“Kami berusaha sesegera mungkin kasus ini dituntaskan,” tegas jenderal bintang tiga tersebut.
Markas Besar TNI Angkatan Darat menyatakan akan menegaskan kasus mutilasi yang melibatkan enam prajurit akan diungkap secara serius.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen Tatang Subarna menyatakan, TNI AD akan memberikan sanksi tegas dan berat terhadap para pelaku.
“(Penerapan sanksi) sesuai dengan peraturan dan ketentuan hukum yang berlaku,” kata Tatang.
Sejumlah kalangan meminta supaya proses penegakan hukum terhadap para anggota TNI yang terlibat dilakukan secara terbuka.
Ketua Badan Pengurus Centra Initiative dan Peneliti Senior Imparsial, Al Araf mengatakan, sebaiknya penanganan perkara itu dilakukan secara terbuka.
"Kekerasan yang dilakukan oleh oknum anggota TNI adalah tindakan yang harus diproses secara hukum. Persoalan kekerasan itu sudah seharusnya dibawa ke dalam proses peradilan yang objektif, akuntabel dan transparan," kata Al Araf saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/9/2022).
Baca juga: Jasad Korban Mutilasi di Mimika Kembali Ditemukan, Tim Forensik Didatangkan dari Jayapura
Al Araf menilai mekanisme yang objektif untuk mengadili kasus itu adalah melalui peradilan umum. Namun, hal itu tidak bisa diterapkan karena hanya proses peradilan bagi anggota militer dilakukan terpisah dari sipil.
"Walau ada kendala anggota militer aktif tunduk dalam peradilan militer, akan tetapi bukan berarti mereka tidak bisa diadili dalam peradilan umum," ucap Al Araf.
Secara terpisah, pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Teo Reffelsen menilai, tindakan para pelaku merupakan tindak pidana umum, sehingga harus diproses di peradilan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (2) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
"Kami mendesak semuanya harus diproses dan diadili melalui proses peradilan yang adil, bebas dan tidak memihak, agar semua proses dapat dipantau oleh publik dan memastikan pemenuhan hak atas kebenaran dan keadilan bagi korban dan keluarganya serta mencegah terjadinya impunitas," ujar Teo dalam konferensi pers, Rabu (31/8/2022).
Selain mendesak enam prajurit TNI diadili di peradilan umum, LBH Jakarta juga mendesak pelibatan lembaga independen seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
"Atau jika diperlukan Pemerintah dapat membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden untuk memastikan semua proses berjalan dengan secara transparan dan akuntabel," imbuh Teo.
Baca juga: Panglima TNI soal Kasus Mutilasi Mimika: 8 Prajurit Terlibat, 6 Sudah Tersangka
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga ikut menyampaikan pendapat terkait harapan keterbukaan dalam proses penanganan kasus itu.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, memuji langkah TNI yang bergerak cepat menangani perkara itu dan menetapkan sejumlah tersangka serta mengumumkannya.