Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr Kurniasih Mufidayati
Anggota DPR-RI

Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Anggota DPR RI dan dosen.

Hari Anak Nasional 2022: Babak Baru Penanganan Stunting Pasca-pandemi

Kompas.com - 27/07/2022, 14:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERHATIAN terhadap penanganan stunting kembali menggema. Hari Keluarga Nasional 2022 lalu bahkan mengambil tema “Ayo Cegah Stunting agar Keluarga Bebas Stunting”.

Presiden Joko Widodo dalam acara tersebut secara khusus menyatakan bahwa stunting merupakan ancaman serius bagi masa depan Indonesia terutama untuk bersaing secara global di masa depan.

Anak-anak yang mengalami stunting akibat kurangnya kecukupan pangan dan gizi yang dibutuhkan akan mengalami masalah di kemudian hari. Kita akan menghadapi kendala serius dalam mempersiapkan generasi emas di masa datang.

Prevalensi stunting Indonesia pada 2020 ada di peringkat ke-108 dari 132 negara, tertinggi ke-4 di Asia dan tertinggi kedua setelah Kamboja di Asia Tenggara.

UNICEF bahkan memperkirakan ada sekitar 31,8 persen anak di Indonesia mengalami stunting pada 2021. Artinya hampir sepertiga anak di Indonesia mengalami masalah dalam pertumbuhannya.

Sejalan dengan itu, Indonesia masih menghadapai persoalan dengan kesehatan ibu dan anak yang berkoeralasi dengan stunting.

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi dibanding target yang ditetapkan dalam Sustainble Development Goals (SDGs).

Pada tahun 2020 mencapai 230 per 100.000 kelahiran, masih jauh dari target MDGs sebesar 102, apalagi target SDGs sebesar 70.

Demikian pula dengan AKB yang mencapi 21 per 100.000 kelahiran, yang masih jauh dari tatget SDGs sebesar 12 kematian.

Pandemi dan penanganan stunting di Indonesia

Berdasarkan data levels and trend of mall nutrition tahun 2020, tingkat prevelensi stunting di Indonesia berada pada tingkatan yang sangat tinggi, yaitu mencapai 30 persen.

Penurunan stunting di Indonesia juga masih berjalan lambat. Prevelensi stunting di Indonesia yang mencapai 37,2 persen pada 2013, sampai 2016 hanya menurun sedikit menjadi 27,5 persen.

Bahkan prevelensi stunting pada 2018 meningkat kembali menjadi 30,8 persen, meskipun kembali menurun kembali menjadi 27,7 persen pada 2019.

Sehingga secara rata-rata penurunan stunting pada periode 2015-2019 hanya sebesar 0,3 persen. Padahal negara Tetangga seperti Thailand bisa mencapai penurunan sebesar 2 persen per tahun.

Pandemi covid-19 yang berkepanjangan membuat upaya penurunan stunting yang mulai membaik kembali menjadi terhambat.

Dalam dua tahun terakhir 2019-2021, penurunan stunting hanya sebesar 3 persen menjadi 24,4 persen.

Angka ini masih cukup berat untuk bisa mencapai target penurunan sampai 14 persen pada 2024. Apalagi juga dikaitkan dengan target prevelensi dalam SDGs di mana tahun 2030 prevelensi ditargetkan sudah nol atau tidak ada lagi balita stunting.

Posyandu yang menjadi garda terdepan dalam penanganan stunting melalui monitoring kesehatan ibu dan anak mengalami hambatan dalam menjalankan fungsi tersebut.

Rapid survey yang dilakukan Balitbangkes menemukan 43,5 persen Puskesmas meniadakan pelayanan posyandu pada 2020.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com