JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, ganja memiliki lebih banyak mudarat daripada manfaatnya.
Sehingga, legalisasi ganja untuk kesehatan (ganja medis) perlu dipikirkan secara matang dan aturan yang menjadi payung pelaksanaannya juga mesti ketat.
"Efek buruknya banyak, namun efek baiknya mungkin ada," kata Dokter Spesialis Penyakit Dalam Sub Spesialis Hematologi Onkologi Medik dari Pengurus Besar IDI Zubairi Djoerban saat dihubungi Kompas.com, Jumat (22/7/2022).
"Maka kalau mau yang ideal, efek baiknya dipakai tapi dijaga supaya tidak disalahgunakan. UU mengenai ilegal pemakaian ganja di luar ganja medis harus ketat banget," katanya melanjutkan.
Baca juga: Kandasnya Gugatan Legalisasi Ganja Medis di Indonesia dan Kisah-kisah Perjuangan di Baliknya
Pihaknya tak menutup kemungkinan untuk mengkaji penggunaan narkotika golongan I tersebut di dunia kesehatan.
Pengkajian oleh tim ahli baru bisa dilakukan setelah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terbuka untuk direvisi.
Revisi UU hanya bisa dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama pemerintah berdasarkan saran dari semua pihak.
Zubairi menuturkan, kalaupun ada revisi UU, kajian dan penelitian penggunaan ganja medis di Tanah Air harus mengacu pada beberapa negara yang sudah melegalkan.
Negara-negara itu adalah AS, Inggris, dan Australia.
Baca juga: MK Minta Pemerintah Segera Kaji Ganja Medis untuk Kebutuhan Kesehatan
Di Australia, ganja medis digunakan untuk pasien tertentu, seperti penderita epilepsi yang mengalami kejang dan pasien kemoterapi agar tak menderita mual dan muntah. Namun, penggunaan ganja di luar kebutuhan medis, tetap ilegal.
"Jadi memang amat strict (ketat) di beberapa daerah di Australia. (Ganja medis) itu sebagai obat yang harus diresepkan oleh dokter, tidak boleh sembarangan. Hanya di obat saja izinnya. Jadi ada legal aspect dari ganja," beber Zubairi.
Di AS lebih ketat lagi kata Zubairi. Penggunaan ganja medis hanya untuk pasien kejang.
Sementara di Inggris, penggunaan ganja medis hanya untuk obat alternatif apabila obat lain yang efektif untuk pasien kejang-kejang tidak mempan.
Inggris sendiri telah melegalkan ganja medis pada November 2018. Namun, karena penggunaannya dipantau secara ketat, hanya terdapat sekitar 60 resep yang masuk dalam 2 tahun terakhir.
"Jadi bukan sebagai pilihan pertama. Aturannya ketat kalau di beberapa negara. Kemudian kalau di Inggris yang meresepkan harus dokter spesialis," tutur dia.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.