Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sandro Gatra
Wartawan, tinggal di Jakarta.

Wartawan, tinggal di Jakarta. Menyukai isu-isu politik dan hukum. Bergabung dengan KOMPAS.com sejak 2009. Saat ini menjadi Editor Kolom & Konsultasi Hukum KOMPAS.com.

"Prank" Baim Wong dan Wibawa Polri

Kompas.com - 03/10/2022, 10:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ARTIS Baim Wong kembali membuat kontroversi. Baim bersama istrinya, Paula Verhoeven, mengusik wibawa Kepolisian dan tidak memedulikan luka para korban kekerasan dalam rumah tangga.

Di saat pemerintah dan masyarakat menyoroti tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Baim mengunggah konten prank lewat kanal YouTube Baim Paula pada Minggu (2/10/2022) siang.

Baim dan Paula melakukan prank terhadap polisi memakai isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Diskenariokan, di Polsek Kebayoran Lama, Jakarta, Paula mengaku menjadi korban KDRT yang dilakukan Baim.

Baca juga: Kronologi Lengkap Baim Wong dan Paula Prank Polisi, Pura-pura Bikin Laporan KDRT

Catatan penting dalam peristiwa ini, pasangan suami istri tersebut melakukan prank terhadap aparat penegak hukum. Selain itu, tak tanggung-tanggung, mereka langsung masuk ke markas polisi, simbol kepolisian.

Jika korban tindak pidana datang untuk berhadap pertolongan penegak hukum, namun Baim dan Paula datang hanya untuk membuat lelucon.

Catatan lain, mirisnya, Baim dan Paula memakai isu KDRT untuk kepentingan pribadi mereka. Padahal, KDRT merupakan kasus yang terus berulang dengan korban anak dan perempuan.

Komisioner Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Siti Aminah Tardi, mengecam tindakan Baim dan Paula.

Sikap pasangan YouTuber itu, menurut dia, mempertontonkan nirempat terhadap para korban KDRT yang sedang berjuang memutus rantai kekerasan.

Ada banyak korban KDRT yang sedang berjuang mempercayai sistem hukum agar keadilan bisa dirasakan. Namun demikian, konten KDRT justru dijadikan bahan lawakan.

"Menjadi korban KDRT itu menyakitkan dan membuat perempuan tidak berdaya. Menjadikannya untuk bahan tertawaan tentunya sebuah tindakan yang tidak bijak, juga tidak memberikan pendidikan kepada masyarakat untuk mencegah dan membantu korban KDRT," papar dia.

Pakar Hukum Pidana yang juga mantan anggota Kompolnas, Hamidah Abdurrachman, menekankan bahwa KDRT bukan kejahatan biasa. Banyak kasus KDRT sampai berujung kematian korban.

Menurut dia, KDRT adalah bukti ketidakadilan terhadap perempuan, baik secara fisik maupun psikis, baik secara struktural maupun kultural dan terjadi di ruang domestik maupun publik.

Bentuk-bentuk kekerasan tersebut telah mengakar dalam masyarakat secara turun-temurun sebagai konstruksi dari ideologi patriarki. Tanpa disadari lama kelamaan menjadi ideologi pembenaran kekerasan terhadap perempuan.

Hamidah menyoroti KDRT yang dianggap sebagai persoalan privat keluarga. Dampaknya, dalam banyak kasus, kasus KDRT selalu diarahkan untuk berdamai yang diakhiri dengan pencabutan laporan. Tidak ada keadilan bagi korban.

Tidak sedikit pula korban kekerasan yang sampai meminta perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Fakta itu menunjukkan dampak yang luar biasa bagi korban.

Karena itu, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengkritik sikap Baim dan Paula.

"KDRT telah menjadi neraka buat korbannya, KDRT itu tidak untuk dibuat canda apalagi hanya untuk konten video murahan, KDRT itu harus diperangi," kata Edwin.

Respons dari peristiwa tersebut, polisi didesak menindak Baim dan Paula. Desakan itu mengacu pada Pasal 220 KUHP soal laporan palsu.

Isi pasal tersebut, yakni: Barangsiapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu perbuatan pidana, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.

Menurut penulis, polisi perlu mempertimbangkan serius langkah pidana terhadap Baim dan Paula.

Baca juga: Prank KDRT Baim Wong, Dalih Lelucon Dinilai Tak Bisa Jadi Pembenaran

Di saat para pimpinan Polri tengah berjuang meningkatkan kepercayaan publik pasca-kasus Ferdy Sambo, sebaliknya, Baim dan Paula justru mengusik wibawa Kepolisian.

Polisi juga perlu berkaca pada kasus Ferdy Sambo. Ulah sekelompok oknum berdampak buruk pada seluruh polisi.

Jangan sampai ketidaktegasan polisi di salah satu Polsek terhadap pelaku prank, malah merepotkan jajaran Kepolisian di seluruh Indonesia.

Bukan tidak mungkin jika tidak ada penindakan terhadap aksi Baim dan Paula, maka akan terulang ulah-ulah serupa di banyak kantor polisi.

Preseden buruk akan terus menggerus citra Polri di masa depan.

Langkah tegas polisi bukan hanya untuk menjaga citra institusi Polri, tetapi juga sebagai keberpihakan kepada para korban KDRT.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com