Salin Artikel

Tragedi Kanjuruhan, Penegakan Hukum, dan Pendidikan Humaniora

Korban tewas yang disampaikan Menko PMK Muhadjir Effendy terakhir berjumlah 125 orang. Sebanyak 302 orang luka ringan dan 21 orang luka berat.

Dalam rangka penegakan hukum, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga telah mengumumkan daftar anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (Kompas, 3/9/2022).

Peristiwa kelam ini, menelan jumlah korban terbanyak kedua dalam sejarah sepak bola dunia. Sebelumnya tragedi Peru 58 tahun lalu, merenggut nyawa 300 orang tewas (Kompas TV 2/10/2022).

Tragedi Kanjuruhan sontak viral di berbagai belahan dunia. The Washington Post dan BBC News menjadikannya sebagai berita. Sementara The New York Times melaporkan secara khusus.

Dalam reportasenya yang berjudul 'Riots at Indonesian Soccer Match Leave Several Fans Dead', The New York Times menulis secara menohok, “kekerasan di pertandingan sepak bola telah lama menjadi masalah bagi Indonesia. Persaingan antara tim-tim besar yang menyebabkan kematian, adalah hal biasa.”

Laporan media terbesar di AS itu tampak tendensius, ibarat tamparan bagi dunia sepak bola kita. Justru di saat sepak bola lagi getol-getolnya dikembangkan di negeri ini.

Penegakan hukum

Tragedi memang kerap berulang. Selama ini, kita kerap menghadapi kasus demi kasus yang melibatkan perilaku suporter. Apalagi jika pertandingan dilakukan antar-tim dengan labelisasi “musuh bebuyutan”.

Hal yang mencengangkan dalam peristiwa Kanjuruhan adalah korban terbanyak justru terjadi saat pertandingan steril dari suporter lawan dan hanya dihadiri suporter tuan rumah.

Kerusuhan yang berawal dari ketidakpuasan atas hasil pertandingan, seketika menjadi tak terkendali.

Kesiapan dan kemampuan penyelenggara pertandingan dan penanganan oleh aparat keamanan tentu yang pertama menjadi sorotan.

Jumlah penonton dan kapasitas stadion, antisipasi manajemen risiko kerusuhan, aliran masa saat darurat, dan sistem keamanan adalah faktor yang harus menjadi perhatian. Tidak boleh abai sedikit pun.

Belajar dari stadion kelas dunia yang ada di London, sebagai kiblat sepak bola dunia, petugas menerapkan kontrol demikian ketat bagi pengunjung.

Bukan hanya isi, bahkan ukuran tas yang dibawa saja mereka tetapkan dengan ukuran tertentu, tidak boleh terlalu besar.

Jadwal dan jam pertandingan juga menjadi faktor yang harus diwaspadai. Terlepas dari korelasi dengan rating prime time media.

Pertandingan malam hari di saat penonton terlalu lama menunggu dan banyak yang datang dari jauh dengan fasilitas dan bekal seadanya, bisa menjadi pencetus tersendiri.

Penegakan hukum adalah sebuah keharusan, apalagi telah jatuh begitu banyak korban. Tetapi mencari akar penyebab secara ilmiah dan praktis kenapa peristiwa itu terjadi adalah hal sangat penting agar peristiwa ini tidak terulang.

Pendekatan humaniora, analisis sosiologis, budaya dan karakter penonton harus dipelajari saksama.

Pendekatan humanis aparat, pembinaan secara berkesinambungan komunitas suporter oleh PSSI dan pemerintah daerah setempat adalah variable lain yang harus dilakukan.

Pembinaan dan pengembangan sepak bola tanah air tidak cukup hanya menyentuh klub dan pemain. Tetapi juga ekosistem pendukungnya, yaitu para suporter.

Sehebat apa pun sepak bola kita, jika kerusuhan dan korban jiwa selalu terulang, maka disrupsi akan terus terjadi.

Jika sampai kalah, selain meluapkan kekesalan kepada tim lawan, juga berimbas pada tim kesayangan, “laksana cinta yang seketika berubah jadi benci”.

Padahal loyalitas dan solidaritas para suporter seharusnya tetap bermakna positif. Hadir di stadion dan menonton pertandingan adalah representasi kegairahan atas loyalitas dan solidaritas itu.

Pertandingan pada ujungnya akan selalu menyisakan menang dan kalah. Maka tidak masuk akal kalau tim idola harus selalu menang.

Salah pemaknaan arti loyalitas dan solidaritas yang berujung kerusuhan, selain memakan korban jiwa, juga mengancam iklim kondusif persepakbolaan nasional.

Penonton seharusnya datang ke stadion untuk bergembira, sambil menikmati permainan bola berkualitas.

Mendukung tim kesayangan tentu sangat boleh dilakukan. Namun fanatisme sempit, apalagi loyalitas dan solidaritas salah makna harus dihindari.

Sesungguhnya jika pemain bisa tampil tanpa kekhawatiran atas keamanan diri mereka, maka para pemain akan lebih optimal.

Hal ini akan menjadikan sepak bola Indonesia menjadi tontonan sekaligus hiburan berkualitas, menarik dan elegan.

Olahraga memiliki misi luhur, yaitu sportifitas. Tanpa sportifitas dan integritas, olah raga berpotensi membawa bencana. Kalah menang dalam pertandingan adalah suatu keniscayaan.

Berkaca pada momen sepak bola paling akbar, Piala Dunia, tim dari negara yang semula kita anggap paling hebat, juga seringkali terpental, bahkan pada babak-babak awal. Sepak bola memang mengherankan karena memang bola itu bundar.

Jika Indonesia ingin diperhitungkan di level internasional, apalagi ingin menjadi tuan rumah pertandingan internasional bergengsi, maka reputasi tanpa kerusuhan harus menjadi realita. Stigma bahwa kerusuhan sepak bola sudah menjadi laten di negeri ini harus dihapus.

Suporter juga harus diajak memahami secara bijak bahwa sesungguhnya ketetapan hukum alam menunjukan ketidakabadian itu. Tidak ada tim yang akan menjadi pemenang selamanya.

Ibarat sebuah roda pedati, suatu saat ujung jari-jari kayunya akan berada di atas. Tetapi di saat lain akan berada di bawah. Semuanya hanya soal waktu saja.

Demikian juga dalam pertandingan sepak bola. Memberi spirit kepada setiap orang, dan generasi masa depan kita bahwa harus menjadi pemenang adalah penting. Tetapi mengajari mereka untuk siap kalah secara sportif juga sama pentingnya.

Sikap para suporter sebagai pendukung dan sahabat tim di kala menang atau pun kalah, dan menyikapi lawan main dengan sportifitas, menjadi kunci pertandingan berkualitas.

Kondisi ini juga akan semakin meningkatkan moral dan spirit para pemain karena merasa didukung penuh.

Pendidikan etika dan budi pekerti

Kekerasan bukanlah solusi. Bahkan kekerasan berpotensi menimbulkan kekerasan baru. Kekecewaan dalam pertandingan tidak layak diluapkan dengan keberingasan dan kerusuhan.

Penyelenggara pertandingan dan aparat keamanan juga harus mengantisipasi semua kemungkinan.

Pertandingan yang steril dan hanya dihadiri suporter satu tim tidak lantas menjamin bebas dari kerusuhan.

Luapan kekesalan karena kekalahan bisa tetap tertuju pada tim dan ofisial lawan, atau bahkan pada tim idola sendiri yang telah dianggap gagal.

Bayangkan jika jatuh korban juga dari unsur pemain atau ofisial, maka sepak bola kita akan kian terpuruk, akan muncul labelisasi internasional bahwa sepak bola kita tidak aman buat penonton, pemain dan ofisial.

Kita sudah harus mengkaji akar permasalahannya, termasuk pola Pendidikan kita pada umumnya.

Suporter sepak bola yang didominasi milenial dan jumlahnya terus meningkat harus menjadi bahan evaluasi reflektif. Jika tidak segera diatasi, maka akan menjadi semacam “mata kuliah buruk” bagi masyarakat.

Pendidikan dalam berbagai tingkatan tentu bukan hanya ditujukan agar individu cerdas dan menguasai ilmu pengetahuan secara cemerlang.

Esensi pendidikan adalah lahirnya individu berbudi pekerti, beretika, berintegritas, sportif, dan taat hukum. Materi Pendidikan ini akan menjadi counter atas “mata kuliah buruk” tadi.

Masyarakat yang baik adalah yang menjunjung tinggi etika dan budi pekerti. Karena dalam masyarakat seperti ini, maka hukum tidak akan sering-sering digunakan untuk menindak para pelanggar.

Secara umum, etika dan budi pekerti akan menjadi penyaring dan pencegah tindakan pelanggaran dan gangguan ketertiban umum.

Negara akan semakin kondusif jika seluruh komponen bangsanya memiliki budaya malu. Malu untuk melakukan hal-hal yang melanggar etika dan kepantasan apalagi melanggar hukum.

Dampaknya, pelanggaran hukum akan semakin minim terjadi. Dalam kondisi ini, maka etika justru secara falsafati akan berada di level yang lebih tinggi dari hukum.

Jika etika berfungsi baik dalam kehidupan masyarakat, maka hukum akan menjadi ultimum remidium dan irit disentuh karena menjadi garda terakhir untuk menjaga ketertiban dan keadilan.

Tidak heran jika di negara yang sukses membangun karakter etika, penjara-penjaranya banyak ditutup karena minim penghuni.

Oleh karena itu, pembelajaran etika, budi pekerti, dan sportifitas, harus menjadi bagian integral dari sistem Pendidikan nasional dan bukan sekadar wacana.

Keluarga sebagai unit terkecil yang paling memengaruhi sikap individual juga harus mengambil peran. Karena bagaimana pun, keluarga adalah sekolah kehidupan pertama bagi setiap individu.

https://nasional.kompas.com/read/2022/10/04/09205961/tragedi-kanjuruhan-penegakan-hukum-dan-pendidikan-humaniora

Terkini Lainnya

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke