JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memvonis mantan Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya (Persero) Dono Purwoko lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam putusannya, hakim menjatuhi hukuman pidana selama 5 tahun penjara terkait korupsi proyek pembangunan Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Minahasa, Sulawesi Utara tahun 2011.
Sementara itu, jaksa KPK menuntut eks pejabat Adhi Karya itu selama 4 tahun.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai, Dono tak mengakui perbuatannya.
Baca juga: Eks Pejabat PT Adhi Karya Dono Purwoko Divonis 5 Tahun Penjara, Lebih Tinggi dari Tuntutan
“Terdakwa tidak terus terang di persidangan, tak akui perbuatannya,” ujar hakim ketua Eko Aryanto dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (11/8/2022).
Hal lain yang memberatkan putusan tersebut, lanjut hakim, Dono tak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
“Perbuatan terdakwa mencederai kepercayaan pemerintah dan masyarakat pada umumnya dalam rangka pembangunan kampus IPDN,” ucap hakim.
Adapun dalam persidangan itu, hakim juga menyampaikan hal-hal yang meringankan putusan terhadap mantan Kepala Divisi PT Adhi Karya itu.
Baca juga: Bacakan Pembelaan, Eks Pejabat PT Adhi Karya Keluhkan Status Tersangka yang Begitu Lama
Di antaranya Dono bersikap sopan dan kooperatif dalam persidangan. Selain itu, eks pejebat perusahaan konstruksi pelat merah itu juga belum pernah dipidana.
Hakim menilai, Dono terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Kampus IPDN pada Kemendagri di Minahasa, Sulawesi Utara tahun 2011.
Selain dipidana badan, Dono juga divonis dengan pidana denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Hakim menilai, Dono terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan JPU KPK.
Baca juga: Bacakan Pembelaan, Eks Kepala Divisi PT Adhi Karya Bantah Atur Lelang Proyek Kampus IPDN
Dono dinyatakan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 19,7 miliar dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung kampus IPDN Provinsi Sulawesi Utara tahun anggaran 2011.
Eks pejabat Adhi Karya itu telah memperkaya mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Satuan Kerja Sekretariat Jenderal Kemendagri Dudy Jocom sebesar Rp 3,5 miliar.
Dono juga telah memperkaya konsultan perencana PT Bita Enercon Engineering Torret Koesbiantoro sebesar Rp 275 juta, konsultan manajemen konstruksi PT Artefak Arkindo Djoko Santoso sebesar Rp 150 juta, dan korporasi PT Adhi Karya sebesar Rp 15,8 miliar.
Atas putusan tersebut, KPK dan Dono menyatakan pikir-pikit dalam waktu 7 hari untuk menentukan langkah hukum berikutnya.
Ditemui selepas persidangan, eks pejabat Adhi Karya itu enggan mengomentari putusan hakim yang lebih berat dari Jaksa KPK.
Ia memilih diam dan keluar dari ruang sidang menuju mobil tahanan.
Bantah
Sebelumnya, Dono membantah telah mengatur proses lelang untuk proyek pembangunan Kampus IPDN di Minahasa, di Sulawesi Utara pada tahun 2011.
Hal itu diungkapkannya dalam sidang dengan agenda nota pembelaan terdakwa atau pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (8/8/2022).
"Tuntutan atau dakwaan tersebut tidak benar, karena fakta yang sebenarnya bahwa pengaturan yang terjadi sejak tahun 2010," ujar Dono.
Baca juga: Jaksa KPK: Nilai Proyek Pembangunan IPDN Sulut Rp 124 Miliar, Terpakai Hanya Rp 89,7 Miliar
Ia menegaskan, pembagian lokasi pekerjaan oleh masing-masing kontraktor telah dilakukan pada tahun 2010.
Kemudian, metode pembagian pekerjaan dilakukan dengan cara yang sama pada tahun anggaran 2011.
"Terhadap pengaturan ini saya tidak mengetahui karena saya baru dapat SK (surat keputusan) penugasan sebagai kepala divisi pada tanggal 30 Juli 2011," kata Dono.
"Yang mana pada saat tersebut pengaturan dan penentuan lokasi IPDN siapa dapat di mana sudah selesai disepakati," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.