Sebelumnya, Sri Mulyani menyebutkan, ada tiga pilihan terkait penanganan BBM subsidi di tengah lonjakan harga minyak mentah.
Menurut dia, ketiganya bukan pilihan yang mudah.
Bendahara negara itu menyampaikan, pilihan pertama yaitu menaikkan anggaran kompensasi dan subsidi energi sehingga semakin membebani APBN.
Baca juga: Pemerintah Siapkan Bansos Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
Pilihan kedua yakni mengendalikan volume Pertalite dan Solar, serta pilihan ketiga yakni dengan menaikkan harga BBM subsidi.
"Semua kombinasi di antara ketiga ini, tiga-tiganya sama sekali enggak enak," ujar dia saat ditemui di Gedung DPR RI, Selasa (23/8/2022).
Ia menyampaikan, tanpa kenaikan harga Pertalite dan Solar, negara harus kembali "nombok" sebesar Rp 198 triliun untuk anggaran subsidi dan kompensasi energi.
Saat ini, anggaran subsidi dan kompensasi energi 2022 masih dipatok sebesar Rp 502,4 triliun.
Angka itu sudah membengkak 229 persen atau sebesar Rp 349,9 triliun dari anggaran semula sebesar Rp 152,1 triliun.
"APBN jelas sekali akan sangat berat karena subsidi BBM itu sudah naik tiga kali lipat, ternyata masih kurang lagi," kata dia.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memberikan penjelasan soal alasan mengapan pemerintah belum juga menegaskan sikap soal penanganan harga BBM bersubsidi.
Menurut Arifin, keputusan kenaikan harga BBM bersubsidi mempertimbangkan banyak aspek.
"Kita akan bahas lagi," ujar Arifin di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu
"Keputusan ini kan harus mempertimbangkan banyak aspek. Aspek daya beli dan kemampuan pendanaan pemerintah," tutur dia.
Baca juga: Sejumlah Menteri Jokowi Merapat ke Kantor Airlangga, Bahas BBM Subsidi?
Selain itu, pemerintah memperhitungkan kondisi akhir tahun yang mana diprediksi kebutuhan energi akan meningkat.
"Ketersediaan energi terbatas, harganya bisa meningkat, mau masuk musim dingin di luar, sekarang kita harus upayakan penuhi paling enggak listrik, untuk manfaatkan maksimum capacity base load dalam negeri," tutur Arifin.