JAKARTA, KOMPAS.com - Perang opini antara Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) beberapa waktu ini menambah rentetan panjang perseteruan antar partai politik.
Saling lempar sindiran pun kerap mewarnai hubungan dua partai ini.
Partai Demokrat sudah hampir 10 tahun konsisten berada di luar pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang merupakan kader PDI-P itu.
Sementara, PDI-P pernah berada di posisi yang sama ketika Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa.
Belakangan, sejumlah rentetan serangan dilancarkan Demokrat ke PDI-P dan juga Istana.
Hal ini dimulai dari munculnya pernyataan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal dugaan Pemilu 2024 akan berlangsung tidak jujur dan tidak adil.
Serangan itu berlanjut hingga dugaan muatan politik atas penetapan tersangka Gubernur Papua sekaligus kader Demokrat, Lukas Enembe.
Berikut rangkaian serangan Demokrat ke PDI-P dan juga Istana.
Belum ada satu bulan lalu, SBY tiba-tiba turun gunung untuk menyampaikan informasi kepada publik
Informasi itu kemudian tersebar luas. Informasinya adalah, SBY menduga, Pemilu 2024 mendatang bakal diselenggarakan dengan tidak jujur dan adil.
SBY menyatakan mempunyai informasi terkait dugaan rekayasa itu.
Baca juga: Saling Serang Demokrat-PDIP Setelah SBY Turun Gunung Cium Aroma Rekayasa Pemilu 2024
"Para kader, mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilihan Umum 2024 mendatang? Saya mendengar, mengetahui, bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil," kata SBY saat berpidato di acara Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat, Kamis (15/9/2022).
Video pidato itu viral di media sosial, termasuk diunggah oleh akun Instagram DPD Partai Demokrat Sumatera Utara, @pdemokrat.sumut.
Dalam video itu, SBY mengatakan bahwa berdasarkan informasi yang ia terima, Pilpres 2024 konon akan diatur sehingga hanya diikuti oleh dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Baca juga: Sikap Partai Demokrat Saat Kader Terlibat Korupsi, antara Lukas Enembe dan Anas Urbaningrum
Tak berselang lama usai pernyataan tersebut, SBY langsung mendapatkan respons dari PDI-P.
Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto menilai, Pemilu 2009 yang digelar di masa SBY justru dinilai sarat kecurangan.
"Mohon maaf Pak SBY tidak bijak, dalam catatan kualitas Pemilu, tahun 2009 justru menjadi puncak kecurangan yang terjadi dalam sejarah demokrasi," kata Hasto dalam keterangan tertulis, Sabtu (17/9/2022).
Hasto meminta SBY untuk bertanggung jawab atas kecurangan yang terjadi karena saat itu merupakan periode kepemimpinannya.
Lanjut dia, pada era kepemimpinan SBY ditemukan manipulasi daftar pemilih tetap (DPT) yang bersifat masif.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.