Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fahmi Ramadhan Firdaus
Dosen

Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember | Peneliti Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Fakultas Hukum Universitas Jember

Mempertanyakan Materi Muatan Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020

Kompas.com - 01/08/2022, 13:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Permenkominfo No 5 Tahun 2020 memberikan kewenangan yang luas, bahkan berlebih kepada pemerintah untuk mengatur aktivitas PSE, moderasi informasi, mengakses data pengguna atau juga percakapan pribadi, hingga pemutusan akses.

Dampak peraturan tersebut dapat mengancam kemerdekaan berekspresi dan berpendapat, kemerdekaan pers dan hak atas privasi pengguna.

Berpegang pada Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik sebagaimana Pasal 5 UU 12/2011, yakni Kejelasan Tujuan serta Kesesuaian antara Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan, dan Kejelasan Rumusan, terdapat beberapa rumusan pasal dalam Permenkominfo No 5 Tahun 2020 yang masih kabur dan belum dijelaskan alasan, kepastian dan tujuan pengaturannya.

Ketidakjelasan tujuan dapat kita lihat pada Pasal 21 ayat (1) dan (2) yang mengatur kewajiban PSE Lingkup privat untuk memberikan akses terhadap Sistem Elektronik dan/atau Data Elektronik kepada Kementerian atau Lembaga serta aparat penegakan hukum dalam rangka pengawasan dan penegakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal yang membuka akses terhadap konten komunikasi ini potensial untuk disalahgunakan, sementara di sisi lain PSE harusnya menjunjung tinggi privasi data pengguna.

Ketidakjelasan rumusan ada pada Pasal 9 ayat (3) dan (4) yang mewajibkan agar pemilik platform tidak mencantum informasi-informasi yang sifatnya "dilarang", maupun memfasilitasi pertukaran data-data yang sifatnya "dilarang".

Yang dimaksud dengan data bersifat "dilarang" merupakan data yang digolongkan antara lain melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum.

Definisi mengenai "meresahkan masyarakat" dan "mengganggu ketertiban umum" memiliki arti luas sehingga rentan menimbulkan kekeliruan interpretasi, siapa yang memiliki kewenangan menilainya?

Sebagai peraturan pelaksana yang cukup teknis, harusnya Permenkominfo No 5 Tahun 2020 memberikan kejelasan pasti.

Terakhir, yang penting untuk diperhatikan mengenai Pasal 36 Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 yang memberikan kewenangan bagi aparat penegakan hukum untuk meminta PSE lingkup privat agar memberikan akses terhadap konten komunikasi dan data pribadi.

Meskipun sudah dicantumkan prosedur hukum mengenai permintaan informasi yang diperlukan Aparat Penegak Hukum, dalam praktik penegakan hukumnya perlu untuk diawasi agar tidak membungkam pihak-pihak yang bersentuhan dengan isu-isu sensitif misalnya HAM dan Korupsi.

Selain itu, Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 tidak memberikan opsi bagi PSE Privat untuk melakukan banding atas permintaan akses yang masuk, dan hak-hak subjek data khususnya terkait hak atas notifikasi ketika datanya diminta untuk bisa diakses oleh pemerintah ataupun aparat penegak hukum. Seharusnya mekanisme banding atau keberatan ini diatur.

Melihat dari reaksi masyarakat terhadap pemblokiran beberapa PSE dan materi muatan yang berpotensial untuk melanggar HAM, nampaknya perlu mengkaji ulang Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 dengan partisipasi publik dan keterlibatan aktor-aktor PSE yang saat ini belum mendaftar ke Kemenkominfo.

Selain itu Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 yang berkaitan dengan akses privasi pengguna bertentangan dengan Pasal 30 ayat (1) Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE yang melarang:

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun.”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com