JAKARTA, KOMPAS.com - Penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian menjadi penyebab 125 orang meninggal dunia dalam tragedi pada akhir laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) malam.
Gas air mata bertebaran di beberapa sisi dalam Kanjuruhan setelah Aremania, suporter Arema, merangsek ke lapangan pertandingan.
Pihak aparat mencoba menghalau massa Aremania dengan menembakan gas air mata ke arah beberapa tribun. Dari sini lah petaka itu terjadi.
Baca juga: Media Asing: Tragedi di Stadion Kanjuruhan Salah Satu Bencana Sepak Bola Terburuk di Dunia
Tembakan gas air mata tersebut membuat Aremania panik berlarian mencoba mencari pintu keluar.
Akan tetapi, kepanikan itu justru membuat massa tertumpuk dan sesak nafas. Laporan resmi terakhir menyebut 125 orang meninggal dunia, dua di antaranya merupakan anggota Polri.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan umumnya korban meninggal dunia karena desak-desakan, saling himpit, terinjak-injak, dan sesak nafas.
“Tak ada korban pemukulan atau penganiayaan antar suporter,” tegas Mahfud dalam keterangannya, Minggu (2/10/2022).
Baca juga: Ketum Muhammadiyah: Tragedi Stadion Kanjuruhan Menggoyah Marwah Bangsa
Mahfud menegaskan bahwa tragedi Kanjuruhan bukanlah bentrok sesama suporter, yakni Aremania dengan Bonek, fan Bajul Ijo julukan Persebaya.
Sebab, Bonek dalam laga kali ini tidak boleh hadir menyaksikan tim kesayangannya di Kanjuruhan.
Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur Irjen Nico Afinta menyebut penembakan gas air mata kepada Aremania di atas tribun sudah sesuai prosedur.
Menurut Nico, hal itu sebagai upaya menghalau serangan suporter yang merangsek turun ke lapangan dan berbuat anarkis.
"Sehingga, para suporter berlarian ke salah satu titik di pintu 12 Stadion Kanjuruhan. Saat terjadi penumpukan itulah banyak yang mengalami sesak napas," ujar jenderal Korps Bhayangkara bintang dua itu.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mempertanyakan penggunaan gas air mata oleh aparat dalam tragedi tersebut.
Huda menjelaskan bahwa berdasarkan pedoman 'FIFA Stadium Safety and Security Regulation' Pasal 19B, disebutkan tidak boleh sama sekali penggunaan senjata api dan gas air mata untuk pengendalian massa.
“Tapi kenapa ini masih digunakan dalam SOP (standar operasional prosedur) pengamanan suporter di Indonesia,” kata Huda.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan: Tangis Duka Sepak Bola Indonesia dalam Kepulan Gas Air Mata