Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wawan Sobari
Dosen

Dosen bidang politik kreatif;  Ketua Program Studi Magister Ilmu Sosial FISIP Universitas Brawijaya, Malang.

"Mewirausahakan" Legislatif

Kompas.com - 26/08/2022, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA situasi ketidakseimbangan antara wewenang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan kepercayaan publik. Di satu sisi, Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melegitimasi 14 wewenang DPR, terutama dalam membentuk UU dan penganggaran.

Di sisi lainnya, DPR kurang mendapat kepercayaan publik dibanding institusi negara lainnya.

Data berseri hasil jajak pendapat Indikator menunjukkan kepercayaan lebih rendah pada DPR.

Baca juga: Hanya Tuntaskan 2 RUU Prioritas dalam Satu Masa Sidang, Kinerja DPR Dinilai Standar

Survei pada Juni 2022 menunjukkan angka kepercayaan mencapai 62,6 persen. Meskipun tidak sebaik kepercayaan terhadap Presiden (84,5 persen) dan TNI (93,3 persen), namun tren kepercayaan terhadap DPR sebenarnya meningkat dibanding April 2014 (55,8 persen) dan Februari 2019 (59,1 persen).

Situasi tak sepadan dialami pula oleh partai politik. Wewenang besar parpol dalam kandidasi kekuasaan eksekutif dan legislatif tidak diikuti tingginya kepercayaan publik.

Survei Indikator (Juni 2022) menunjukkan kepercayaan terendah terhadap parpol (56,6 persen) dibanding institusi lainnya. Namun, tren kepercayaan terhadap parpol sejatinya meningkat dari 49,8 persen (Januari 2015) ke 53,1 persen (Februari 2019) dan 56,6 persen (Juni 2022).

Dengan kata lain, disparitas antara kuasa DPR dan parpol dan kepercayaan publik sebenarnya tidak menimbulkan kemandekan harapan dan keyakinan publik. Karenanya, dibutuhkan perspektif yang tepat untuk menjelaskannya.

Kewirausahaan legislatif

Kewirausahaan legislatif (legislative entrepreneurship/LE) merupakan salah satu area dalam kajian kewirausahaan politik. Intinya, LE adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan legislator, yang bekerja untuk membangun koalisi dalam membentuk UU dan berupaya menggabungkan berbagai masukan dan isu guna memengaruhi hasil legislasi (Wawro, 2011).

Maka, setidaknya ada empat aspek LE, yaitu membangun koalisi, pengelompokan isu, membuat rancangan undang-undang (RUU), dan literasi kebijakan.

Secara institusional, ruang LE di Indonesia relatif terjamin dalam UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Pasal 71, 72, 80, dan 81 menjamin wewenang, tugas, hak, dan kewajiban DPR dan anggota DPR untuk memanfaatkan ruang LE.

Empat pasal tersebut memberi kekuasaan DPR mulai dari membentuk UU, menjalankan program legislasi nasional, hingga menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan konstituen. Hanya saja, praktik LE tidak seluruhnya sesuai isi UU.

Menurut hasil studi Wawro (2011) di Amerika Serikat (AS), kerja-kerja LE para legislator ternyata tidak bergayung sambut dengan respons apresiatif konstituen, sehingga tidak mendorong peluang keterpilihan kembali. Aktivitas LE juga tidak diperhitungkan parpol dalam kalkulasi investasi pendanaan kampanye untuk legislator.

Baca juga: Selama Pandemi Covid-19, DPR Diminta Nonaktifkan Fungsi Legislasi

Sebaliknya, studi menemukan pula adanya insentif yang mendorong praktik LE dalam struktur di DPR dan parpol. Legislator mempraktikan LE demi promosi jabatan di DPR dan parpol.

Artinya, legislator menggunakan jaminan UU untuk mengeksploitasi hubungan antara legislasi yang baik (good legislation), keterpilihan kembali, dan pengaruh di parlemen dan parpol.

Terobosan formal

Demi mendorong praktik LE dan menjalankan good legislation, maka pendekatan interaksionis bisa dikedepankan. Ide ini bertumpu pada hubungan yang setara dan berkualitas antara legislator dan parpol.

Ukuran-ukuran kualitas ditentukan berdasarkan nilai kemanfaatan publik. Langkah pertama yang bisa dilakukan untuk mengungkit LE, yaitu mendorong amandemen sistem proporsional terbuka.

Survei nasional Indopol (Juni 2022) menunjukkan bahwa 49,92 persen warga memilih caleg (calon legislatif)  ketimbang parpol (6,59 persen). Hal itu menunjukkan tingginya pertimbangan terhadap kandidat. Namun, daya tarik kandidat secara empirik lebih banyak dibangun melalui praktik politik imbal balik (uang/barang).

Situasi tersebut tentunya memarginalkan praktik LE para legislator yang mengandalkan gagasan visioner dan good legislation, tetapi tidak mampu membeli suara. Karenanya, sistem proporsional terbuka (Pasal 158) dan wewenang parpol menyusun daftar bakal calon (Pasal 243) dalam UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu perlu diselaraskan.

Untuk mendorong legislator menjalankan LE, rekayasa sistem proporsional terbuka layak diusulkan. Pada tiap dapil, parpol bisa menetapkan satu atau lebih nomor urut caleg yang diafirmasi terpilih bila memenuhi proporsi kursi. Intinya, parpol mendiskriminasi positif caleg berprestasi pada tiap dapil.

Perubahan formal bisa pula dilakukan atas tatanan koalisi presidensial. Gagasan-gagasan good legislation dari legislatif tampak kurang mengemuka karena mayoritas legislator lebih sibuk mengamankan koalisi. Maka, perlu dilakukan perbaikan pengaturan koalisi agar tidak mengerdilkan kreativitas legislator.

Selain terobosan formal, parpol memiliki posisi vital dan strategis dalam jangka panjang melalui rekrutmen caleg. Parpol besar relatif tidak kesulitan dalam menarik minat warga untuk menjadi caleg. Namun, tetap berkewajiban mencetak caleg handal.

Karenanya, parpol mesti memiliki kurikulum pendidikan dan kaderisasi untuk mencetak calon-calon legislator wirausaha. Sekolah parpol tak semata ditargetkan menempa negosiator politik, melainkan pula para kreator politik.

Terakhir, parpol bisa mengembangkan laboratorium/inkubator LE mulai tingkat organisasi terbawah. Di institusi tersebut, berbagai gagasan LE bisa dikembangkan hingga melahirkan rancangan inovasi kebijakan.

Secara bersamaan, para legislator bisa memanfaatkan laboratorium LE guna memperoleh masukan saat membahas rancangan kebijakan di parlemen.

Maka, swastanisasi legislatif penting untuk mencetak caleg yang pandai mengenali persoalan publik, menentukan solusi, memasarkan, menyusun legislasi, dan memastikan implementasinya mampu memberikan daya ungkit kemanfaatan publik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

Nasional
Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Nasional
Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

Nasional
Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

Nasional
Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

Nasional
Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Nasional
Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Nasional
Menteri KP: Lahan 'Idle' 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Menteri KP: Lahan "Idle" 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Nasional
Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Nasional
Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Nasional
Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Nasional
Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektar Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektar Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Nasional
Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com