Permenkominfo No 5 Tahun 2020 memberikan kewenangan yang luas, bahkan berlebih kepada pemerintah untuk mengatur aktivitas PSE, moderasi informasi, mengakses data pengguna atau juga percakapan pribadi, hingga pemutusan akses.
Dampak peraturan tersebut dapat mengancam kemerdekaan berekspresi dan berpendapat, kemerdekaan pers dan hak atas privasi pengguna.
Berpegang pada Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik sebagaimana Pasal 5 UU 12/2011, yakni Kejelasan Tujuan serta Kesesuaian antara Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan, dan Kejelasan Rumusan, terdapat beberapa rumusan pasal dalam Permenkominfo No 5 Tahun 2020 yang masih kabur dan belum dijelaskan alasan, kepastian dan tujuan pengaturannya.
Ketidakjelasan tujuan dapat kita lihat pada Pasal 21 ayat (1) dan (2) yang mengatur kewajiban PSE Lingkup privat untuk memberikan akses terhadap Sistem Elektronik dan/atau Data Elektronik kepada Kementerian atau Lembaga serta aparat penegakan hukum dalam rangka pengawasan dan penegakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal yang membuka akses terhadap konten komunikasi ini potensial untuk disalahgunakan, sementara di sisi lain PSE harusnya menjunjung tinggi privasi data pengguna.
Ketidakjelasan rumusan ada pada Pasal 9 ayat (3) dan (4) yang mewajibkan agar pemilik platform tidak mencantum informasi-informasi yang sifatnya "dilarang", maupun memfasilitasi pertukaran data-data yang sifatnya "dilarang".
Yang dimaksud dengan data bersifat "dilarang" merupakan data yang digolongkan antara lain melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum.
Definisi mengenai "meresahkan masyarakat" dan "mengganggu ketertiban umum" memiliki arti luas sehingga rentan menimbulkan kekeliruan interpretasi, siapa yang memiliki kewenangan menilainya?
Sebagai peraturan pelaksana yang cukup teknis, harusnya Permenkominfo No 5 Tahun 2020 memberikan kejelasan pasti.
Terakhir, yang penting untuk diperhatikan mengenai Pasal 36 Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 yang memberikan kewenangan bagi aparat penegakan hukum untuk meminta PSE lingkup privat agar memberikan akses terhadap konten komunikasi dan data pribadi.
Meskipun sudah dicantumkan prosedur hukum mengenai permintaan informasi yang diperlukan Aparat Penegak Hukum, dalam praktik penegakan hukumnya perlu untuk diawasi agar tidak membungkam pihak-pihak yang bersentuhan dengan isu-isu sensitif misalnya HAM dan Korupsi.
Selain itu, Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 tidak memberikan opsi bagi PSE Privat untuk melakukan banding atas permintaan akses yang masuk, dan hak-hak subjek data khususnya terkait hak atas notifikasi ketika datanya diminta untuk bisa diakses oleh pemerintah ataupun aparat penegak hukum. Seharusnya mekanisme banding atau keberatan ini diatur.
Melihat dari reaksi masyarakat terhadap pemblokiran beberapa PSE dan materi muatan yang berpotensial untuk melanggar HAM, nampaknya perlu mengkaji ulang Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 dengan partisipasi publik dan keterlibatan aktor-aktor PSE yang saat ini belum mendaftar ke Kemenkominfo.
Selain itu Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 yang berkaitan dengan akses privasi pengguna bertentangan dengan Pasal 30 ayat (1) Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE yang melarang:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun.”