Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Brigadir J dan Harapan Mengikis Budaya Kode Senyap di Tubuh Polri

Kompas.com - 24/08/2022, 05:30 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jumlah polisi yang diperiksa oleh tim Inspektorat Khusus (Irsus) terkait dugaan tidak profesional dan melanggar kode etik dalam penanganan kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tercatat mencapai 83 personel.

Dari jumlah itu, 35 orang di antaranya direkomendasikan dikurung di tempat khusus.

Hal itu memperlihatkan gejala sikap saling menutupi atau subkultur blue wall of silence di tubuh Polri.

Baca juga: Komnas HAM Sudah Periksa Istri Ferdy Sambo, Hasilnya Akan Dibuka di Persidangan

Hal itu ditandai ketika ada kasus pidana yang melibatkan seorang polisi, maka sejumlah rekannya berupaya menutupinya.

Bisa dengan menghilangkan atau merusak barang bukti hingga merusak atau merekayasa tempat kejadian perkara (TKP).

Atau ketika ada seorang polisi yang memutuskan memberikan kesaksian yang memberatkan, maka dia kemungkinan besar bakal mengalami tekanan oleh rekan-rekan kerjanya yang lain.

Menurut Ketua Komisi Kepolisian Nasional yang juga Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, upaya menghalangi penyidikan kasus Brigadir J oleh sejumlah polisi memang nyata.

Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menilai persoalan perilaku seperti itu juga harus diberantas oleh Polri.

Karena sebenarnya hal itu dinilai akan merusak citra mereka secara perlahan-lahan dan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat.

"Tidak ada pilihan lain bagi Polri kecuali membongkar habis segala bentuk kode senyap  yang menaungi kasus tersebut," ucap Reza.

Polri juga mesti berjuang lebih keras untuk memperbaiki organisasi, di tengah pusaran kasus Brigadir J yang menyeret mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Irjen Ferdy Sambo.

"Pertanggungjawaban Polri juga pada dimensi organisasi, bukan hanya pidana," kata Reza saat dihubungi Kompas.com, Selasa (23/8/2022).

Reza menilai Polri melakukan restrukturisasi terkait badai yang menerpa akibat perkara yang ditimbulkan oleh Sambo beserta rekan-rekannya.

Baca juga: Kejagung Terima SPDP Istri Irjen Ferdy Sambo Terkait Kasus Brigadir J

Salah satu restrukturisasi yang dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait dengan kasus itu adalah dengan melakukan mutasi sejumlah perwira, dan membubarkan Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Merah Putih yang sempat dipimpin Sambo.

Salah satu fokusnya, kata Reza, adalah dengan mengurangi praktik budaya kode senyap di antara para polisi.

"Minimal pengikisan subgrup atau geng atau klik, penataan pejabat, dan penguapan kode senyap," ucap Reza.

Jika para pimpinan Polri membiarkan atau mengabaikan budaya seperti maka akan membuat masyarakat semakin tidak percaya dengan polisi.

Hal itu bisa berakibat fatal dan bahkan bisa memicu gejolak sosial di tengah masyarakat.

Selain itu, Reza menilai Polri juga harus segera memperkuat penanaman kode etik profesi di antara para polisi. Hal itu dilakukan guna membentuk karakter polisi yang ideal seperti yang diharapkan.

"Analisis kebutuhan agar terdapat alokasi anggaran yang lebih besar pada penguatan etik, pelurusan jiwa korsa," ucap Reza.

Baca juga: Sidang Etik Irjen Ferdy Sambo Digelar Polri pada Kamis

Reza mengatakan, perilaku kode senyap adalah subkultur menyimpang yang hidup subur seusia dengan institusi kepolisian.

Penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sampai saat ini menetapkan 5 tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.

Para tersangka itu adalah Ferdy Sambo, Putri, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR, dan asisten rumah tangga Putri bernama Kuat Maruf.

Kelimanya dijerat dengan sangkaan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.

Menurut keterangan Mabes Polri, Bharada E diperintahkan oleh Sambo untuk menembak Brigadir J pada 8 Juli 2022.

Peristiwa itu terjadi di rumah dinas Sambo di kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Setelah itu, Sambo menembakkan pistol Brigadir J ke dinding rumah dengan tujuan supaya seolah-olah terjadi baku tembak.

Baca juga: Tepis Isu Diberi Amplop oleh Ferdy Sambo, Komnas HAM: Dapat Doa Kali

Menurut pengakuan Sambo, dirinya merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J karena merasa marah dan emosi akibat martabat keluarganya dilukai dalam sebuah kejadian di Magelang, Jawa Tengah.

Saat ini Sambo ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

Sedangkan Bharada E ditahan di rumah tahanan negara Bareskrim Polri. Putri sampai saat ini belum menjalani proses hukum dengan alasan sakit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com