Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Unjuk Keberanian Kapolri dari Awal sampai Akhir

Kompas.com - 11/08/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI AWAL kasus, narasi yang berkembang cukup jauh berbeda dengan narasi baru yang disampaikan oleh Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo pada konferensi pers di Mabes Polri, 9 Agustus 2022.

Awalnya, Brigadir J disebutkan menempelkan pistol ke kepala istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi sembari melakukan pelecehan.

Putri berteriak minta tolong. Bharada E yang mendengar teriakan istri komandannya langsung bergegas turun mengecek ke lokasi.

Brigadir J terperanjat, masih versi awal polisi, tanpa basa basi menembakkan timah panas ke arah Bharada E.

Bharada E yang disebut sebagai penembak mahir, merespons dengan tembakan yang seluruhnya mengenai Brigadir J lalu tewas seketika.

Namun pada konferensi pers Selasa, 9 Agustus 2022, skenario awal tersebut buyar.

"Tidak ada tembak menembak, FS (Ferdy Sambo) yang memerintahkan Bharada E menembak Brigadir J," kata Kapolri.

Setelah Brigadir J tewas, Ferdy Sambo kemudian merekayasa peristiwa. Dia mengambil pistol milik Brigadir J dan menembakkan peluru ke dinding berkali-berkali.

Tujuannya, kata Listyo, adalah untuk menghilangkan jejak supaya ada kesan Brigadir J tewas bukan dibunuh, melainkan terlibat aksi tembak menembak dengan Bharada E.

Penetapan Bharada E sebagai tersangka membuka tabir yang sebulan belakangan terlihat masih kelam.

Bharada E yang semula bungkam akhirnya berani bicara. Dia mengungkapkan kalau dirinya hanya diperintah untuk menembak oleh Ferdy Sambo, laiknya bawahan mematuhi perintah atasan.

"Jadi saudara FS (Ferdy Sambo) inilah yang menembak dinding berkali-kali agar seolah-olah terjadi baku tembak," tutur Kapolri.

Kapolri juga menjelaskan bahwa fakta hukum baru terungkap setelah pihak tersangka Bharada E mengajukan diri sebagai justice collaborator (seseorang yang bekerjasama secara substantif dalam proses penyelidikan atau penuntutan kasus tindak pidana) dan mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di kediaman dinas tersangka Irjen Pol Ferdy Sambo.

Paparan Kapolri tersebut, menuai respons positif dari berbagai kalangan, mulai dari elite politik hingga ke ruang publik maya.

Kasus ini memang masih jauh dari selesai, bahkan motifnya pun belum jelas belangnya.

Pertama, tak mungkin ada peristiwa seberdarah dan semisterius itu terjadi begitu saja di dalam institusi penegak hukum seperti Polri tanpa sebab.

Kedua, juga nyaris tak mungkin jika sebabnya hanya perkara sepele dan esek-esek sementara taruhannya adalah pidana seumur hidup, bahkan hukuman mati bagi pelakunya dan kerusakan reputasi bagi institusi Polri.

Dengan kata lain, ada sesuatu di balik sesuatu alias ada lapisan dalam, boleh jadi tidak hanya satu lapis, yang tersembunyi jauh dari jangkauan mata awam.

Karena itu, untuk saat ini, publik mengapresiasi hasil investigasi sementara Timsus bentukan Kapolri karena berhasil menjadi secercah cahaya di lorong gelap yang sangat membingungkan dan telah menyita perhatian publik.

Dan saya yakin, publik akan sangat paham jika kasus ini membutuhkan waktu dan ketelitian kelas dewa untuk sampai pada keputusan final yang benar-benar jelas dan pasti.

Apalagi, kejanggalan-kejanggalan yang meliputi kasus ini sedari awal menjadi pertanda bahwa persoalannya tidak sebatas fakta bahwa ada beberapa peluru yang telah ditembakkan dan menewaskan satu personel polisi, tapi lebih dari itu.

Oleh karena itu, keberanian Kapolri menyampaikan narasi baru hasil investigasi Timsus yang berbeda sama sekali dengan narasi awal pihak polisi adalah sebuah terobosan luar biasa di satu sisi dan secercah cahaya yang sangat bermakna bagi publik di sisi lain.

Memang tidak mudah bagi beliau untuk sampai ke posisi itu. Bahkan dibutuhkan empat kali penekanan dari Presiden Jokowi dan beberapa kali pernyataan afirmatif dari Menteri Koordinator Polhukam Mahfud MD sebelum Kapolri melakukan konferensi pers penetapan tersangka Ferdy Sambo.

Tapi bukan keberanian yang pertama bagi Listyo Sigit secara pribadi tentunya. Berkat tangan dinginnya, ketika masih menjabat Kabareskrim, Listyo Sigit juga berhasil membawa perwira tinggi Polri ke penjara, yakni Irjen Napoleon Bonaparte dalam kasus Djoko Candra.

Kasus ini memang masih jauh dari garis "finish." Tanggung Jawab Kapolri untuk menuntaskan kasus ini dan berbagai macam misteri yang menyempil bersamanya, masih sangat ditunggu publik.

Pemeriksaan 31 personel Polri, masih berpeluang bertambah, dari perwira tinggi sampai ke bawah, adalah pertanda bahwa fakta-fakta yang tersembunyi maupun disembunyikan berkemungkinan besar bukanlah sekadar fakta pidana biasa.

Dengan kata lain, keberanian Kapolri hari ini barulah sebagian kecil keberanian yang sejatinya dibutuhkan untuk mengungkap tuntas kasus ini.

Oleh karena itu, publik harus terus memberikan dukungan positif agar keberanian yang diperlihatkan Kapolri kemarin, tetap terjaga secara konsisten sampai kasus ini selesai secara tuntas.

Bahkan lebih dari itu, keberanian Kapolri juga semestinya menjadi preseden bagi penegak hukum lainnya, terutama KPK, yang sudah menangkap beberapa pihak terkait kasus korupsi, termasuk Mardani Maming, politisi PDIP dan kader NU, di satu sisi, tapi gagal mencegah Bupati Memberamo yang terlibat kasus korupsi lalu melarikan diri ke Papua Nuigini dan beberapa tahun masih juga gagal untuk menemukan Harun Masiku di sisi lain.

Bahkan akan jauh lebih baik jika Jokowi juga memberikan dorongan dan jaminan politik kepada Ketua KPK untuk segera mengungkap tuntas kasus-kasus korupsi tersebut, layaknya saat Jokowi memberikan tekanan politik kepada Kapolri untuk mengungkap kasus kematian Brigadir J seterang-terangnya.

Terkait dengan kesibukan di Mabes Polri, maka di kantor Kejaksaan Agung yang berseberangan gedung, Jaksa Agung juga perlu berterima kasih atas inspirasi dari terobosan dan keberanian Kapolri dalam menyelesaikan masalah internal di tubuh Polri, demi menjaga marwah lembaganya dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap korps Bhayangkara.

Bagaimanapun, publik hingga hari ini masih sangat dirisaukan oleh kebiasaan aparat hukum yang terus saling melindungi jika ada rekan sejawat mereka yang bahkan telah jelas-jelas melakukan tindakan pelanggaran.

Masyarakat belumlah lupa bagaimana pertunjukan permainan hukum saat institusi Kejaksaan menangani kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Dalam kasus Jaksa Pinangki, Korps Adhyaksa terkesan ogah-ogahan menangani kasusnya. Puncaknya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung menerima begitu saja ketika Pengadilan Tinggi DKI memutuskan untuk mengkorting hukuman kolega jaksanya tersebut dari 10 tahun menjadi 4 tahun saja, dan memutuskan untuk tidak melakukan banding atau upaya hukum lanjutan apapun.

Publik perlu memberikan porsi perhatian dan tekanan yang sama layaknya kepada Kapolri hari ini, agar para pimpinan lembaga penegak hukum lainnya juga berani segera mengungkap kasus-kasus internal dan memaparkannya kepada publik dengan penuh keberanian pula.

Semuanya itu tentunya demi menjaga marwah lembaga penegak hukum agar tetap mendapat kepercayaan publik sebagai lembaga penegakan hukum.

Kembali pada Kapolri, secara politik posisi Listyo Sigit saat ini lebih kuat dibanding Kapolri kelima Jenderal Polisi Hoegeng Iman Santoso di masanya.

Sebagaimana pernah ditulis oleh sosiolog George Junus Aditjondro bahwa keberanian Jenderal Hoegeng Iman Santoso berhadapan dengan jejaring kekuasaan di Istana demi menegakkan kebenaran menyebabkannya didepak dari posisinya sebagai Kapolri.

Terutama ketika Jenderal Hoegeng Iman Santoso bersikeras ingin mengungkap kasus bisnis penyelundupan mobil mewah milik pengusaha Robby Tjahyadi yang dikabarkan dekat dengan Soeharto.

Sementara hari ini, Kapolri mendapat mandat politik yang nyaris bulat dari Istana untuk mengungkap kasus meninggalnya Brigadir J dengan segala kejanggalan dan narasi-narasi misterius yang tersimpan di baliknya.

Dengan dukungan Istana dan publik, Kapolri harus melanjutkan keberaniannya untuk membersihkan semua personel yang terlibat dalam kasus ini.

Jika tidak, Kapolri akan dianggap gagal mewujudkan visi "presisi" yang selama ini digaungkan, bahkan bisa dianggap gagal melakukan reformasi lebih lanjut di dalam tubuh Polri.

Perdana Menteri Inggris Winston S. Churchill kala berkecamuknya Perang Dunia kedua pernah mengatakan, "Success is not final, failure is not fatal: it is the courage to continue that counts” (Kesuksesan bukanlah tujuan akhir, kegagalan juga bukanlah akhir segala-galanya. Keberanian untuk terus mencobalah yang lebih berarti)

Dalam hal ini, bukan saja keberanian Kapolri untuk menetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka yang harus diapresiasi, tapi juga keberanian Kapolri untuk membuka semua tabir yang belum terbuka atas kasus ini.

Seperti kata Churchill di atas, "it is the courage to continue that counts. " Semoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com