Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog Sebut Akhir Pandemi Masih Lama, Puncak Kasus Ba.2.75 Diproyeksi September

Kompas.com - 08/08/2022, 12:17 WIB
Fika Nurul Ulya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Epidemiologi Griffith University Australia Dicky Budiman memproyeksi akhir pandemi Covid-19 di Indonesia masih cukup lama.

Sebab saat ini, kasus subvarian Omicron Covid-19 belum memasuki masa puncak. Dicky bilang, Indonesia masih berada dalam gelombang IV Covid-19 yang didominasi subvarian BA.5 di tengah munculnya subvarian baru BA.2.75.

Dia bahkan memproyeksi, puncak kasus gelombang IV Covid-19 di Indonesia terjadi pada akhir Agustus 2022 atau September 2022.

"Kita masih dalam gelombang IV dari BA.5 utamanya. Dan kini belum berakhir gelombang keempat ini, puncak pun belum. Mungkin menjelang akhir Agustus atau bahkan September," ucap Dicky kepada Kompas.com, Senin (8/8/2022).

Baca juga: Luhut: Covid-19 Masih Terkendali, Kita Belum Akan Lakukan Lockdown

Dicky menyebutkan, cukup lamanya akhir pandemi turut disebabkan oleh lambatnya pola peningkatan kasus BA.5.

Selain karena pelacakan dan pemeriksaan yang rendah, gejala yang ditimbulkan dari subvarian BA.5 lebih ringan dibanding varian Delta di pertengahan 2021.

"Virus ini melalui lebih banyak orang yang sudah memiliki imunitas dan mereka bukan berarti tidak terinfeksi. Sebagian terinfeksi sangat ringan, sebagian besar lainnya bahkan tidak bergejala di tengah minimnya testing, sehingga tidak terlalu terlihat padahal sebetulnya kasunsya banyak sekali," jelas Dicky.

Dicky lantas memproyeksi, masa rawan Covid-19 di Indonesia bisa terjadi sampai Oktober 2022.

Jika masyarakat tidak mematuhi protokol kesehatan, ada kemungkinan virus Covid-19 kembali memakan korban jiwa, utamanya dari kalangan rentan.

Kalangan rentan tersebut, yakni lansia, ibu hamil, anak dan balita, serta tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan dalam penanganan virus.

"Kalau bicara penduduk Indonesia, kelompok yang masuk riskan/rentan itu banyak banget, karena jumlah penduduk kita besar. Misalnya ambil 5 persen saja (dari total penduduk) itu sudah jutaan. Nah, ini yang hrs disadari oleh semua pihak," ungkap Dicky.

Baca juga: Epidemiolog: Butuh Waktu 5 Tahun agar Covid-19 Jadi Penyakit Biasa

Namun kabar baiknya, kata Dicky, subvarian baru BA.2.75 belum mampu menggeser dominasi BA.5. Artinya, penyebaran kasus kemungkinan tidak pesat seperti varian-varian sebelumnya.

Kendati begitu dia berharap, masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan, memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak agar penularan bisa ditekan.

"Kita tetap harus perkuat terus dengan surveilance genomic. Sekarang harus dijaga setidaknya 2 persen dari masyarakat yang dites Covid-19 itu dilakukan genome sequencing. Ini yang harus kita jaga supaya kita memahami peta situasi peredaran virus," jelas Dicky.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com