Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aprilianto Satria Pratama
Kepala Divisi Politik dan Otonomi Daerah Swasaba Research Initiative

Peneliti | Political Enthusiast | Kolumnis

Penguatan Wajah Parpol di Masyarakat

Kompas.com - 25/07/2022, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bagaimana tidak, masyarakat, subjek yang pada akhirnya akan memilih, terbukti tidak memiliki ruang untuk bisa terlibat jauh dalam menentukan nama-nama Capres yang diajukan oleh para parpol tersebut.

Situasi yang tentu saja disayangkan karena seolah-olah, proses kandidasi memang hanya bisa dilakukan secara elitis.

Beberapa parpol menyampaikan bahwa mereka telah mendengarkan aspirasi dari daerah, khususnya melalui struktur terendah di masing-masing partai seperti Dewan Pimpinan Cabang (DPC).

Namun demikian, pada akhirnya, nama-nama yang dicalonkan oleh sebagian besar partai tidak akan jauh-jauh dari nama ketua umum/tokohnya masing-masing.

Jelas, proses tersebut justru membuktikan bahwa proses kandidasi Capres dan Cawapres merupakan pelampiasan hasrat politik masing-masing parpol.

Lagi pula, tidak ada publikasi terbuka dari masing-masing struktur terendah partai yang bisa diakses oleh publik yang menunjukkan bahwa mereka benar-benar menyaring aspirasi dari masyarakat melalui prosedur dan metodologi yang melibatkan masyarakat seluas-luasnya.

Proses pemenuhan aspirasi masyarakat dan aspirasi parpol tentang Capres dan Cawapres, dengan demikian, terdiskoneksi sejak di titik ini.

Penguatan wajah masyarakat parpol

Persoalan dimulai ketika sejauh ini, parpol menganggap bahwa wajahnya di masyarakat telah sama ekspresifnya dengan wajah parpol di parlemen dan struktur internal, meski secara teknis parpol hanya melakukan pemberian bantuan tertentu secara langsung seperti sembako dan bantuan bencana alam kepada masyarakat.

Padahal, kegiatan tersebut baru menempatkan masyarakat sebagai subjek pasif. Belum sebagai subjek aktif.

Ironisnya, meski situasi tersebut sesungguhnya membahayakan sistem politik kita di masa mendatang, tetapi toh tetap berulang.

Padahal, dalam konteks politik elektoral, khususnya dalam fase penjajakan seperti yang dipertontonkan oleh para petinggi parpol dalam blok masing-masing, masyarakat mestinya tidak ditempatkan hanya sebagai penonton seperti yang terjadi saat ini.

Penguatan wajah parpol di masyarakat, sebagaimana diinisiasi oleh Katz dan Mair, oleh karenanya, bisa menjadi solusi untuk mengatasi persoalan tersebut.

Masyarakat tentu perlu diberdayakan agar lebih produktif. Misalnya dengan diajak untuk menjadi individu yang lebih sadar akan hak-hak politiknya, khususnya untuk ikut menentukan Capres dan Cawapres yang akan mengatur hidupnya selama 5 tahun ke depan.

Adapun secara teknis, setidak-tidaknya, parpol bisa melakukan dialog dengan masyarakat seluas-luasnya terlebih dulu.

Pada akhirnya, jika situasi ini benar-benar bisa diupayakan, sesungguhnya parpol justru sedang kembali pada salah satu tujuan pendiriannya yang demikian mulia, yaitu untuk melakukan pendidikan politik kepada masyarakat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com