Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Damai Sesaat di Istana, Kala Gus Dur Selesai Shalat Malam Jelang Dilengserkan MPR...

Kompas.com - 23/07/2022, 18:09 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dini hari itu, 21 Juli 2001, sekitar pukul 03.00, Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid seorang diri di kamarnya, yang terletak di belakang ruangan Bendera Pusaka, di Istana Merdeka, Jakarta.

Saat itu, di luar Istana, suara dari massa yang mengeklaim diri demonstran masih bertalu-talu.

Unjuk rasa kala itu sedang besar-besarnya, bagian dari operasi politik menjatuhkan Gus Dur dengan lebih dulu menjatuhkan reputasinya.

Kekuatan Orde Baru yang berjaya di zaman Soeharto sedang terancam oleh berbagai tindakan Gus Dur dalam masa kepemimpinannya yang baru setahunan.

Salah satu contohnya, Gus Dur "mengotak-atik" Badan Urusan Logistik (Bulog) yang sebelumnya erat dengan Golkar.

Baca juga: Cerita di Balik Celana Pendek Gus Dur Saat Menyapa Pendukungnya dari Istana

Jaksa Agung kabinet Gus Dur, Baharuddin Lopa, langsung diberi lampu hijau begitu hendak membuka kasus kebocoran dana Bulog sekitar Rp 90 miliar yang diduga melibatkan berbagai nama mentereng, termasuk Akbar Tandjung, Ketua DPR RI saat itu.

Parlemen yang semula mengangkat diri Gus Dur sebagai presiden, saat itu justru sepakat menjatuhkannya dengan tuduhan skandal aliran dana bantuan Sultan Brunei (Bruneigate) dan skandal Bulog (Buloggate).

Berbagai fitnah dilancarkan pada Gus Dur dan keluarga lewat rangkaian aksi unjuk rasa dan pemberitaan media-media massa besar yang memang terafiliasi dengan gurita bisnis Cendana.

"Itu momen panjang. Mulai dari menghadapi headline-headline yang menyudutkan, mem-framing, mengatakan hal-hal yang tidak pernah ada, kemudian menghadapi publik yang mendapatkan berita itu dan memercayai hal tersebut dan memproyeksikannya kepada kami. Menyakitkan," ungkap Inayah Wulandari, putri bungsu Abdurrahman Wahid, ketika disambangi Kompas.com di kediamannya di Ciganjur, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.

*** Local Caption *** Meninggalkan Istana ? Mantan Presiden Abdurrahman Wahid bersama Nyonya Shinta Nuriyah di dalam mobil Mercedes Bernz dengan nomor polisi B 2198 V, ketika meningalkan Istana Presiden di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis, 26 Juli 2001, untuk selanjutnya menetap di ?Istana Rakyat? di Ciganjur, Jakarta Selatan. Sebelum itu, Gus Dur terlebih dahulu akan meninggalkan Indonesia untuk berobat ke Amerika Serikat.KOMPAS/JB Suratno *** Local Caption *** Meninggalkan Istana ? Mantan Presiden Abdurrahman Wahid bersama Nyonya Shinta Nuriyah di dalam mobil Mercedes Bernz dengan nomor polisi B 2198 V, ketika meningalkan Istana Presiden di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis, 26 Juli 2001, untuk selanjutnya menetap di ?Istana Rakyat? di Ciganjur, Jakarta Selatan. Sebelum itu, Gus Dur terlebih dahulu akan meninggalkan Indonesia untuk berobat ke Amerika Serikat.

Keadaan terasa menyakitkan, kata Inayah, sebab Gus Dur sama sekali tak punya pretensi pribadi dalam menjabat presiden.

Gus Dur bukan hanya merasa tak bersalah, namun memang tak bersalah. Segala fitnah skandal yang dialamatkan kepada cucu Hasyim Asy'ari itu tak punya bukti sama sekali.

Inayah kuat menduga, ayahnya tahu betul waktunya di Istana tak banyak, kendati upaya untuk menjungkalkannya adalah tindakan inkonstitusional.

Situasi di sekitar Istana kala itu bukan hanya terasa genting karena kedatangan para demonstran. Realitas politik saat itu sudah tak mendukung Gus Dur.

Di saat angkatan bersenjata sekubu dengan Senayan, Gus Dur hanya punya Paspampres sebagai benteng terakhir. Posisi Gus Dur di ujung tanduk.

Baca juga: Cerita Wartawan Saat Gus Dur Dilengserkan: Menginap di Istana hingga Antarkan ke Lapangan Monas

Mantan Ketua Umum PBNU itu pun menyadari, keadaan bukan hanya gawat secara politik, namun juga secara fisik.

"Kira-kira awal Juli itu aku dipanggil (Gus Dur), beliau bilang 'bawa pulang, semuanya bawa pulang. Ibu, adik-adikmu bawa pulang semua'," ujar Alissa Qatrunnada, putri sulung Gus Dur.

Putri-putrinya menolak perintah evakuasi itu, berkaca dari pelengseran Soekarno yang akhirnya menjemput ajal dalam keadaan jauh dari keluarga serta sulit mendapatkan perawatan medis memadai.

Alissa, juga Inayah, tetap bertahan di Istana. Khususnya Inayah, ia tetap tidur di kamar yang berdampingan dengan kamar ayahnya.

"Pada 21 Juli dini hari itulah, ia menyaksikan lewat pintu penghubung kedua kamar bagaimana Gus Dur mendirikan shalat malam yang rasanya lebih khusuk ketimbang biasa. Momen yang sangat, dingin, tegang," kenang Inayah.

"Bapak memunggungi saya, menghadap kiblat ke sana, jadi kayaknya Bapak tidak tahu ada saya di sana dan gelap. Tidak ada siapa-siapa, jam 03.00," ucapnya.

*** Local Caption *** Meninggalkan Istana ? Mantan Presiden Abdurrahman Wahid bersama Nyonya Shinta Nuriyah di dalam mobil Mercedes Bernz dengan nomor polisi B 2198 V, ketika meningalkan Istana Presiden di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis, 26 Juli 2001, untuk selanjutnya menetap di ?Istana Rakyat? di Ciganjur, Jakarta Selatan. Sebelum itu, Gus Dur terlebih dahulu akan meninggalkan Indonesia untuk berobat ke Amerika Serikat.KOMPAS/JB Suratno *** Local Caption *** Meninggalkan Istana ? Mantan Presiden Abdurrahman Wahid bersama Nyonya Shinta Nuriyah di dalam mobil Mercedes Bernz dengan nomor polisi B 2198 V, ketika meningalkan Istana Presiden di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis, 26 Juli 2001, untuk selanjutnya menetap di ?Istana Rakyat? di Ciganjur, Jakarta Selatan. Sebelum itu, Gus Dur terlebih dahulu akan meninggalkan Indonesia untuk berobat ke Amerika Serikat.

Suara dari para demonstran masih bergaung hingga ke dalam Istana.

Gus Dur selesai menunaikan shalat dan wiridnya. Ia bangkit dan hendak membereskan sajadah. Dalam keadaan yang serba suram begitu, si putri bungsu berniat membantu ayahnya membereskannya.

"Pak," sapa Inayah dari balik punggung Gus Dur.

Tak dinyana, Gus Dur melonjak dan berseru terkaget-kaget.

"Woii!" pekik Gus Dur.

Pekik itu lantas ganti membuat Inayah kaget.

"Woiii!" balasnya tak sengaja gegara mendengar ayahnya teriak.

Baca juga: Saat Gus Dur Digoyang Skandal Buloggate-Bruneigate...

Ada hening yang tak begitu panjang antara ayah dan anak di malam yang kian larut itu.

Hening yang seakan memutus mereka dari segala ingar bingar yang pelik di luar sana.

Inayah menyebutnya seperti seberkas cahaya yang mampir sekilas di tengah gulita.

"Beberapa detik kemudian kita sadar, 'kok kita teriak-teriak?' Dan kita pun tertawa ngakak. Dan saat ketawa ngakak itu kita seperti ..." ujar Inayah, "Pernah enggak sih, kita lagi sakit, terus tiba-tiba ada momen sakitnya hilang cuma beberapa menit, tapi kita merasa, ih enak banget, sakitnya hilang!"

"Tiba-tiba seperti ada napas di tengah ketegangan dari situasi yang menyakitkan. Walaupun kemudian sakit lagi," ucap Inayah.

Sabtu pagi, 21 Juli 2001, Gus Dur rileks saja menanggapi rencana MPR yang bakal menggelar sidang paripurna di Senayan hari itu.

Gus Dur tetap pada prinsipnya, mengatakan bahwa rencana tersebut inkonstitusional. Namun, MPR tetap menggelar rapat yang dihadiri 561 peserta, pada pukul 10.00 WIB.

 *** Local Caption *** Presiden Tidak Akan Mundur. 
Presiden Wahid tidak akan datang ke Sidang Istimewa MPR yang dipercepat karena  melanggar tata tertib MPR sehingga tidak sah dan ilegal. Demikian Presiden kepada wartawan di Credential Room Istana Merdeka Sabtu pagi.
 
Terkait Berita Dimuat Minggu, Kompas 22 Jul 2001 hlm: 1.

Judul Amplop: Keterangan Gus DurJB Suratno *** Local Caption *** Presiden Tidak Akan Mundur. Presiden Wahid tidak akan datang ke Sidang Istimewa MPR yang dipercepat karena melanggar tata tertib MPR sehingga tidak sah dan ilegal. Demikian Presiden kepada wartawan di Credential Room Istana Merdeka Sabtu pagi. Terkait Berita Dimuat Minggu, Kompas 22 Jul 2001 hlm: 1. Judul Amplop: Keterangan Gus Dur

Sembilan fraksi di MPR menyetujui percepatan Sidang Istimewa dari rencana semula Agustus 1 ke 23 Juli 2021 yang beragendakan pencopotan Gus Dur dari kursi presiden.

Rencana berjalan mulus. Megawati Soekarnoputri, wakil Gus Dur, promosi jadi presiden. Gus Dur lengser dan meninggalkan Istana tanpa pernah ingin mempertahankan jabatan yang banyak orang akan melindunginya mati-matian. Sisanya adalah sejarah.

"Gus Dur bilang, tidak ada jabatan yang harus dipertahankan mati-matian. Ya sudah, keluar saja, kebenaran nanti akan terungkap, kok. Apa yang terjadi nanti orang akan tahu," ujar Inaya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com