Kekerasan bukanlah solusi. Bahkan kekerasan berpotensi menimbulkan kekerasan baru. Kekecewaan dalam pertandingan tidak layak diluapkan dengan keberingasan dan kerusuhan.
Penyelenggara pertandingan dan aparat keamanan juga harus mengantisipasi semua kemungkinan.
Pertandingan yang steril dan hanya dihadiri suporter satu tim tidak lantas menjamin bebas dari kerusuhan.
Luapan kekesalan karena kekalahan bisa tetap tertuju pada tim dan ofisial lawan, atau bahkan pada tim idola sendiri yang telah dianggap gagal.
Bayangkan jika jatuh korban juga dari unsur pemain atau ofisial, maka sepak bola kita akan kian terpuruk, akan muncul labelisasi internasional bahwa sepak bola kita tidak aman buat penonton, pemain dan ofisial.
Kita sudah harus mengkaji akar permasalahannya, termasuk pola Pendidikan kita pada umumnya.
Suporter sepak bola yang didominasi milenial dan jumlahnya terus meningkat harus menjadi bahan evaluasi reflektif. Jika tidak segera diatasi, maka akan menjadi semacam “mata kuliah buruk” bagi masyarakat.
Pendidikan dalam berbagai tingkatan tentu bukan hanya ditujukan agar individu cerdas dan menguasai ilmu pengetahuan secara cemerlang.
Esensi pendidikan adalah lahirnya individu berbudi pekerti, beretika, berintegritas, sportif, dan taat hukum. Materi Pendidikan ini akan menjadi counter atas “mata kuliah buruk” tadi.
Masyarakat yang baik adalah yang menjunjung tinggi etika dan budi pekerti. Karena dalam masyarakat seperti ini, maka hukum tidak akan sering-sering digunakan untuk menindak para pelanggar.
Secara umum, etika dan budi pekerti akan menjadi penyaring dan pencegah tindakan pelanggaran dan gangguan ketertiban umum.
Negara akan semakin kondusif jika seluruh komponen bangsanya memiliki budaya malu. Malu untuk melakukan hal-hal yang melanggar etika dan kepantasan apalagi melanggar hukum.
Dampaknya, pelanggaran hukum akan semakin minim terjadi. Dalam kondisi ini, maka etika justru secara falsafati akan berada di level yang lebih tinggi dari hukum.
Jika etika berfungsi baik dalam kehidupan masyarakat, maka hukum akan menjadi ultimum remidium dan irit disentuh karena menjadi garda terakhir untuk menjaga ketertiban dan keadilan.
Tidak heran jika di negara yang sukses membangun karakter etika, penjara-penjaranya banyak ditutup karena minim penghuni.
Oleh karena itu, pembelajaran etika, budi pekerti, dan sportifitas, harus menjadi bagian integral dari sistem Pendidikan nasional dan bukan sekadar wacana.
Keluarga sebagai unit terkecil yang paling memengaruhi sikap individual juga harus mengambil peran. Karena bagaimana pun, keluarga adalah sekolah kehidupan pertama bagi setiap individu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.