JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pihak tidak menerima dugaan kasus gratifikasi yang diterima Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar menguap begitu saja.
Kasus dugaan pelanggaran etik itu tidak jelas juntrungnya setelah Dewan Pengawas (Dewas) KPK menggugurkan sidang lantaran Lili sudah mengundurkan diri terlebih dahulu.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari menyebut teka-teki kasus gratifikasi itu akan terungkap jika saja Dewas KPK melanjutkan sidang.
Baca juga: Mencari Komisioner KPK Berintegritas, Pengganti Lili Pintauli Siregar
"Mestinya dengan menyidangkan kasus Lili maka akan diketahui siapa saja pemberi gratifikasi itu, apa tujuan pemberiannya, dan kenapa Lili menerimanya apakah ada kaitan atau tidak,” kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/7/2022) lalu.
Feri menilai sidang etik di KPK bukan sekadar prosesi menjatuhkan sanksi, melainkan mengungkap kebobrokan anggotanya. Namun, keputusan Dewas menyatakan sidang berhenti membuat kasus itu mandek.
"Padahal kasus gratifikasi tidak hanya menyangkut etik tapi tindak pidana korupsi," tutur Feri.
Baca juga: Lili Pintauli Diduga Ajak 11 Orang Nonton MotoGP di Mandalika
Sementara itu, mantan Ketua KPK Abraham Samad juga menilai KPK semestinya memiliki kemauan menindaklanjuti dugaan gratifikasi yang diterima Lili.
Dugaan tindak pidana dalam kasus itu mesti diusut. Menurut Abraham, lembaga antirasuah itu bisa dianggap menutup-nutupi kesalahan pimpinannya jika tidak menindaklanjuti pelanggaran Lili ke ranah hukum.
"KPK harus berinisiatif melakukan pemeriksaan pemeriksaan pelanggaran pidana (Lili), atau kalau tidak menyerahkan (penanganan) pelanggaran pidananya pada aparat penegak hukum lain,” kata Abraham.
Baca juga: Mereka yang Pantang Mundur Minta Usut Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli...
Hal yang sama juga diungkapkan mantan penyidik senior KPK Novel Baswedan. Menurut dia, KPK tidak memiliki hambatan melaporkan dugaan gratifikasi yang diterima Lili.
Novel mengaku menerima argumen bahwa sidang etik tidak bisa dilanjutkan lantaran Lili sudah mundur. Namun demikian, Dewas tetap harus menindaklanjuti dugaan pidana dalam perbuatan Lili ke aparat.
“Mestinya Dewas setelah mengetahui adanya dugaan TPK (tindak pidana korupsi), maka Dewas wajib untuk melaporkan kepada APH (aparat penegak hukum),” ujar Novel.
Novel menyebut Pasal 108 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menentukan orang yang mengetahui tindak pidana atau pemufakatan jahat wajib lapor ke penyidik.
“Hal itu penting, untuk menjaga marwah Dewas itu sendiri. Karena ada beberapa pandangan negatif terhadap Dewas selama ini,” kata dia.
Pada kesempatan lain, Novel menyebut kasus dugaan tindak pidana gratifikasi penting diusut agar bisa menjadi efek jera.
Baca juga: ICW Desak Polisi dan Kejaksaan Agung Usut Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli
Selain itu, kasus dugaan gratifikasi juga penting diproses dengan serius sehingga tidak memunculkan kesan adanya jalan belakang atau keluar bagi pelaku tindak pidana korupsi.
Menurut Novel, tidak menindaklanjuti maupun melaporkan dugaan tindak pidana Lili ke aparat hukum lain keterlaluan.
Novel sendiri meyakini perbuatan Lili merupakan tindak pidana kendati mesti diuji secara hukum.
“Saya yakin itu (tindak pidana), tapi tentunya perlu diuji ulang ya. Saya yakin begitu,” ujar Novel dalam video yang diunggah du Youtube pribadinya, Senin (18/7/2022).
Baca juga: Ramai-ramai Mendesak Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli Diusut
Sebelumnya, Lili mengundurkan diri sesaat sebelum sidang etik atas dugaan gratifikasi yang ia terima disidang oleh Dewas KPK.
Lili disebut menerima fasilitas menonton MotoGP Mandalika dan mendapat fasilitas penginapan mewah. Diperkirakan nilai totalnya mencapai Rp 90 juta.
Belakangan, Dewas KPK menyebut Lili tidak menonton balapan itu sendiri. Ia mengajak 11 orang lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.