JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan, kasus pembunuhan disertai mutilasi yang terjadi di Mimika, Papua, yang dilakukan 6 anggota TNI AD dan menewaskan 4 warga sipil seharusnya memantik pemerintah dan DPR untuk segera mereformasi sistem peradilan militer.
"Hal yang tak kalah penting, kasus pembunuhan dan mutilasi yang melibatkan anggota TNI seharusnya juga dijadikan sebagai momentum oleh pemerintah dan DPR untuk mendorong reformasi sistem peradilan militer," kata Gufron dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Senin (5/9/2022).
Menurut Gufron, agenda reformasi peradilan militer sebenarnya sudah dimandatkan sejak awal era reformasi pada 1998. Namun, hingga kini hal itu tidak kunjung dijalankan.
"Padahal, reformasi sistem peradilan ini merupakan bagian dari agenda yang telah dimandatkan sejak awal Reformasi 1998 untuk mewujudkan prinsip persamaan di hadapan hukum dan untuk mencegah impunitas terhadap bagi anggota TNI yang melakukan tindak pidana," ucap Gufron.
Baca juga: Dugaan Jual Beli Senjata Api Ilegal di Balik Kasus Mutilasi di Mimika Perlu Diusut
Gufron mengatakan, proses hukum terhadap enam anggota TNI terduga pelaku pembunuhan
dan mutilasi harus dijalankan secara objektif, transparan dan akuntabel.
Memang, kata dia, idealnya 6 prajurit yang menjadi tersangka pelaku pembunuhan disertai mutilasi seharusnya diadili di peradilan umum mengingat perbuatan yang mereka lakukan merupakan tindak pidana.
Akan tetapi, hingga kini sistem peradilan militer yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer belum direformasi.
"Karena itu, proses peradilan yang objektif, transparan dan akuntabel terhadap para pelaku menjadi penting sehingga tidak terjadi praktik impunitas, sebagaimana kecenderungan yang
sering terjadi dalam kasus kekerasan di Papua yang melibatkan aparat keamanan," ucap Gufron.
"Penegakan hukum harus dilakukan, jangan sampai ada proses impunitas terhadap pelaku kekerasan yang hanya akan semakin memperburuk situasi hak asasi manusia di Papua," lanjut Gufron.
Baca juga: Kami Minta Jenderal Andika Perkasa Hukum Pelaku Mutilasi di Mimika Seberat-beratnya
Sampai saat ini dilaporkan ada 6 anggota TNI AD yang ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus itu. Mereka adalah 2 perwira infanteri yakni Mayor Inf HF dan Kapten Inf DK, serta Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC dan Pratu R.
Sedangkan, empat tersangka dari kalangan sipil yakni APL alias J, DU, R, dan RMH. Untuk tersangka sipil ditangani pihak kepolisian.
Selain itu, terdapat 2 orang anggota TNI AD yang masih diperiksa karena diduga ikut menikmati uang para korban yang dirampok para tersangka yang berjumlah Rp 250 juta.
Para tersangka diduga sudah berniat merampok para korban. Caranya adalah memancing keempat korban dengan iming-iming menjual senapan serbu AK-47.
Keempat korban kemudian membawa uang senilai Rp 250 juta sesuai nilai senjata yang akan dijual.
Korban dan pelaku kemudian bertemu Distrik Mimika Baru, pada 22 Agustus 2022 sekitar pukul 21.50 WIT. Namun, para pelaku justru membunuh mereka.
Baca juga: 6 Anggota TNI Tersangka Kasus Mutilasi di Mimika Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana