baca juga: Video Prajurit TNI Tendang Aremania Saat Kerusuhan di Kanjuruhan, Pangdam Brawijaya: Saya Minta Maaf

"Kapolda bilang bahwa ini (tembakan gas air mata ke tribun) sesuai prosedur. Kalau kita baca protap pengendalian massa, ada gradasi sebelum sampai tembak gas air mata, ada situasi keadaan hijau, kuning, kemudian merah. Apa itu sudah dilakukan?" ungkapnya.

Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani juga menyoroti hal senada. Selain itu, ia mencium adanya unsur kesengajaan dalam tembakan gas air mata yang dilontarkan ke tribun penonton.

Tembakan tersebut tidak hanya terjadi di satu titik, melainkan di beberapa titik sekaligus, utamanya di tribun utara dan selatan Stadion Kanjuruhan.

Baca juga: Panglima: 4 Prajurit TNI Akui Bertindak Berlebihan Saat Kerusuhan Kanjuruhan

Julius menilai, dari video-video yang beredar luas, gestur para anggota Brimob yang menembakkan gas air mata tak tampak seperti tindakan sporadis.

Tidak ada komunikasi antaranggota yang menembakkan gas air mata, mengindikasikan bahwa mereka bertindak sesuai perintah.

"Senjata api yang melumpuhkan pun, yang digunakan aparat keamanan kepolisian, dilarang untuk ditembakkan ke arah badan, dia harus ke kaki. Tapi kalau gas air mata langsung ke tengah badan penonton, dan di situ kita bisa lihat di antara mereka ada yang menggendong anak kecil, itu sudah jelas-jelas tujuannya bukan melumpuhkan tapi melukai," kata Julius dalam kesempatan yang sama.

Baca juga: Andika Sebut 5 Prajurit Diperiksa Setelah Bertindak Berlebihan dalam Kerusuhan Kanjuruhan

"Itu ada unsur kesengajaan. Ketika dilakukan secara masif, tidak hanya di satu titik tapi di beberapa titik dan itu mengarah pada penonton, itu artinya ada unsur kesengajaan yang dikomandoi. Pertama, dia menggunakan (gas air mata), kedua diitembakkan sengaja dengan ritme yang sama. Ini yang perlu dicari (TGIPF) ke depannya," lanjutnya.

Julius juga menyinggung tren intimidasi dan teror yang diduga dilakukan aparat terhadap sejumlah suporter yang mendokumentasikan Tragedi Kanjuruhan di media sosial, yang saat ini tengah berlangsung.

Ia menyebutnya sebagai "upaya sistematis" untuk "membersihkan bukti-bukti".

Baca juga: Jokowi Sudah Telepon Presiden FIFA Bahas Tragedi Kanjuruhan

"Negara harus turun, Presiden Joko Widodo harus turun, ada unsur pelanggaran HAM, tinggal diidentifikasi apakah ada komando sehingga memenuhi unsur pelanggaran HAM berat. Konteks pelanggaran HAM kuat sekali, sehingga perlu diusut," tutup Julius.

Sejauh ini, Polri mengaku telah mencopot sejumlah personal imbas Tragedi Kanjuruhan, termasuk Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat. 

Polri juga menonaktifkan 9 anggota Brimob, yakni AKBP Agus Waluyo (Danyon), AKP Hasdarman (Danki), AKP Untung (Danki), AKP Danang (Danton), AKP Nanang (Danton), Aiptu Budi (Danton), Aiptu M Solihin (Danton), Aiptu M Samsul (Danton), dan Aiptu Ari Dwiyanto (Danton).

Baca juga: Pengunggah Video Pintu Keluar Stadion Kanjuruhan Dikabarkan Diciduk Aparat, Ini Penjelasan Polisi

Polri mengeklaim ada 28 personel menjalani pemeriksaan terkait Tragedi Kanjuruhan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan Agar Anggaran Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan Agar Anggaran Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com