Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendagri Diminta Cabut SE yang Izinkan Pj Kepala Daerah Mutasi ASN

Kompas.com - 21/09/2022, 16:50 WIB
Tatang Guritno,
Bagus Santosa

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mencabut Surat Edaran (SE) yang mengizinkan penjabat (Pj), pelakasana tugas (Plt) dan pejabat sementara (Pjs) kepala daerah memutasi atau memberhentikan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Adapun hal itu diatur dalam SE Mendagri Nomor 821/5492/SJ tertanggal 14 September 2022.

“Dampak-dampak yang akan kita hadapi terkait surat edaran itu nanti agak susah, karena penjabat ini lama, bukan seperti penjabat sebelumnya yang batas waktunya bulanan (sebentar),” tutur Saan dalam rapat bersama Kemendagri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (21/9/2022).

Baca juga: Mendagri Izinkan Penjabat Kepala Daerah Lakukan Mutasi

Saan menilai, selain masa jabatan, para pejabat sementara itu berjumlah banyak. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari diselenggarakannya Pemilu Serentak 2024.

Ia menilai, SE Kemendagri itu juga rawan disalahgunakan oleh para pejabat sementara.

“Rawan namanya abuse of power. itu rawan sekali. Maka terkait dengan itu kita coba diskusikan apakah misalnya coba dicabut digantikan dengan surat edaran yang baru,” sebut Saan.

“Dievaluasi, atau direvisi terkait dengan soal surat edaran itu supaya dasar hukumnya tidak bertentangan dengan undang-undang yang ada,” paparnya.

Saan juga meragukan pengawasan dari Kemendagri terkait implementasi SE tersebut.

Menurutnya, tanpa kontrol yang kuat, pejabat sementara bisa memanfaatkan kewenangan yang diberikan untuk kepentingan pribadinya.

“Dia (pejabat sementara) akan menyalahgunakan SE Mendagri untuk kepentingan politiknya, akan bertindak sewenang-wenang terhadap ASN karena tidak perlu izin tertulis,” ujarnya.

Baca juga: Kemendagri Berikan Tanggapan soal Pj, Plt, dan Pjs Kepala Daerah yang Bisa Berhentikan ASN Tanpa Izin

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan, penerbitan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 821/5492/SJ tanggal 14 September 2022 bertujuan untuk menjadikan pembinaan kepegawaian di daerah berjalan lebih efektif dan efisien.

Kemendagri meluruskan anggapan bahwa edaran tersebut memberikan izin kepada penjabat (pj), pelaksana tugas (plt), maupun penjabat sementara (pjs) kepala daerah untuk memutasi atau memberhentikan aparatur sipil negara (ASN) begitu saja.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benni Irwan mengatakan, SE tersebut berisi dua poin pokok dalam mendukung pembinaan kepegawaian di daerah agar lebih efektif dan efisien.

Pertama, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) memberikan izin kepada pj, plt, dan pjs kepala daerah untuk menjatuhkan sanksi atau hukuman disiplin bagi ASN yang tersangkut korupsi dan pelanggaran disiplin berat.

Hal itu sejalan dengan ketentuan Pasal 18 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa kepala daerah harus menetapkan penjatuhan hukuman disiplin tingkat berat bagi ASN yang tersandung korupsi.

Benni mencontohkan, apabila ada seorang ASN yang ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi, maka bupati akan melakukan pemberhentian sementara.

Namun, sebut dia, hal itu tidak bisa langsung dilakukan, karena harus mendapat izin Mendagri terlebih dahulu.

Sedangkan amanat PP Nomor 94 Tahun 2021 menyebut bahwa pegawai yang bersangkutan harus segera diberhentikan sementara.

“Sehingga, dengan izin yang tersebut dalam SE, ASN yang melakukan pelanggaran dapat segera diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku,” terang Benni dalam keterangan persnya, Minggu (18/9/2022).

Baca juga: Pj Kepala Daerah Bisa Sanksi Tanpa Izin, Kemendagri: Demi Efisiensi

 

Poin kedua, lanjut Benni, Mendagri memberikan izin kepada pj, plt, dan pjs kepala daerah yang akan melepas dan menerima ASN yang mengusulkan pindah status kepegawaian (mutasi) antardaerah maupun antarinstansi.

Dengan demikian, pj, plt, dan pjs kepala daerah tidak perlu lagi mengajukan permohonan persetujuan tertulis sebagaimana yang diatur sebelumnya.

Upaya tersebut dilakukan agar proses pindah status kepegawaian tersebut berjalan lebih efektif dan efisien.

Contohnya adalah ketika seorang pj bupati akan melepas ASN-nya pindah ke kabupaten lain.

Kedua kepala daerah, baik yang melepas maupun menerima, harus mendapatkan izin Mendagri terlebih lebih dulu sebelum menandatangani surat melepas dan menerima pegawai.

Padahal, pada tahap selanjutnya, mutasi antardaerah tersebut akan tetap diproses oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Dengan demikian, untuk mempercepat proses pelayanan mutasi, penandatanganan izin melepas dan menerima tersebut akan diberikan.

“Pada dasarnya, SE itu hanya memberikan persetujuan amat terbatas, hanya dua urusan diatas kepada pj kepala daerah untuk kecepatan dan kelancaran birokrasi pembinaan kepegawaian, dan sangat jauh berbeda dengan kewenangan kepala daerah definitif,” ujar Benni.

Baca juga: Fraksi PSI Usul Pembentukan Pansel Penjabat Gubernur DKI Jakarta

 

Namun, lanjut Benni, untuk mutasi pejabat internal daerah, seperti pengisian jabatan tinggi pratama serta administrator, pj, plt, dan pjs kepala daerah tetap harus mendapatkan izin tertulis dari Mendagri.

“Kalau tidak dapat izin dari Mendagri, kebijakan tersebut tidak dapat dilakukan oleh daerah,” tegasnya.

Selanjutnya, sebut Benni, setelah proses pembinaan kepegawaian tersebut dilaksanakan, pj, plt, dan pjs kepala daerah akan melaporkan kepada Mendagri.

“(Laporan kepada Mendagri) paling lambat tujuh hari terhitung sejak kebijakan tersebut diambil,” ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com