Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2022, Indonesia Semakin Dekat ke Otoritarianisme Digital

Kompas.com - 11/07/2022, 19:59 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebebasan di ruang digital Indonesia dinilai semakin sempit dari tahun ke tahun.

Memasuki 2022, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mencatat bahwa situasi kebebasan digital di Indonesia lebih buruk ketimbang tahun 2021 yang sudah masuk kategori "siaga 2".

Kini, kebebasan digital di Indonesia tinggal separuh jalan dari tingkat siaga menuju "awas", yang berarti Indonesia terus melangkah menuju otoritarianisme digital jika tak ada perbaikan signifikan yang dilakukan.

Baca juga: Tak Kunjung Tuntas Revisi UU ITE, Tiap Hari Korban Bertambah

Ketua SAFEnet Damar Juniarto menjelaskan, ruang digital di Indonesia alih-alih dipakai sebagai sarana memajukan hak-hak berdemokrasi warga negara, justru malah dimanfaatkan sebaliknya oleh penguasa.

"Yang terjadi justru penggerusan hak-hak warga yang mengarah pada situasi yang kami takutkan, yaitu terjadi otoritarianisme digital, teknologi dipakai untuk merepresi, membohongi informasi," kata Damar dalam diskusi virtual International Forum on Indonesia Development (INFID), Senin (11/7/2022).

Menyempitnya ruang kebebasan digital di Indonesia tak terlepas dari berbagai tindakan pemerintah.

Baca juga: Pimpinan DPR: Pembahasan Revisi UU ITE Tunggu Komisi I Selesaikan RUU PDP

Ambil contoh, pada 2019, SAFEnet mencatat sedikitnya 3 kali pemerintah memadamkan internet, yakni di Jakarta (22-24 Mei 2019), Papua dan Papua Barat (21 Agustus 2019), serta Wamena dan Jayapura pada 23-29 September 2019.

Pada 2020, pemidanaan terhadap warga negara akibat berekspresi di ruang digital meningkat pesat dari 24 menjadi 84 kasus.

Selain itu, pasal-pasal karet dalam UU ITE dan Rancangan KUHP yang kini bergulir di parlemen, juga berkontribusi pada menyempitnya ruang kebebasan digital ini.

Executive Director SAFEnet Damar Juniarto KOMPAS.com/Haryantipuspasari Executive Director SAFEnet Damar Juniarto 

"Dalam kurun terakhir kita bisa melihat bahwa situasinya makin memburuk sekalipun penetrasi internet membesar. Dari 77 persen masyarakat yang kini terkoneksi internet, mereka justru menghadapi situasi yang lebih rawan sekarang," jelas Damar.

Pendapat senada dikemukakan Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (eLSAM), Wahyudi Djafar.

Dalam kesempatan yang sama, ia menyinggung soal imajinasi terhadap internet yang mulanya dibayangkan sebagai pilar baru demokrasi justru seakan menjelma senjata makan tuan.

Baca juga: Baiq Nuril hingga Fatia KontraS Datangi DPR, Cerita Jadi Korban UU ITE

Internet yang awalnya dianggap sebagai sarana bagi kemajuan gerakan masyarakat sipil, justru dipakai oleh kekuasaan untuk menggembosi gerakan lewat kepolisian atau badan-badan keamanan.

"Negara/pemerintah melalui kepolisian, badan-badan keamanan dan kekuasaan, berupaya menggunakan kekuasaan untuk mendemobilisasi, dengan penciptaan aturan, kemudian penggunaan teknologi untuk merepresi demokrasi," ungkap Wahyudi dalam kesempatan yang sama.

"Di Indonesia kita mengenal fenomena buzzer di mana dia bagian dari aparatur negara untuk melakukan demobilisasi terhadap gerakan sosial dengan memanfaatkan media sosial atau internet," tambahnya.

Baca juga: Korban UU ITE Desak Revisi Dibahas Pansus, Pimpinan DPR: Kita Akan Pertimbangkan

Pemerintah Indonesia dianggap bisa terlihat jelas sedang melakukan upaya reclaiming alias merebut kembali internet yang awalnya dibayangkan sebagai entitas bebas dan bisa dipakai siapa pun.

Proses reclaiming itu, anggap dia, dilakukan lewat berbagai regulasi dan legislasi yang tujuannya sama, yaitu pembatasan akses dan manfaat internet.

"Ini yang perlu direspons secara tepat, bagaimana mendorong penciptaan hukum legislasi dengan menitikberatkan pada perlindungan hak asasi manusia," ungkap Wahyudi.

"Bukan sebaliknya, justru hukum legislasi yang diciptakan malah menekankan pada aspek-aspek pembatasan HAM dan memberikan legitimasi negara untuk melakukan kontrol terhadap internet dan justru akan berdampak besar pada menyempitnya ruang demokrasi," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com