Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tragedi Kanjuruhan, Saat Penempatan Polisi dan Tentara di Stadion Dinilai Tak Relevan

Kompas.com - 05/10/2022, 13:36 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada 1 Oktober 2022, menimbulkan pertanyaan soal relevansi penempatan aparat bersenjata dalam ruang-ruang olahraga.

Sebagai informasi, dalam tragedi yang terjadi usai laga Arema vs Persebaya, kekerasan aparat, baik oleh oknum polisi maupun tentara, menyebar luas di media sosial serta menjadi sorotan.

Terbukti, penggunaan kekuatan yang berlebihan dalam pengendalian massa oleh polisi menewaskan sedikitnya 125 orang dan melukai ratusan lain, akibat berdesakan dan terjebak di stadion setelah gas air mata ditembakkan ke tribun penonton.

Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menyoroti karakteristik massa pendukung sepakbola seharusnya tidak perlu dihadapi dengan aparat keamanan.

Baca juga: Jokowi Sudah Telepon Presiden FIFA Bahas Tragedi Kanjuruhan

Apalagi, dalam konteks laga Arema vs Persebaya, suporter yang datang ke Stadion Kanjuruhan hanya suporter tuan rumah.

"Ini kerumunan yang tidak terkonsentrasi, tidak ada komando, dan bukan kerumunan yang mengancam keselamatan, mengancam jiwa, baik orang-orang di sekitarnya maupun aparat keamanan," kata Julius dalam konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Rabu (5/10/2022).

Ditambah lagi, menurutnya, suporter sepakbola telah melalui pemindaian di awal ketika datang ke stadion.

Para suporter telah dilarang membawa senjata, tumpul maupun tajam, bahkan suar dan kembang api.

Baca juga: Kesaksian Saksi Mata di Gate 13 Stadion Kanjuruhan

Kemudian, massa yang hadir disebutnya juga terkonsentrasi di satu area stadion, sehingga kecil peluang merusak properti di luarnya.

"Aparat kepolisian dan tentara menggunakan alat untuk melumpuhkan speerti alat pemukul, gas air mata, menggunakan senjata api, karena itu metode pelumpuhan pihak-pihak yang dapat menyerang atau mengancam jiwa dan keselamatan. Dari awal, ini sudah salah," kata Julius.

"Potensi kerusuhan sipil, bentrok, yang bisa menyebabkan kematian, (dalam konteks Arema versus Persebaya), jauh dari bacaan secara teoretis. Dengan (tentara dan polisi) masuk stadion, itu sudah metode yang termiliterisasi, pendekatan untuk menyerang, melumpuhkan, dengan segala bentuk upaya tanpa pertimbangan apa pun," ujarnya.

Oleh karenanya, Julius dan rekan yang lainnya mendorong agar Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) tidak hanya bicara soal teknis insiden peristiwa Tragedi Kanjuruhan, melainkan dapat berujung pada evaluasi yang lebih menyeluruh. Termasuk, relevansi penempatan aparat keamanan di stadion.

Baca juga: Jokowi Sudah Telepon Presiden FIFA Bahas Tragedi Kanjuruhan

Julius membandingkannya dengan pengamanan di stadion-stadion mancanegara yang mengutamakan pengaman sipil (stewards).

"Kita lihat di luar negeri (pengamannya) pakai rompi semuanya, tidak ada identitas fungsi pertahanan dan keamanan negara. Yang harus dilakukan (TGIPF) itu menyeluruh, yang tadi saya katakan, kenapa pakai pendekatan keamanan dalam negeri di lapangan," katanya.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah telah membentuk TGIPF tragedi Kanjuruhan yang dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.

Baca juga: Kisah di Balik Tragedi Stadion Kanjuruhan: PNS Terjebak di Pintu 13, Gendong Korban Sekarat hingga Saksikan Jenazah Bergeletakan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com