JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun menyesalkan ada hakim Mahkamah Agung (MA) seperti Sudrajad Dimyati yang terlibat korupsi. Sebab menurut dia upaya untuk menjadi hakim agung cukup berat.
"Ini yang bagi saya, pemikiran saya, aduh jatuh sekali. Perjuangannya berat menjadi hakim agung. Periode ini saja cuma lulus satu dari DPR. Periode yang lalu tidak ada malah. Kosong," kata Gayus seperti dikutip dari program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Senin (26/9/2022).
"Nah ini sudah menjadi hakim agung, diberi wewenang yang penuh, tapi ada pelanggaran."
Baca juga: KPK Geledah 3 Ruang Hakim Agung di Gedung MA
Gayus yang pernah menjadi hakim agung pada 2011 sampai 2018 mengatakan, kasus yang melibatkan Sudrajad sangat menyedihkan.
Menurut dia, yang menjadi ironi adalah nantinya Sudrajad yang bakal diadili oleh hakim pengadilan tingkat pertama.
Terkait maraknya hakim yang terlibat korupsi, Gayus mengatakan, MA sebenarnya sudah menerbitkan maklumat pada 2017 yang menyatakan tidak akan memberikan bantuan hukum bagi hakim yang terlibat pelanggaran.
"Ya bagaimana mau dibantu hukum, orang dia hakim," ucap Gayus.
Gayus juga berharap seluruh pihak terkait di MA bisa diperiksa dalam perkara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab menurut dia jika seorang hakim agung melakukan pelanggaran, maka seluruh anggota yang ada hingga pimpinan kamar mesti diperiksa.
"Ini berjenjang. Dari yang bersangkutan sampai ketua kamar sampai dengan pimpinan MA bisa diperiksa, dan saya mengharapkan diperiksa supaya jelas bagaimana pimpinan itu memimpin kamarnya dan terutama anggota majelis," papar Gayus.
KPK menduga Sudrajad menerima suap dari sejumlah pengurusan perkara di MA.
"(Penerimaan suap) diduga tidak hanya terkait dengan perkara yang kami sampaikan saat ini," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Jumat, (23/9/2022).
Menurut Alexander Marwata, dugaan adanya penerimaan suap lain tersebut diperoleh dari keterangan sejumlah saksi yang telah diperiksa.
KPK, kata Alexander Marwata, juga akan mendalami keterangan tersebut melalui bukti elektronik yang telah disita penyidik.
"Jadi dari keterangan beberapa saksi yang sudah diperiksa dan juga bukti elektronik maupun dari hasil pemeriksaan sementara," ujarnya.
Baca juga: KY Akan Koordinasi dengan KPK soal Pemeriksaan Hakim Agung Sudrajad Dimnyati
Alexander Marwata menilai, termuan-temuan yang diperoleh dari keterangan saksi maupun adanya bukti permulaan dalam proses penyidikan terkait kasus ini bakal didalami lebih lanjut.
Ia memastikan, KPK akan melakukan pengembangan perkara tersebut jika ditemukan adanya alat bukti yang cukup.
"Tentu nanti ketika dari hasil pengembangan penyidikan, diperoleh kecukupan alat bukti, dan menentukan siapa tersangkanya, tentu akan kami sampaikan," ucap Alexander Marwata.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, dalam kasus itu penyidik menetapkan Sudrajad dan sejumlah pegawai MA sebagai tersangka dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) itu digelar di Jakarta, Bekasi, dan Semarang pada Kamis (22/9/2022) hingga Jumat (23/9/2022).
Sudrajad tidak ditangkap dalam OTT, tetapi mendatangi KPK pada Jumat. Setelah diperiksa dia langsung ditahan.
Para pegawai MA yang turut jadi tersangka adalah Panitera Pengganti Mahkamah Agung Elly Tri Pangestu, 2 pegawai negeri sipil (PNS) pada Kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie, serta 2 PNS MA Albasri dan Nurmanto Akmal.
Baca juga: KY Bakal Ikut Dalami Dugaan Adanya Hakim Agung Lain yang Terlibat Pengurusan Perkara di MA
Sedangkan tersangka dari pihak swasta atau pihak diduga pemberi suap adalah Yosep Parera dan Eko Suparno selaku advokat, serta Heryanto dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID).
Dari pemeriksaan para tersangka setelah OTT, Sudrajad diduga menerima suap supaya membuat putusan kasasi yang menetapkan Koperasi Simpan Pinjam Intidana pailit.
Yosep dan Eko diduga memberikan uang sebesar 202.000 dolar Singapura atau sekitar Rp 2,2 miliar.
Meski demikian, saat operasi tangkap tangan (OTT), KPK mengamankan uang 205.000 dolar Singapura dan Rp 50 juta. Uang itu diberikan kepada Desi.
Desi kemudian membagi-bagikan uang tersebut untuk sejumlah pihak yang terlibat dalam perkara ini.
Baca juga: Mereka yang Terjerat Korupsi Tahun Ini, dari Rektor hingga Hakim Agung
Desi disebut menerima Rp 250 juta, Muhajir Habibie Rp 850 juta, dan Elly sebesar Rp 100 juta.
“Sudrajad Dimyati menerima sekitar sejumlah Rp 800 juta yang penerimaannya melalui Elly,” tutur Firli.
Atas perbuatannya, Heryanto, Yosep, Eko, dan Ivan melanggar Pasal Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Baca juga: Hakim Agung Kena OTT KPK, Mahfud MD: Hukumannya Harus Berat, Jangan Diampuni
Sementara, Sudrajad Dimyati, Desi, Elly, Muhajir, Nurmanto, dan Albasri sebagai penerima suap disangka dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
(Penulis : Vitorio Mantalean, Irfan Kamil | Editor : Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Novianti Setuningsih)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.